Category Archives: PERUMPAMAAN-PERUMPAMAAN YESUS

SI PEMUNGUT CUKAI MENGGANTUNGKAN DIRI KEPADA BELAS KASIH ALLAH SEMATA

SI PEMUNGUT CUKAI MENGGANTUNGKAN DIRI KEPADA BELAS KASIH ALLAH SEMATA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan III Prapaskah – Sabtu, 9 Maret 2024)

Pfak S. Fransiska Romana, Janda – Ordo III S. Fransiskus *)

OSCCap/OSCl: Pfak S. Katarina dr Bologna, Perawan – Biarawati Ordo II

Kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus menyampaikan perumpamaan ini. “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezina dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul dirinya dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah sedangkan orang lain itu tidak. Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan. (Luk 18:9-14)

Bacaan Pertama: Hos 6:1-6; Mazmur Tanggapan: Mzm 51:3-4,18-21ab

Sangat pentinglah bagi kita semua untuk memahami bahwa kita diselamatkan oleh rahmat melalui iman. Hal ini adalah perbedaan fundamental antara orang Farisi dan si pemungut cukai dalam perumpamaan Yesus ini. Orang Farisi itu percaya bahwa dirinya akan dibenarkan oleh hasil kerjanya sendiri, sementara si pemungut cukai menyadari bahwa dirinya adalah seorang pendosa dan bahwa pengharapan satu-satunya bagi dirinya adalah belas kasih Allah. Dua sikap yang saling berbeda ini sungguh dapat membawa dampak atas cara hidup kita.

Apabila kita mengikuti jalan pemikiran orang Farisi itu, kita akan secara konstan mengingatkan Allah betapa keras kita telah bekerja untuk menyenangkan hati-Nya; dengan demikian kita akan mengharapkan Dia untuk memberikan ganjaran kepada kita untuk segala jerih payah kita itu. Perhatikanlah dari bacaan Injil di atas, bahwa orang Farisi itu samasekali tidak mohon belas kasih (kerahiman) Allah bagi dirinya. Di lain pihak kita, jika kita mengikuti teladan yang diberikan oleh si pemungut cukai, maka kita akan menyadari bahwa kita tidak dapat memperoleh kebenaran berdasarkan kekuatan kita sendiri. Kita hanya dibenarkan oleh rahmat Allah melalui kebaikan-kebaikan Yesus. Fondasi kita akan terjamin karena Yesus telah membayar harga dosa kita, dan kita tidak akan merasakan seakan kita harus membuat deals ini-itu dengan Allah.

Apabila kita dapat memperoleh kebenaran berdasarkan kebaikan kita sendiri, maka Yesus tidak perlu mati di kayu salib. Akan tetapi, karena kita sudah hidup terpisah dari Allah gara-gara dosa dan tidak mampu menyelamatkan diri sendiri, maka Allah mengaruniakan Putera-Nya yang tunggal guna membayar denda-denda atas dosa kita. Hanya melalui penderitaan sengsara-Nya yang sempurna, maka kita dapat diampuni dan dibawa kembali ke hadapan hadirat Allah.

Bagaimana kiranya kebenaran-kebenaran sedemikian membawa dampak atas tindak-tanduk kita dalam kehidupan kita? Pengetahuan bahwa Yesus telah memenangkan keselamatan kita dapat meringankan kita dari banyak beban. Kita telah diterima oleh Bapa surgawi apabila kita berpaling kepada-Nya dan menggantungkan diri pada rahmat-Nya guna membebaskan kita dari dosa. Hal ini sangatlah berbeda dengan upaya keras kita untuk memenangkan surga dengan menggunakan segala kekuatan kita sendiri, di mana setiap kegagalan berakibat pada rasa takut dihukum, dan setiap keberhasilan mengakibatkan kesombongan dan pembenaran diri sendiri.

Terpujilah Allah bahwa setiap kali kita mempraktekkan iman kita berkaitan dengan keselamatan kita, maka kita kian bertumbuh dalam rasa percaya dan lebih mentaati Allah lagi, dan kita pun menjadi lebih  penuh semangat untuk men-sharing-kan Kabar Baik dengan setiap orang yang kita jumpai. Oleh karena itu marilah kita meneladan si pemungut cukai dan terus membuat belas kasih (kerahiman) Allah dan kasih-Nya sebagai fondasi hidup kita.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, melalui kematian dan kebangkitan-Mu Engkau telah menebus kami bagi Allah. Kasih-Mu yang tanpa batas bagi kami memang melampaui segala ukuran. Tolonglah kami agar dapat hidup dalam iman pada hari ini dan selama-lamanya. Terpulilah nama-Mu, sekarang dan selamanya. Amin.

Catatan: Untuk lebih mengenal S. Fransiska Romana, bacalah tulisan saya  tanggal 9 Maret 2010 yang berjudul “SANTA FRANCESCA ROMANA (1384-1440)” dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: ORANG-ORANG KUDUS FRANSISKAN

Jakarta, 8 Maret 2024 [Ffak S. Yohanes a Deo, Biarawan]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PERUMPAMAAN TENTANG PENGAMPUNAN

PERUMPAMAAN TENTANG PENGAMPUNAN

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan III Prapaskah – Selasa, 5 Maret  2024)

Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus, “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali? Yesus berkata kepadanya, “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

Sebab hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Lalu sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunasi. Tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.

Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Lalu sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunasi. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai ia melunasi hutangnya.

Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Kemudian raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohon kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Tuannya itu pun marah dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunasi seluruh hutangnya.

Demikian juga yang akan diperbuat oleh Bapa-Ku yang di surga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” (Mat 18:21-35)

Bacaan Pertama: Dan 3:25,34-43; Mazmur Tanggapan: Mzm 25:4bc-5ab,6-7bc,8-9

“Perumpamaan tentang Pengampunan” menyebabkan timbulnya pertanyaan yang membingungkan: Mengapa hamba yang telah diampuni hutangnya sebesar 10.000 talenta, malah tidak mau mengampuni orang yang hanya berhutang kepadanya sejumlah 100 dinar? Untuk informasi, satu talenta bernilai lebih daripada upah untuk 15 (lima belas) tahun penuh. Satu dinar adalah upah untuk bekerja satu hari lamanya. Hutang hamba yang pertama sebesar 10.000 talenta, pada tahun 2.000 diperkirakan berjumlah US$ 3 miliar, sungguh besar sekali, namun sang raja tetap mengampuni dengan segala kemurahan-hati-Nya sang hamba yang berhutang tersebut. Di lain pihak hutang hamba yang berjumlah hanya sebesar 100 dinar jelas dapat dilunasi karena hanya bernilai 100 hari upah kerja, akan tetapi hamba yang pertama menolak untuk mengampuni hutang tersebut.

Mungkinkah hamba pertama yang tak berbelas kasih (Inggris: mercy = belas kasih) itu lupa samasekali bahwa dia telah diampuni dan ia ingin menyenangkan hati raja dengan uang sebanyak 100 dinari itu? Barangkali dia merasa marah pada orang-orang seperti hamba yang kedua yang berhutang kepada dirinya, dan menyalahkan mereka sebagai penyebab berhutangnya dia kepada raja. Atau, apakah keseluruhan konsep belas kasih tidak mampu meresap ke dalam dirinya, sehingga selamatnya dia beserta seluruh keluarganya dari hukuman menjadi budak-budak masih memungkinkan kebiasaan buruknya kambuh lagi dengan cepat – business as usual?

Sebagaimana hamba pertama yang berhutang, hukuman atas dosa-dosa kita melampaui kemampuan apa pun yang dimiliki manusia untuk membayarnya kembali. Akan tetapi, Yesus – Allah yang menjadi manusia – dengan sukarela membayar harga yang mahal itu dan sekarang meminta kepada kita untuk mengampuni orang-orang lain seperti Dia telah mengampuni kita. Dia sampai mengatakan, bahwa apabila kita tidak menunjukkan belas kasih, maka Bapa kita di surga juga melihat kita sebagai pihak yang bertanggung jawab (Inggris: accountable; akuntabel) dan dengan demikian tidak membebaskan kita dari dosa-dosa kita. Allah akan berurusan dengan kita sesuai dengan ukuran “keadilan” yang sama seperti yang kita gunakan ketika kita berurusan dengan orang-orang lain. Dengan demikian, betapa pentinglah artinya bagi kita untuk memperkenankan belas kasih menang atas penghakiman dan relasi-relasi kita dengan orang-orang lain.

Anda dapat  saja merasa bahwa dirimu bukan seorang pendosa besar dan orang-orang yang telah mendzolimi anda harusnya dihukum lebih daripada anda. Mungkin saja hal ini benar. Akan tetapi apabila kita tidak mampu menunjukkan belas kasih, maka kita pun berada di bawah dari apa yang telah Allah perintahkan untuk kita lakukan. Kita dipanggil untuk menjadi seperti Yesus – sang anak Domba Allah – yang tidak pernah berdosa, namun menanggung dosa-dosa dunia. Inti permasalahannya adalah: Maukah kita meniru Yesus dan tidak menghukum orang-orang lain, atau maukah kita tetap menilai orang-orang lain akuntabel atas hutang-hutang mereka, sementara kita tahu bahwa hutang-hutang kita telah diampuni?

DOA: Tuhan Yesus Kristus, berikanlah kepadaku rahmat untuk mengampuni orang-orang lain. Rohku menginginkan hal itu walaupun masih ada emosi-emosi dalam diriku yang tidak menginginkannya. Murnikanlah aku, ya Tuhan, seturut kehendak-Mu. Terima kasih, ya Tuhan Yesus. Terpujilah nama-Mu selalu. Amin.

Jakarta, 4 Maret 2024 [Pfak S. Kasimirus]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PERUMPAMAAN YESUS TENTANG PENGGARAP-PENGGARAP KEBUN ANGGUR

PERUMPAMAAN YESUS TENTANG PENGGARAP-PENGGARAP KEBUN ANGGUR

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan II Prapaskah – Jumat, 1 Maret 2024)

 “Dengarkanlah suatu perumpamaan yang lain. Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan membuat pagar sekelilingnya. Ia menggali lubang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Ketika hampir tiba musim petik, ia menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. Tetapi penggarap-penggarap itu menangkap hamba-hambanya itu: mereka memukul yang seorang, membunuh yang lain dan melempari yang lain lagi dengan batu. Kemudian tuan itu menyuruh pula hamba-hamba yang lain, lebih banyak daripada yang semula, tetapi mereka pun diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka. Akhirnya ia menyuruh anaknya kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang kepada yang lain: Inilah ahli warisnya, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita. Mereka menangkapnya dan melemparkannya ke luar kebun anggur itu, lalu membunuhnya. Apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya dengan penggarap-penggarap itu?” Kata mereka kepada-Nya, “Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktkunya.” Kata Yesus kepada mereka, “Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita. Sebab itu, Aku berkata kepadamu bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari kamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.

Ketika imam-imam kepala dan orang-orang Farisi mendengar perumpamaan-perumpamaan Yesus, mereka mengerti bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya. Mereka berusaha untuk menangkap Dia, tetapi mereka takut kepada orang banyak, karena orang banyak itu menganggap Dia nabi. (Mat 21:33-43,45-46)

Bacaan Pertama: Kej 37:3-4,12-13a,17b-28; Mazmur Tanggapan: Mzm 105:16-21 

Apakah yang anda akan lakukan apabila Direktur Utama merangkap CEO sebuah perusahaan besar dan sukses di mana anda bekerja sebagai anggota Direksi mendelegasikan otoritasnya secara khusus kepada anda, di mana kepada anda diberikan kendali penuh atas operasi perusahaan menggantikan dirinya selama dia menjalani cuti panjang yang cukup lama  ke Eropa dan Amerika Serikat? Setelah berhasil keluar dari shock anda, bukankah anda akan bekerja keras dan sebaik-baiknya untuk membuat operasi perusahaan anda mencapai tujuannya dengan baik, misalnya dalam hal pertumbuhan penjualan, laba perusahaan dlsb.? Paling sedikit untuk memberi kesan yang baik di mata sang CEO, bukan? Pokoknya anda akan berupaya to work hard and smart!

Kepengurusan sebuah perusahaan adalah suatu tugas terhormat, apalagi kepengurusan (stewardship) kebun anggur Allah sendiri, yang lebih terhormat lagi. Sulit untuk membayangkan bagaimana seseorang yang dipercayakan dengan tugas terhormat seperti itu dapat menyalahgunakan privilese-privilese tugas tersebut dan kemudian malah berbalik melawan sang CEO (Chief Executive Officer – Eksekutif puncak, contohnya Presiden R.I. dalam hal Republik kita tercinta). Justru inilah masalah yang dikemukakan oleh Yesus dalam perumpamaan ini, ketika Dia bercerita mengenai para penggarap kebun anggur yang jahat itu.

Sejarah telah menunjukkan kepada kita saat-saat di mana para pemimpin Gereja gagal dalam memenuhi panggilan mereka, dan setiap kali terjadi hal seperti itu, setiap warga Gereja menderita. Akan tetapi, daripada kita menghakimi para pemimpin Gereja, barangkali lebih baik bagi kita untuk mempertimbangkan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh para pemimpin Gereja tersebut. Terkadang sungguh menggoda jadinya apabila seseorang mengikut arus daripada berdiri tegak atas standar moral yang kokoh! Seringkali karena harus menanggung berat pekerjaan yang dibebankan ke atas diri mereka, terasa merasa harus memikul beban seluruh dunia di atas pundak mereka. Mereka mengetahui bahwa mereka harus mendengarkan bisikan Roh Kudus, namun berbagai macam tuntutan dari orang-orang dan tugas-tugas kadang-kadang menghalangi kemampuan mereka untuk mendengar “suara kecil” yang berbicara dalam doa dan Kitab Suci.

Apabila kita tetap memikirkan berbagai kesulitan yang dihadapi oleh para pemimpin Gereja, maka kita akan kurang berkecenderungan untuk mengkritisi mereka yang telah dipanggil Allah untuk menjaga serta memperhatikan umat-Nya. Tentu saja kita akan mampu untuk menyebutkan contoh-contoh uskup, prelat dan imam yang telah “gagal” dalam mewujudkan panggilan Allah bagi mereka masing-masing. Namun daripada mengutuk-ngutuk atau pun bergosip-gosip ria, marilah kita mendukung mereka, berdoa bagi kedamaian dan perlindungan-Nya atas diri mereka.

Barangkali kita juga dapat melakukan hal-hal tertentu guna mendukung pribadi-pribadi yang dipanggil untuk menjadi pemimpin-pemimpin Gereja. Bagaimana? Dengan menghadapi dan menjalani kehidupan Kristiani kita sepenuh mungkin. Bayangkanlah hal-hal baik yang dapat berdampak positif terhadap hati para pemimpin kita karena melihat umat awam menghayati dengan serius kehidupan Injili dengan cara yang mampu mentransformasikan kehidupan. Maka, bersama dengan para pemimpin Gereja, marilah kita menjadi warga-warga Kerajaan Allah yang berbuah, sehingga Gereja akan menjadi terang yang sungguh cemerlang, yang mampu menarik orang-orang kepada kasih Kristus.

DOA: Bapa surgawi, kami mohon perlindungan-Mu atas semua pemimpin Gereja. Kami menyadari segala kesulitan dan godaan yang mereka hadapi. Oleh karena itu, kami mohon Engkau sudi mendorong serta menyemangai mereka dan memperbaiki mereka lewat Roh Kudus-Mu, sehingga mereka dapat memimpin segenap umat-Mu dalam kekudusan. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. Amin.

Jakarta, 29 Februari 2024

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

MARILAH KITA MEMBUKA HATI KITA BAGI SABDA ALLAH

MARILAH KITA MEMBUKA HATI KITA BAGI SABDA ALLAH

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan II Prapaskah – Kamis, 29 Februari 2024)

“Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Ada pula seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya. Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. Lalu ia berseru, Bapak Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini. Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang di sini ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. Selain itu, di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, Bapak, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk ke dalam tempat penderitaan ini. Tetapi kata Abraham: Mereka memiliki kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkannya. Jawab orang itu: Tidak, Bapak Abraham, tetapi jika seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. Kata Abraham kepada-Nya Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.” (Luk 16:19-31)

Bacaan Pertama: Yer 17:5-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 1:1-4,6

“Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati” (Luk 16:31).

Hati manusia begitu berliku dan penuh tipu (Yer 17:9) sehingga sebagian besar dari kita ini, walau pun kita hidup di tengah dunia komunikasi yang serba cepat dan canggih, kita sedikit saja atau sama sekali tidak memperhatikan keberadaan banyak orang kelaparan di depan pintu rumah kita sendiri (Luk 16:20).

Kita telah membuat hati kita sendiri begitu mengeras sehingga, seandainya pun ada orang mati bangkit kembali untuk memperingatkan kita, kita tak akan bertobat (Luk 16:31). Kalau pun kita berubah, hal ini hanya mungkin lewat  sabda Allah – yakni dari kelima kitab Taurat Musa (Pentateukh) dan kitab para nabi serta kitab-kitab dan berbagai surat yang ada dalam Kitab Suci.

Secara dramatis sebenarnya Yesus menghayati apa yang Ia sendiri khotbahkan lewat perumpamaan orang kaya dan si miskin Lazarus. Petang hari di hari kebangkitan-Nya, Yesus tahu bahwa kebangkitan-Nya itu hanyalah akan merupakan langkah pertama guna membuka hati manusia yang sudah membatu itu. Sore dan petang hari itu Yesus yang bangkit mulia itu menghabiskan waktunya “menjelaskan kepada dua orang murid yang sedang dalam perjalanan menuju Emaus tentang apa yang tertulis tentang Dia dari kita-kitab Musa dan segala kitab para nabi” (lihat Luk 24:27). Ia juga membuka pikiran para murid, sehingga mereka mengerti Kitab Suci (lihat Luk 24:45).

Dalam setiap Misa Kudus, Kristus yang bangkit itu mewartakan pesan yang ada dalam Kitab Suci. Misa harian sesungguhnya merupakan kesempatan terbaik untuk memperkenankan Allah mengubah hati kita. Dengan berjalannya waktu, hasilnya tentu bahwa kita akan mengasihi orang-orang miskin dan mengasihi Allah.

Saudari dan Saudaraku, marilah kita membuka hati kita bagi sabda Allah yang diwartakan oleh Kristus yang bangkit dan hadir dalam Ekaristi.

DOA: Bapa surgawi, oleh kuasa Roh Kudus-Mu, buatlah hati kami berkobar-kobar pada waktu mendengarkan sabda-Mu seperti yang dialami oleh kedua orang murid yang berjalan menuju Emaus. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. Amin.

Jakarta, 28 Februari 2024

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

ALLAH DAPAT MELAKUKANNYA LAGI MELALUI DIRI KITA

ALLAH DAPAT MELAKUKANNYA LAGI MELALUI DIRI KITA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Pw S. Timotius dan Titus, Uskup – Jumat, 26 Januari 2024)

Lalu kata Yesus, “Beginilah hal Kerajaan Allah itu: Seumpama orang yang menaburkan benih di tanah, lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu bertunas dan tumbuh, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang itu. Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim menuai  sudah tiba.”

Kata-Nya lagi, “Dengan apa kita hendak membandingkan Kerajaan Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah kita hendak menggambarkannya? Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu yang paling kecil daripada segala jenis benih yang ada di bumi. Tetapi apabila ditaburkan,  benih itu tumbuh dan menjadi lebih besar daripada segala sayuran yang lain dan   mengeluarkan cabang-cabang yang besar,  sehingga burung-burung di udara dapat bersarang  dalam naungannya.”

Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan kemampuan mereka untuk mengerti, dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri. (Mrk 4:26-34)

Bacaan Pertama: 2Sam 11:1-10a,13-17; Mazmur Tanggapan: Mzm 51:3-7,10-11

Tidak ada sesuatu pun yang tidak dapat dihentikan seperti kekuatan pertumbuhan. Memang suatu pertumbuhan dapat terasa lambat, namun tidak dapat ditahan. Akar sebatang pohon, kalau diberikan cukup waktu dapat merusak bagian bangunan yang terbuat dari bebatuan dan semen sekalipun.

Pada suatu hari di bulan Desember yang dingin tahun 1955, seorang perempuan pekerja binatu yang bernama Rosa Parks naik ke dalam sebuah bis umum yang penuh di Montgomery, negara bagian Alabama, Amerika Serikat. Dalam bis ini berlaku peraturan segregasi, orang-orang dengan kulit berwarna tidak boleh duduk di kursi yang dikhususkan untuk orang-orang berkulit putih. Rosa Parks mengambil tempat duduk yang diperuntukkan bagi orang-orang kulit putih. Ketika supir bis “memerintahkan” Rosa Parks untuk pindah tempat, dia mengatakan: “Tidak!”. Sebagai akibat tindakannya itu, Rosa ditahan, tangan-tangannya diborgol dan ia pun dijebloskan ke dalam penjara.

Insiden ini memicu Gerakan Hak-Hak Sipil (Civil Rights Movement). Di bawah kepemimpinan Ralph Abernathy dan Martin Luther King, Jr., diorganisasikanlah suatu pemboikotan bis dan demonstrasi-demonstrasi tanpa kekerasan, yang kita tahu kemudian membuahkan hasil, yaitu dihapuskannya hukum berkaitan  dengan  segregasi (boleh dibaca: diskriminasi) rasial dalam bidang transportasi, perumahan, sekolah, rumah makan dan bidang-bidang lainnya. Pada saat Rosa Parks secara lugas dan lugu menjawab “tidak” kepada Pak Supir bis, sebenarnya dia memulai sesuatu yang jauh lebih signifikan daripada apa yang mungkin dapat dibayangkan orang pada tahun 1955. Pada Freedom Festival di tahun 1965, Rosa Parks diperkenalkan sebagai First Lady of the Civil Rights Movement.

Cerita mengenai Rosa Parks ini dan keadaan yang menyedihkan dari orang-orang berkulit hitam di Amerika Serikat (terutama di negara-negara bagian di sebelah selatan yang justru terkenal dengan julukan the Bible belt) sangat serupa dengan situasi umat Allah dalam bacaan-bacaan Injil hari ini. Markus menulis untuk sebuah komunitas yang sedang berada di bawah pengejaran dan penganiayaan, sebuah umat yang kalah dalam jumlah dan ditindas oleh orang-orang di sekeliling mereka yang tidak percaya.

Markus menulis untuk meyakinkan para anggota komunitas termaksud, menguatkan iman-kepercayaan mereka pada kuat-kuasa Allah untuk menanamkan benih dan membuatnya bertumbuh menjadi sebatang pohon yang besar, tinggi dan kuat. Hal ini tidak banyak bedanya pada zaman modern ini. Dalam isu-isu tertentu kita, umat Kristiani, juga kalah dalam jumlah ketimbang lawan-lawan kita, misalnya dalam soal aborsi, perceraian, kesopan-santunan dalam entertainment di muka publik, dlsb. Seperti  orang-orang Kristiani awal di Roma, kita juga perlu diyakinkan, perlu dikuatkan, disemangati dalam iman-kepercayaan kita akan kuat-kuasa Allah untuk mengambil upaya-upaya kita yang kecil dan membuatnya bertumbuh menjadi suatu gerakan yang kuat-perkasa.

Yang diminta Allah dari diri kita adalah bahwa kita menaruh kepercayaan kepada-Nya dan mencoba. Dia akan menyelesaikan sisanya tanpa ribut-ribut namun dengan tekun, sehingga dengan demikian sikap dan perilaku mementingkan diri sendiri akan dikalahkan oleh sikap dan perilaku untuk berbagi, kejahatan akan dikalahkan oleh kebaikan, kebencian akan dikalahkan oleh kasih. Apabila kita memiliki kesabaran dan pengharapan, maka pada akhirnya panenan dari apa yang kita tanam akan bermunculan: bangsa-bangsa akan berdamai satu sama lain, hak-hak azasi manusia direstorasikan, anak-anak dan para perempuan akan terlindungi dari tindakan kekerasan, orang-orang lapar akan memperoleh makanan secukupnya, dlsb.

Jadi, betapa kecil pun upaya-upaya kita untuk memajukan cita-cita Kristiani, Allah akan melipat-gandakannya dengan kuat-kuasa yang tersembunyi untuk mendatangkan hasil-hasil yang luar biasa. Allah melakukannya bagi Markus dan Rosa Parks. Kita harus percaya bahwa Dia dapat melakukannya lagi melalui diri kita.

DOA: Ya Tuhanku dan Allahku, tidak ada pribadi yang terlalu kecil bagi-Mu untuk dibentuk. Pertumbuhan hidup-Mu dalam diriku dan Kerajaan-Mu di atas bumi adalah seluruhnya karya-Mu. Berikanlah rahmat-Mu kepadaku agar aku percaya bahwa Engkau senantiasa bekerja, bahkan pada saat-saat aku tidak dapat melihatnya sendiri. Berikanlah juga kepadaku iman dan visi untuk percaya  bahwa apabila aku senantiasa taat kepada-Mu, maka tidak ada yang tidak dapat Kaulakukan atas diriku. Amin.

Jakarta, 25 Januari 2024 [Pesta Bertobatnya S. Paulus, Rasul]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

INILAH MASA BAGI KITA UNTUK SETIA DALAM HAL-HAL KECIL

INILAH MASA BAGI KITA UNTUK SETIA DALAM HAL-HAL KECIL

(Bacaan Injil Misa Kudus, Pw S. Sisilia, Perawan Martir – Rabu, 22 November 2023)

Sementara mereka mendengarkan hal-hal itu, Yesus melanjutkan perkataan-Nya dengan suatu perumpamaan, sebab Ia sudah dekat Yerusalem dan mereka menyangka bahwa Kerajaan Allah akan segera kelihatan. Lalu Ia berkata, “Ada seorang bangsawan berangkat ke sebuah negeri yang jauh untuk dinobatkan menjadi raja di situ dan setelah itu baru kembali. Ia memanggil sepuluh orang hambanya dan memberikan sepuluh mina kepada mereka, katanya: Pakailah ini untuk berdagang sampai aku datang kembali. Akan tetapi, orang-orang sebangsanya membenci dia, lalu mengirimkan utusan menyusul dia untuk mengatakan: Kami tidak mau orang ini menjadi raja atas kami. Setelah dinobatkan menjadi raja, ketika ia kembali ia menyuruh memanggil hamba-hambanya yang telah diberinya uang itu, untuk mengetahui berapa hasil dagang mereka masing-masing. Orang yang pertama datang dan berkata: Tuan, mina tuan yang satu itu telah menghasilkan sepuluh mina. Katanya kepada orang itu: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik; engkau telah setia dalam hal yang sangat kecil, karena itu terimalah kekuasaan atas sepuluh kota. Datanglah yang kedua dan berkata: Tuan, mina tuan telah menghasilkan lima mina. Katanya kepada orang itu: Dan engkau, kuasailah lima kota. Lalu hamba yang lain datang dan berkata: Tuan, inilah mina tuan, aku telah menyimpannya dalam sapu tangan. Sebab aku takut kepada Tuan, karena Tuan orang yang kejam; Tuan mengambil apa yang tidak pernah Tuan taruh dan Tuan menuai apa yang tidak Tuan tabur. Katanya kepada orang itu: Hai hamba yang jahat, aku akan menghakimi engkau menurut perkataanmu sendiri. Engkau  sudah tahu bahwa  aku orang yang keras yang mengambil apa yang tidak pernah aku taruh dan menuai apa yang tidak aku tabur. Jika demikian, mengapa uangku itu tidak kau kaumasukkan ke bank (catatan: orang yang menjalankan uang)? Jadi, pada waktu aku kembali, aku dapat mengambilnya dengan bunganya. Lalu katanya kepada orang-orang yang berdiri di situ: Ambillah mina yang satu itu dari dia dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh mina itu. Kata mereka kepadanya: Tuan, ia sudah mempunyai supuluh mina. Jawabnya: Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, juga apa yang ada padanya akan diambil. Akan tetapi, semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku.”

Setelah mengatakan semuanya itu Yesus mendahului mereka dan meruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem. (Luk 19:11-28)

Bacaan Pertama: 2Mak 7:1,20-31; Mazmur Tanggapan: Mzm 17:1,5-6,8b,15

Perayaan Paskah sudah semakin mendekat. Kota Yerikho dipadati oleh kelompok-kelompok peziarah yang sedang menuju ke kota suci Yerusalem untuk merayakan Paskah – peringatan peristiwa pembebasan bangsa Yahudi dari tanah Mesir. Setiap orang berpikir inilah saatnya bagi Yesus untuk berjaya, dan Kerajaan Allah akan segera kelihatan … Dalam waktu singkat, di dekat pintu gerbang Yerusalem, mungkin hanya beberapa jam lagi, mereka akan mengelu-elukan sang “Putera Daud” sambil melambai-lambaikan daun palma (baca Luk 19:28 dsj.).

Sekitar sepuluh hari kemudian, dua orang murid dalam perjalanan menuju Emmaus akan mengungkapkan kekecewaan mereka dengan kata-kata berikut ini: “Padahal kami dahulu mengharapkan bahwa Dialah yang akan membebaskan bangsa Israel”(Luk 24:21), dan lima puluh hari kemudian, para rasul-Nya masih saja bertanya kepada-Nya: “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?”(Kis 1:6).

Pada masa itu, sewaktu Santo Lukas menulis Injilnya, banyak peragu masih saja mempertanyakan dengan nada menghina: “Di mana janji tentang kedatangan-Nya itu? Sebab sejak bapak-bapak leluhur kita meninggal, segala sesuatu tetap seperti semula, pada waktu dunia diciptakan”(2Ptr 3:4).

Memang kelihatannya Allah seakan-akan membuat umat-Nya menanti dan menanti. Kita memang tidak banyak menyaksikan kemegahan Kerajaan-Nya! Sebenarnya Yesus telah memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dari mereka yang ragu-ragu itu. Di manakah kita dapat memperoleh jawaban Yesus itu? Dalam ‘perumpamaan tentang uang mina’! …… “Ada seorang bangsawan berangkat ke sebuah negeri yang jauh untuk dinobatkan menjadi raja di situ dan setelah itu baru kembali. Ia memanggil sepuluh orang hambanya dan memberikan sepuluh mina kepada mereka, katanya: Pakailah ini untuk berdagang sampai aku datang kembali” (Luk 19:12-13).

Orang-orang Yahudi pada zaman Yesus itu mengharapkan kedatangan sebuah Kerajaan, yang akan langsung diwujudkan di atas bumi ini. Yesus mencoba menjelaskan kepada mereka bahwa sebelum Kerajaan itu diwujud-nyatakan, akan ada semacam penundaan, dan selama masa penundaan itu Ia mempercayakan tugas serta tanggung jawab yang menyertai tugas itu kepada kita – para murid-Nya – yang hidup di atas bumi ini. Kurun waktu di dalam mana kita hidup bukanlah untuk “bermimpi”, melainkan untuk “bekerja”, melakukan pekerjaan yang akan “berbuah”. “Akan tetapi, orang-orang sebangsanya membenci dia, lalu mengirimkan utusan menyusul dia untuk mengatakan: Kami tidak mau orang ini menjadi raja atas kami”  (Luk 19:14). Orang-orang yang hidup pada zaman Yesus sebenarnya mengharap-harapkan kedatangan sebuah Kerajaan yang penuh kemuliaan, sebuah Kerajaan yang berjaya dan mampu mengalahkan bangsa-bangsa lain. Yesus ingin para murid-Nya memahami, bahwa peresmian atau inaugurasi dari Kerajaan-Nya akan didahului dengan sebuah pemberontakan – katakanlah ‘revolusi’ – melawan “RAJA” ini. Beribu-ribu tahun telah lewat, namun masih saja terngiang-ngiang di telinga kita (umat Kristiani yang hidup di abad ke-21 ini) apa saja yang diteriakkan dengan penuh kebencian oleh sebagian besar bangsa pilihan Allah: “Enyahkanlah Dia, lepaskanlah Barabas bagi kami! …… Salibkan Dia! Salibkan Dia!”(Luk 23:18,21).

Sengsara Yesus …… Sengsara Allah karena ditolak oleh umat-Nya sendiri, adalah sebuah peristiwa sejarah yang sangat mengganggu nurani setiap insan yang normal. Yesus mempermaklumkan hal tersebut …… Ini adalah sebuah fenomena aktual – sebuah peristiwa dalam setiap zaman.

Di samping itu, Yesus sebenarnya membuat allusi pada suatu peristiwa historis yang baru saja terjadi sebelumnya: Arkhelaus (anak raja Herodes; lihat Mat 2:22) di mana kota Yerikho berada dalam kekuasaannya – pergi ke Roma untuk meminta gelar “Raja” dari Kaisar Agustus – namun sebuah delegasi yang terdiri dari 50 pemimpin Yahudi mengusahakan agar permohonan tersebut ditolak.

“Setelah dinobatkan menjadi raja, ketika ia kembali ia menyuruh memanggil hamba-hambanya yang telah diberinya uang itu, untuk mengetahui berapa hasil dagang mereka masing-masing” (Luk 19:15). Mulai dari titik ini dalam ‘perumpamaan tentang uang mina’ ini, kita dapat merasakan adanya keserupaan narasi antara perumpamaan ini dengan ‘perumpamaan tentang talenta’ yang hanya terdapat dalam Injil Matius (Mat 25:14-30), dan dalam suatu konteks eskatologis yang serupa. Jangka waktu yang mendahului “Kerajaan Allah yang terlihat” adalah suatu masa di mana Allah sudah memerintah/meraja, namun belum kelihatan secara kasat mata. Ini adalah masa pengejaran dan penganiayaan. Ini adalah masa di mana iman umat diuji, …… masa untuk bertekun. Ini adalah masa untuk bekerja bagi Allah: “apa saja yang telah dipercayakan Allah kepada seorang pribadi manusia haruslah berbuah” …… Ini adalah masa bagi kita untuk setia “dalam hal-hal kecil” (Luk 16:10) sampai saat di mana Allah mempercayakan kepada kita masing-masing dengan tugas dan tanggung jawab yang lebih penting: hamba yang berhasil mengelola uang mina diberikan kekuasaan untuk memerintah kota-kota. Ini adalah masa Gereja …… Ini adalah HARI INI.

DOA: Bapa surgawi, banyak orang di segala zaman mengalami pengejaran dan penganiayaan karena iman mereka kepada-Mu dalam Yesus Kristus. Bila hal sedemikian terjadi atas diri kami, berikanlah kepada kami keberanian untuk tetap berpegang pada kebenaran-Mu – bahkan sampai mati sekali pun. Amin.

Jakarta, 21 November 2023 [Pw SP Maria Dipersembahkan kepada Allah]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

MELIPAT-GANDAKAN TALENTA KITA MASING-MASING

MELIPAT-GANDAKAN TALENTA KITA MASING-MASING

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA XXXIII [TAHUN A] – 19 November 2023)

“Sebab hal Kerajaan Surga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorng lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat. Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta. Hamba yang menerima dua talenta itu pun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta. Tetapi hamba yang menerima satu  talenta itu pergi dan menggali lubang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya. Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka. Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta. Lalu kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam hal kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam hal yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Sesudah itu, datanglah hamba yang menerima dua talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta tuan percayakan; lihat, aku telah beroleh laba dua talenta. Lalu kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam hal yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam hal yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Kini datanglah juga hamba yang menerima satu talenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa Tuan adalah orang yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan memungut dari tempat di mana Tuan tidak menanam. Karena itu, aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan! Tuannya itu menjawab, Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam? Karena itu, seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya pada waktu aku kembali, aku menerimanya serta dengan bunganya. Sebab itu, ambillah talenta itu dari dia dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu. Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari dia. Sedangkan hamba yang yang tidak berguna itu, campakkanlah dia ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.”  (Mat 25:14-30)

Bacaan Pertama: Ams 31:10-13,19-20,30-31; Mazmur Tanggapan: Mzm 128:1-5; Bacaan Kedua: 1Tes 5:1-6

Seringkali kita dinasihati serta didorong untuk memeriksa batin kita sehingga dengan demikian kita dapat diampuni untuk dosa-dosa dalam bentuk pikiran-pikiran, kata-kata, perbuatan-perbuatan dan kelalaian-kelalaian kita, yang telah memisahkan kita dari Allah. Akan tetapi, lewat pemberian “perumpamaan talenta” ini Yesus mengundang kita untuk merenungkan karunia-karunia / anugerah-anugerah kita – bukan kesalahan-kesalahan kita – dan Ia bertanya bagaimana kita menggunakan berbagai karunia/anugerah tersebut. Apakah kita mengembangkan segala karunia/anugerah yang kita terima dari Allah itu untuk memuliakan Bapa-Nya itu?

Memang perumpamaan-perumpamaan Yesus – kalau dibaca dengan serius – selalu membuat kita berpikir dan merenungkan maknanya. Misalnya, setelah membaca “perumpamaan talenta”  ini, kita dapat mulai berpikir-pikir apakah kita pernah seperti hamba yang menyembunyikan uang talentanya di dalam tanah? (Mat 25:18). Melalui bacaan-bacaan yang menyangkut ekonomi/keuangan, nasihat/wejangan para guru dan orangtua serta pengalaman hidup,  bukankah kita diajarkan untuk menjamin ‘keamanan keuangan’ kita? Maka kalau dilihat dari pandangan ini, bukankah si hamba dengan satu talenta itu telah memilih alternatif yang paling aman, pendekatan yang paling bebas dari risiko? [istilah keren-nya dalam bahasa teknis ilmu keuangan: most risk-free approach]. Memang hal ini dapat merupakan sebuah keputusan bidang keuangan yangbijaksana, akan tetapi sepanjang berurusan dengan Yesus sebagai murid-murid-Nya, “memendam/menguburkan/menyembunyikan talenta” bukanlah sebuah opsi bagi kita untuk mengambil keputusan.

Merasa susah dan khawatir akan kegagalan atau penolakan tidak akan dipuji oleh Guru kita. Dia memberikan kepada kita sejumlah karunia dan talenta yang “pas” bagi kita masing-masing, ada yang banyak – ada juga yang tidak banyak. Bisa saja kita bergumul dalam hati: “Koq lain-lain ya, ada yang banyak – ada yang sedikit? Kalau gitu Dia tidak adil donk! Katanya, Dia Mahaadil? Semua ini adalah urusan Tuhan Allah, yang menciptakan kita, nggak usah dipikirin!” Pada titik ini kita harus ingat, bahwa di mata Allah yang penting bukanlah berupa-rupa macam karunia dan talenta yang kita punya, melainkan bagaimana kita menggunakan segala karunia dan talenta itu. Allah menghendaki agar kita mengidentifikasikan berbagai karunia dan talenta kita yang bersifat unik dan “menginvestasikan” semua itu dalam kerajaan-Nya. Mungkin saja anda diberikan olehnya “talenta sebagai pendengar yang baik”. Dapatkah anda “melebarkan sayapmu” dan mengunjungi seseorang yang sedang mengalami kesendirian, yang merasa telah dibuang oleh komunitasnya? Apakah anda memiliki talenta dalam pekerjaan membuat alat-alat dari kayu? Bersediakah anda mempertimbangkan untuk membuat main-mainan yang terbuat dari kayu dengan menggunakan sisa-sisa kayu, khususnya untuk dihadiahkan kepada anak-anak dari keluarga sangat miskin yang sedang dirawat di rumah sakit atau mereka yang tinggal di panti asuhan?

Jikalau kita menginvestasikan talenta yang telah dianugerahkan Allah kepada kita, maka dividennya pun tidak sedikit. Bahkan kalau kita tidak menggunakan talenta secara langsung untuk membangun kerajaan-Nya, misalnya hanya mengembangkan kemampuan-kemampuan manusiawi kita, maka hal sedemikian memuliakan Allah juga. Adalah suatu testimoni kuat atas kreavitas Allah, apabila kita sungguh mengembangkan bakat manusiawi kita, maka kita cenderung untuk bertumbuh secara rohani juga. Mengapa? Karena seluruh keberadaan kita – tubuh, jiwa dan roh – saling terjalin dengan erat, sehingga kalau salah satunya diperkuat, maka yang lainnya juga diperkuat. Dengan demikian, janganlah pernah takut untuk menginvestasikan talenta-talenta anda. Allah ingin membuat anda menjadi seorang hamba/pelayan yang “berbuah” dalam segala hal yang anda lakukan! Kita semuanya seharusnya merindukan bahwa pada  suatu hari kelak, Bapa surgawi berkata kepada kita seperti sang Tuan kepada dua orang hambanya yang telah menunjukkan kemauan serta kemampuan untuk melipat-gandakan talenta yang mereka miliki masing-masing: “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam hal yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam hal yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu” (Mat 25:23; bdk. 25:21).

DOA: Bapa surgawi, bukalah mataku agar dapat melihat bagaimana aku dapat memuliakan Dikau dengan talenta-talenta yang telah Kauanugerahkan kepadaku. Aku menghaturkan puji-pujian dan syukur kepada-Mu untuk segala karunia dan talenta  yang telah Engkau percayakan kepadaku untuk dimanfaatkan demi pembangunan kerajaan-Mu lewat perbuatan-perbuatan baik bagi orang-orang yang kujumpai dalam hidup di dunia ini. Amin.

Jakarta, 18 November 2023 [OSCCap (Ordo Klaris Kapusin): Pfak B.Salomea, Perawan]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PERUMPAMAAN TENTANG GADIS-GADIS BIJAKSANA DAN GADIS-GADIS YANG BODOH

PERUMPAMAAN TENTANG GADIS-GADIS BIJAKSANA DAN GADIS-GADIS YANG BODOH

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA XXXII [TAHUN A], 12 November 2023)

“Pada waktu itu hal Kerajaan Surga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyambut mempela laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, sedang gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam botol mereka. Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Sambutlah dia! Gadis-gadis itu pun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam. Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ. Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, Tuan, bukakanlah pintu bagi kami! Tetapi ia menjawab: Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, aku tidak mengenal kamu. Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu hari maupun saatnya. (Mat 25:1-13)

Bacaan Pertama: Keb 6:13-17; Mazmur Tanggapan: Mzm 63:2-8; Bacaan Kedua: 1Tes 4:13-18

Perumpamaan tentang sepuluh gadis ini hanya terdapat dalam Injil Matius. Perumpamaan ini menekankan lagi pentingnya sikap berjaga-jaga atau kesiap-siagaan dalam masa yang penuh dengan ketidakpastian sebelum kedatangan akhir zaman (bdk. Mat 24:37-44). Dalam merenungkan perumpamaan ini sangatlah baik  bagi kita untuk tidak terjebak dalam mencoba mengartikan arti simbolis yang mendetil dari hal-hal yang ada dalam perumpamaan ini, misalnya “apa arti dari 10 gadis”, mengapa tidak “20 gadis”? Apa signifikansi dari minyak dalam perumpamaan ini? Dst. Yang penting adalah menangkap pesan keseluruhan dari perumpamaan itu.

Kesepuluh gadis itu adalah para pendamping pengantin yang sedang menanti-nantikan kedatangan mempelai laki-laki di rumah keluarga bapak mertuanya untuk menjemput pengantin perempuan. Sangat realistis dan sungguh membumi, karena praktek ini masih dapat diketemukan pada zaman modern ini. Pesta perjamuan kawin akan diselenggarakan di rumah mempelai laki-laki. Para gadis itu akan menjadi bagian dari rombongan arak-arakan pengantin dan ikut serta dalam pesta. Lima orang dari mereka tidak membawa minyak dalam jumlah yang cukup untuk pelita atau “obor” yang digunakan dalam prosesi. Tidak adanya persiapan pada akhirnya menyebabkan mereka  tidak dapat mengikuti acara pesta. Inilah “nasib” mereka yang tidak siap! Tragis!

Seperti juga perumpamaan-perumpamaan Yesus lainnya, perumpamaan tentang sepuluh gadis ini mempunyai makna langsung dan bersifat lokal, di sisi lain juga memiliki arti yang lebih luas dan universal. Signifikansinya yang langsung terarah pada orang-orang Yahudi. Mereka adalah umat terpilih; keseluruhan sejarah mereka seyogianya merupakan suatu persiapan bagi kedatangan Putera Allah; mereka harus dalam kesiapsiagaan guna menyambut diri-Nya apabila Dia datang. Kenyataannya adalah bahwa orang-orang Israel tidak siap menyambut-Nya. Inilah kiranya tragedi yang dialami orang-orang Yahudi karena ketidaksiapan mereka.

Sudah lama dalam Perjanjian Lama hubungan antara TUHAN (YHWH) dan Israel digambarkan sebagai hubungan suami-istri. Kasih YHWH terhadap Israel sebagai mempelai perempuan-Nya dan kasih Israel terhadap YHWH dapat kita jumpai dalam “Kidung Agung”. Yehezkiel menyatakan yang sama, ketika dia menyebut kemurtadan Yerusalem sebagai zinah (baca Yeh 16:1-63). Ketika pemazmur dalam Mzm 45 melambungkan lagu bagi Raja dan Ratu, maka orang-orang memahami bahwa yang dimaksudkan di situ adalah YHWH dan umat-Nya.

Namun demikian, semua itu hanyalah persiapan belaka. Pada kedatangan Yesus Kristus, Israel baru saja memasuki suatu hubungan perkawinan Perjanjian Baru. Kristus adalah sang Mempelai laki-laki dan Gereja sebagai mempelai perempuan. Yohanes Pembaptis menyebut dirinya sebagai sahabat Mempelai laki-laki (Yoh 3:29). Namun sekarang ini masih merupakan pertunangan. Apabila Kristus datang kembali pada akhir zaman (parousia), Ia akan menjemput mempelai perempuan-Nya dan akan mulailah pesta perkawinan yang sesungguhnya. Itulah kiranya mengapa Yesus memakai perumpamaan tentang perjamuan nikah surgawi. Itulah pula sebabnya, mengapa Kitab Wahyu juga menyebut peristiwa yang menyusul akhir zaman sebagai “Perjamuan kawin Anak Domba (baca: Why 19:6-10). Gereja yang telah dibersihkan dan dikuduskan akan berhias untuk menyambut kedatangan sang Mempelai laki-laki. Beberapa kali Santo Paulus menulis mengenai gagasan tersebut. Baginya pertunangan serta perkawinan insani hanyalah gambaran samar-samar saja dari pertunangan serta perkawinan antara Kristus dan Gereja-Nya. Gagasan itu dapat kita jumpai misalnya dalam Surat kepada jemaat di Efesus (lihat Ef 5:22-33).

Kesiapsiagaan adalah yang pertama dan utama. Orang-orang di rumah keluarga mempelai perempuan, termasuk ke sepuluh gadis itu tahu bahwa sang mempelai laki-laki akan datang, namun tidak seorangpun tahu jam berapa tepatnya sang mempelai laki akan tiba. Demikian pula manusia tidak tahu kapan tepatnya Tuhan akan datang menjemputnya pada saat kematian. Manusia juga tidak tahu kepada Tuhan Yesus akan datang dalam kemuliaan-Nya untuk menjemput Gereja dan menjadikannya Gereja yang Berjajya. Namun, karena seluruh pikiran dan perbuatan ditujukan pada saat yang didamba-dambakan kedatangannya itu, maka masuk akallah  apabila dibutuhkan kesiapsiagaan dalam artiannya yang paling serius. Pelita (atau obor) saja tidak cukup, persediaan minyak juga harus selalu mencukupi. Jadi, secara lahiriah seseorang masuk menjadi anggota Gereja belumlah cukup, karena harus pula ada padanya iman yang hidup, rahmat pengudusan dan cintakasih sejati sebagai isinya. Tempat dan perhiasan yang indah-indah tidak ada gunanya, apabila isinya tidak ada. Maka, hanya manusia rohani, yang memiliki kekayaan ilahilah yang benar-benar dapat dinilai siap siaga. Percumalah tubuh yang sehat, kuat dan indah, akal budi yang tajam dan dipenuhi ilmu pengetahuan, kehendak yang kuat dan giat, serta hati yang bernyala-nyala, apabila semua itu tidak diisi oleh rahmat Allah. Lampu yang terbuat dari emas dan diperlengkapi dengan ukiran-ukiran yang indah-indah tak ada gunanya di dalam tempat gelap, jikalau tidak sekaligus diisi dengan minyak yang memberi terang. “Aku tidak mengenal kamu”, demikianlah bunyi jawaban yang akan diberikan Tuhan kepada mereka yang percaya kepada kekuatan, kecantikan, ketajaman budinya, kegiatan, perasaan hati, dan wataknya sendiri, tetapi tidak mempedulikan Allah, sabda-Nya, cintakasih serta rahmat-Nya. Memang orang-orang seperti ini mempunyai pelita (atau obor), tetapi mereka tidak mempunyai persediaan minyak yang diperlukan.

Perumpamaan ini mengingatkan kita bahwa ada hal-hal tertentu yang tidak dapat diperoleh pada menit-menit terakhir. Terlambatlah bagi seorang mahasiswa untuk mulai belajar pada hari terakhir menjelang ujian akhir. Juga tidak mungkinlah bagi seseorang untuk memperoleh suatu keterampilan tertentu secara mendadak ketika tugas yang membutuhkan keterampilan tersebut sudah ada di hadapannya. Demikian pula dalam hal mempersiapkan diri kita untuk bertemu dengan Allah. Dari perumpamaan di atas kita juga melihat bahwa ada hal-hal tertentu yang tidak dapat dipinjam dari orang lain. Gadis-gadis yang bodoh dalam perumpamaan mengalami bahwa tidaklah mungkin untuk meminjam minyak pada waktu mereka membutuhkannya. Demikian pula, seseorang tidak dapat meminjam suatu relasi dengan Allah; dia harus memiliki relasi dengan Allah bagi dirinya sendiri. Jadi ada hal-hal yang harus kita peroleh bagi diri kita sendiri, karena kita tidak dapat meminjamnya dari orang lain.

Kesiapsiagaan harus diperagakan dengan penuh ketekunan. Sebagai Gereja (Tubuh Mistik Kristus), kita berada dalam masa pertunangan dan perkawinan. Sebagai Gereja, kita adalah mempelai perempuan sendiri yang sedang menantikan kedatangan sang Mempelai laki-laki. Maka setiap orang anggota Gereja dan Gereja seluruhnya harus siap sedia menanti-nanti dengan gembira. Memang menurut koderatnya manusia itu takut terhadap kematian dan karenanya berupaya menghindarinya sedapat mungkin. Akan tetapi berdasarkan iman, seseorang mempunyai pandangan lain samasekali terhadap kematian itu. Dalam iman, kematian bukanlah akhir dari segala sesuatu, melainkan justru merupakah awal sukacita yang besar. Itulah iman Kristiani! Misalnya, bagi Santo Fransiskus dari Assisi dan para anggota ketiga ordonya, kematian adalah seorang Saudari, Saudari Maut (Badani).

Bagi seorang Kristiani sejati, sabda Tuhan Yesus, “Berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu hari maupun saatnya”, tidak lagi merupakan kesiapsiagaan yang dipenuhi rasa khawatir dan takut seperti dengan Nuh yang melihat air bah mendatang, atau seperti tuan rumah yang menantikan kedatangan pencuri. Bagi seorang Kristiani sejati, kesiapsiagaannya merupakan penantian yang penuh kegembiraan. Penantian itu akan merupakan Kabar Baik, Rahasia Cintakasih, sukacita karena pelukan mesra, persatuan antara Allah dan manusia, dan karenanya merupakan pemenuhan segala kerinduan umatyang terpendam selama ini. Mempelai perempuan mengungkapkan kerinduan terdalam itu dengan seruan: “Datanglah, Tuhan Yesus!” Sang Mempelai laki-laki berkata: “Ya, Aku datang segera!” (Why 22:20).

DOA: Tuhan Yesus Kristus, apa yang dapat kulakukan untuk mempersiapkan kedatangan Kerajaan-Mu? Aku belum pernah melakukan sebuah karya besar atau sesuatu apa pun yang spektakuler selama hidupku. Aku juga belum pernah melakukan sesuatu hal layaknya seorang kudus. Selagi aku menanti-nantikan kedatangan-Mu, aku hanya dapat melakukan hal-hal yang biasa saja, kadang-kadang hal-hal yang monoton yang tersedia dalam hidupku ini. Akan tetapi, Tuhan, aku dimampukan untuk melakukan hal-hal kecil tersebut secara istimewa demi cintakasihku kepada-Mu. Terpujilah nama-Mu yang kudus, sekarang dan selama-lamanya. Amin.

Jakarta, 11 November 2023 [Pw S, Martinus dr Tours, Uskup]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PERUMPAMAAN YESUS TENTANG BENDAHARA YANG TIDAK JUJUR

PERUMPAMAAN YESUS TENTANG BENDAHARA YANG TIDAK JUJUR

(Bacaan Injil Misa Kudus, Pw S. Leo Agung, Paus Pujangga Gereja – Jumat, 10 November 2023)

Kemudian Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya. Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apa ini yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungjawaban atas apa yang engkau kelola, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara. Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak kuat, mengemis aku malu. Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka. Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku? Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Terimalah surat hutangmu, duduklah dan tulislah segera: Lima puluh tempayan. Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Berapakah hutangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Terima surat hutangmu, dan tulislah: Delapan puluh pikul. Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya daripada anak-anak terang.”  (Luk 16:1-8)

Bacaan Pertama: Rm 15:14-21; Mazmur Tanggapan: Mzm 98:1-4

Alkisah ada seorang eksekutif sebuah perusahaan – katakanlah namanya Edwin – yang dipercayakan dengan kontrak-kontrak perusahaan paling besar dan memiliki otoritas untuk mengelola uang perusahaan dalam jumlah yang besar. Keberhasilan Edwin mencapai posisi eksekutif dengan tanggung jawab besar ini tidak dapat dilepaskan dari kerja kerasnya selama lebih dari 7 tahun di perusahaan tersebut. Sebagai akibat dari keberhasilan dalam karirnya, Edwin hidup nyaman dengan status sosial yang baik. Kemudian, Direktur Utama merangkap pemegang saham perusahan mendengar desas desus yang kurang/tidak baik tentang Edwin. Sekarang integritas Edwin dipertanyakan dan dalam waktu yang relatif singkat jabatannya akan diisi oleh salah seorang pejabat senior lainnya. Tidak ada banyak perusahaan yang menawarkan lowongan kerja untuk tingkat eksekutif seperti yang dijabat oleh Edwin. Lagipula Edwin tidak memiliki keterampilan teknis untuk sukses dalam bidang-bidang lainnya. Sementara itu keluarganya tidak dapat melakukan adjustment dengan mudah dalam menanggapi perubahan seperti itu. Pendeknya, dunia seakan berantakan di mata Edwin. Apakah yang harus dilakukannya?

Edwin tidak dapat mengambil uang dalam jumlah banyak untuk kepentingan pribadinya, karena sang direktur utama sudah menaruh curiga terhadap dirinya. Sang direktur utama juga sudah siap untuk bertindak tegas. Nah, Edwin hanya memiliki waktu satu minggu saja untuk melakukan sesuatu, artinya dia harus bertindak super-cepat. Dalam waktu satu jam mendatang Edwin ada appointment dengan seorang pelanggan (debitur) guna mendiskusikan utang yang harus dibayarnya. Tiba-tiba Edwin mendapat ide brilian. Mengapa dia tidak merancang suatu deal yang tidak terlalu “menekan/memberatkan” pelanggan terbesar perusahaannya? Misalnya, dengan menghapuskan jumlah komisi bagi dirinya dan laba bagi perusahaannya. Perusahaannya akan mendapatkan kembali “pokok” utang, dan Edwin juga memperoleh “kawan baru” yang memang sangat dibutuhkannya. Edwin berpikir, “Biarlah merugi dalam jangka pendek, guna menjamin suatu pekerjaan apabila diriku dipecat.” Harus kita akui di sini, bahwa yang ada dalam pikiran Edwin adalah memang suatu ide yang brilian.

Cerita di atas pada hakekatnya adalah mengisahkan kembali (dalam konteks yang lebih modern) tentang “perumpamaan Yesus tentang si eksekutif atau manajer yang lihai”. Dalam perumpamaan ini, Yesus kembali (Luk 12:13-34) kepada pertanyaan tentang kekayaan dan mengajar para pengikut-Nya tentang penggunaan uang secara bijaksana.

Etika dari Edwin dalam cerita di atas jelas buruk, namun etika bukanlah fokus  dari pengajaran Yesus kali ini. Yesus memuji si bendahara/manajer karena dia menganalisis sikon yang dihadapinya dengan cermat dan bertindak dengan cepat untuk mengambil keuntungan bagi masa depan dirinya.

Sebagai umat Kristiani, kita mengetahui tentang hidup kekal dan kebenaran-kebenaran yang harus membentuk keputusan-keputusan kita di sini dan pada saat ini. Pada waktu kita harus bekerja guna mencapai keselamatan kita – artinya hidup kita di atas bumi – apakah kita – seperti juga si bendahara/manajer – melihat inti-pokok masalahnya sejernih yang dilakukan oleh si bendahara/manajer? Apakah kita akan menindak-lanjutinya dengan tindakan-tindakan yang menjamin posisi masa depan kita dalam surga?

DOA: Tuhan Yesus Kristus, ajarlah aku agar dapat menggunakan uangku dengan bijaksana. Berikanlah kepadaku hati untuk mengkomit uang dan waktu yang ada padaku hanya bagi proyek-proyek yang akan mengagungkan nama-Mu. Tanamkanlah dalam hatiku setiap hari kepastian tentang kehidupan kekal bagiku, dan berikanlah kepadaku ketetapan hati untuk menjalani kehidupan di dunia ini sambil menatap surga yang ada di depanku. Terima kasih Tuhan Yesus, terpujilah nama-Mu selalu. Amin.

Jakarta, 9 November 2023 [Pesta Pemberkatan Gereja Basilik Lateran]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

BERBAGAI MACAM DALIH UNTUK MENOLAK UNDANGAN KE SEBUAH PERJAMUAN BESAR

BERBAGAI MACAM DALIH UNTUK MENOLAK UNDANGAN KE SEBUAH PERJAMUAN BESAR

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXXI – Selasa, 7 November 2023)

FMM: Pesta B. Assunta Pallota, Pelindung Suster Profes Sementara

Mendengar itu berkatalah salah seorang yang sedang makan itu kepada Yesus, “Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah.” Tetapi Yesus berkata kepadanya, “Ada seseorang mengadakan perjamuan besar dan ia mengundang banyak orang. Menjelang perjamuan itu dimulai, ia menyuruh hambanya mengatakan kepada para undangan: Marilah, sebab segala sesuatu sudah siap. Tetapi mereka semua, satu demi satu, mulai meminta  maaf. Yang pertama berkata kepadanya: Aku telah membeli ladang dan harus pergi melihatnya, aku minta maaf. Yang lain berkata: Aku telah membeli lima pasang lembu dan harus pergi mencobanya; aku minta maaf. Yang lain lagi berkata: Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang. Lalu kembalilah hamba itu dan menyampaikan semuanya itu kepada tuannya. Tuan rumah itu pun murka dan berkata kepada hambanya: Pergilah dengan segera ke semua jalan dan lorong kota dan bawalah ke mari orang-orang miskin dan orang-orang buta dan orang-orang lumpuh. Kemudian hamba itu melaporkan: Tuan, apa yang tuan perintahkan itu sudah dilaksanakan, sekalipun demikian masih ada tempat. Lalu kata tuan itu kepada hambanya: Pergilah ke semua jalan dan lorong dan paksalah orang-orang yang ada di situ, masuk, supaya rumahku terisi penuh. Sebab Aku berkata kepadamu: Tidak ada seorang pun dari orang-orang yang telah diundang itu akan menikmati jamuan-Ku.” (Luk 14:15-24)

Bacaan Pertama: Rm 12:5-16a; Mazmur Tanggapan: Mzm 131:1-3

“Ada seseorang mengadakan perjamuan besar dan ia mengundang banyak orang” (Luk 14:16). Pada waktu makan tiba, orang itu menyuruh hambanya mengatakan kepada para undangan: “Marilah, sebab segala sesuatu sudah siap” (Luk 14:17). Kata-kata Yesus dalam perumpamaan ini terutama mengacu pada panggilan umat pilihan kepada Kerajaan Allah dan pada panggilan orang non-Yahudi (baca: kafir) juga, ketika banyak orang Israel menolak undangan-Nya. Namun demikian, kita dapat menerapkannya pada diri kita sendiri juga.

Kita (anda dan saya) juga telah diundang oleh Tuhan Yesus ke sebuah perjamuan besar, untuk ikut ambil bagian dalam suatu persahabatan intim dengan diri-Nya. Bahkan pada saat ini pun Yesus memanggil kita kepada suatu perjumpaan, suatu dialog dengan Dia dalam doa. Apakah kita telah menanggapi undangan-Nya dengan serius?

Sejumlah orang yang diundang dalam perumpamaan Yesus ini berdalih macam-macam: “Aku telah membeli ladang dan harus pergi melihatnya”, “Aku telah membeli lima pasang lembu dan harus pergi mencobanya”, “Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang” (Luk 14:18,19,20). Tuan rumah itu pun menjadi murka karena berbagai macam dalih yang diungkapkan oleh para undangan tersebut. Langsung saja tuan rumah itu menyuruh hambanya untuk pergi ke berbagai tempat untuk menemukan orang-orang dan “memaksa” mereka datang ke perjamuannya supaya rumahnya terisi penuh (Luk 14:21-23).

Sekarang, bagaimana dengan kita? Apakah kita secara teratur menerima undangan Tuhan untuk berdoa? Atau, apakah kita mengemukakan berbagai dalih untuk menghindar dari waktu hening bersama Tuhan, sampai habis waktu? Apabila kita sedang berdoa, apakah kita juga dibebani dengan berbagai urusan duniawi yang menutup kemungkinan Tuhan berbicara kepada kita, untuk memberikan makanan kepada kita dengan sabda-Nya?

Relasi kasih kita secara pribadi, relasi persahabatan kita dengan Yesus tidak dapat bertumbuh, jika kita tidak memenuhi undangan-Nya untuk menyediakan waktu sehari-hari bersama Dia …… sendiri.

Tidak seorang pun akan ditolak untuk ikut serta dalam perjamuan besar yang diselenggarakan oleh Tuhan. Semuanya tergantung kepada kita sendiri apakah kita mau datang atau tidak. Terserah kepada kita apakah kita mau mengesampingkan keprihatinan dan kepentingan materiil kita untuk sementara waktu setiap hari, atau menaruh semuanya itu di tangan-tangan-Nya, dan memperkenankan-Nya berbicara kepada kita, mengasihi kita, mendengar kita, membuat kita menjadi milik-Nya sendiri.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, kami berterima kasih penuh syukur kepada-Mu karena dalam doa kami Engkau telah memanggil kami ke dalam persahabatan dengan diri-Mu. Berbicaralah, ya Tuhan. Kami ada di sini untuk mendengarkan Engkau. Buatlah kami utuh dengan sabda-Mu. Amin.

Jakarta, 6 November 2023

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS