Daily Archives: June 22, 2018

JANGANLAH KHAWATIR TENTANG HIDUPMU

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari biasa Pekan Biasa XI – Sabtu, 23 Juni 2018) 

“Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.

Karena itu, Aku berkata kepadamu: Janganlah khawatir tentang hidupmu, mengenai apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah khawatir pula tentang tubuhmu, mengenai apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan dan tubuh itu lebih penting daripada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu di surga. Bukankah kamu jauh lebih berharga daripada burung-burung itu? Siapakah di antara kamu yang karena kekhawatirannya dapat menambah sehasta saja pada jalan hidupnya? Mengapa kamu khawatir mengenai pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi, jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih dahulu mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Karena itu, janganlah kamu khawatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di surga tahu bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kehendak-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Karena itu, janganlah kamu khawatir tentang hari esok, karena hari esok mempunyai kekhawatirannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” (Mat 6:24-34) 

Bacaan Pertama: 2Taw 24:17-25; Mazmur Tanggapan: Mzm 89:4-5,29-34

“Janganlah khawatir tentang hidupmu, mengenai apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah khawatir pula tentang tubuhmu, mengenai apa yang hendak kamu pakai … Pandanglah burung-burung di langit, … Perhatikanlah bunga bakung di ladang …” (Mat 6:25,26,28)

Petikan di atas sungguh merupakan pengajaran Yesus yang kedengarannya tidak masuk akal, teristimewa bagi kita yang tinggal dalam kota metropolitan yang serba sibuk. Orang juga dapat mengatakan bahwa tanaman pun melakukan sesuatu untuk dapat bertumbuh. Siapa pun yang memperhatikan seekor burung sebentar saja juga akan mengetahui bahwa burung itu sedemikian sibuknya mencari makan. Tetapi bukan itulah yang menjadi permasalahan. Yesus tidak mengatakan bahwa kita tidak perlu bekerja. Seorang Kristiani yang masih kuat bekerja haruslah bekerja. Paulus menulis, “Jika seseorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan” (2Tes 3:10). Yang penting di mata Yesus bukanlah perbuatan lahir, melainkan semangat batin orang bersangkutan. Semangat yang dikehendaki-Nya di sini adalah kepercayaan akan pertolongan Allah ketika seseorang bekerja. Yang ditolak Yesus bukanlah usaha kita, melainkan kekhawatiran ketika melakukan usaha tersebut.

Ada beberapa hal di sini. Hal pertama yang dapat mengurangi/menghilangkan kekhawatiran atau rasa cemas seorang Kristiani adalah iman-kepercayaannya bahwa dia tidak sendirian dalam pekerjaannya, tetapi bahwa Bapa surgawi senantiasa mendampinginya. Barang siapa memandang tugasnya mencari nafkah serta tanggung jawabnya atas keluarga sebagai tugas yang diberikan oleh Allah kepadanya dan yang hendak dipenuhinya dengan pertolongan-Nya maka dia tidak akan dijauhkan dari Allah, melainkan justru akan menjadi semakin dekat dengan-Nya. Orang itu pertama-tama mencari Kerajaan Allah, tetapi dengan cara seperti yang dikehendaki Allah dari padanya, yaitu dengan kerja sehari-hari serta mengurusi keluarganya. Orang itu tidak pernah akan merasa ditinggalkan seorang diri dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.

Hal kedua adalah bahwa orang yang sungguh beriman Kristiani mengetahui bahwa barang-barang duniawi ini tidaklah mengambil tempat tertinggi dalam kehidupannya. Oleh karena itu dia tidak akan “berjuang” mengejar-ngejar kekayaan sebagai orang yang sudah putus harapan. Mengapa? Karena sekalipun kekayaan duniawi akan dirampas daripadanya, misalnya karena peperangan, penyakit yang tak tersembuhkan dll., ia masih tetap yakin bahwa hidup jiwanya yang kekal-abadi berada dengan aman di tangan Bapa surgawi. Sebaliknyalah orang yang memandang bahwa kepemilikan kekayaan duniawi adalah satu-satunya andalan. Apabila dia melihat bahwa harta-kekayaan miliknya melenyap, maka dia akan tersiksa oleh ketakutan. Kehebatan ketakutan itu sebanding dengan kurangnya iman.

Hal ketiga yang bagi orang Kristiani mengandung suatu hiburan maupun perintah yang mencemaskan, adalah yang terdapat dalam kata-kata Yesus Ini: “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kehendak-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat 6:33). Sabda Yesus ini di satu pihak memberikan penghiburan, sebab Kerajaan Allah bukanlah pertama-tama berkembang karena usaha kita, melainkan oleh penyelenggaraan Allah sendiri. Dengan demikian, di sini kekhawatiran atau kecemasan samasekali tidak pada tempatnya. Bahkan usaha untuk mencari Kerajaan Allah ini janganlah dilaksanakan dengan kecemasan yang menegangkan syaraf, sebab barang siapa mencari dengan cara yang benar, sebetulnya sudah menemukannya. Barang siapa mencari Allah, memiliki kasih Allah dalam hatinya dan dengan demikian ia sudah menjadi anggota Kerajaan Allah. Ini bukanlah sebuah perkara yang harus mengkhawatirkan atau mencemaskan hati kita.

Di lain pihak sabda Yesus itu memang menimbulkan juga sedikit rasa khawatir. Mengapa? Karena Yesus memberikan suatu norma hidup yang tidak selalu menjadi norma kita. Kita tidak boleh lebih dahulu menyibukkan diri dengan perkara-perkara duniawi, dan kemudian – kalau ada waktu – barulah memperhatikan hal-hal surgawi. Barang siapa ingin lebih dahulu mencari Kerajaan Allah, harus pula mendahulukannya dalam segala pikiran dan hatinya, dalam sikap dan perilakunya. Hidup Kristiani yang hanya dilihat sebagai suatu appendix/tambahan/pelengkap, yang dipandang hanya berguna untuk hari tua, untuk waktu luang saja (kalau sempat) atau hari Minggu saja, samasekali tidak sesuai dengan semangat “Khotbah di Bukit”. Mengutamakan Allah serta Kerajaan-Nya menuntut “revolusi mental” dalam diri kita masing-masing, suatu perubahan mindset, suatu perubahan total dalam cara kita menilai dan karena itu juga dalam usaha batin kita. Dan justru perubahan batin inilah yang dimaksudkan oleh Yesus. Suatu perubahan dalam pandangan hidup seperti inilah yang dikehendaki oleh Yesus. Ia mengajarkan sebuah ajaran yang berbeda. Orang-orang yang berbicara mengenai dunia  belaka sama saja dengan para penebar racun, karena bagaimana pun kita harus tetap setia kepada surga. Oleh karena itu, carilah terlebih dahulu Kerajaan Allah.

Catatan: Adaptasi dari Richard Gutzwiller, RENUNGAN TENTANG MATEUS I (terjemahan Karmel P. Siantar, Percetakan Arnoldus Endeh Flores NTT, hal. 97-99.

DOA: Bapa surgawi, kasih dan perhatian-Mu terhadap kami sungguh tak terhingga; sungguh total-lengkap, intim dan mempribadi bagi kami masing-masing – anak-anak-Mu dalam Yesus Kristus. Dosa-dosa kami telah Kaubersihkan, dan Engkau telah melakukan semua dengan kasih-sayang yang hanya dapat diberikan oleh seorang ayah yang sejati. Pulihkanlah kami kepada kehidupan yang sejati – yang benar di mata-Mu, ya Bapa. Jagalah kami agar jangan pernah lupa bahwa dengan kekuatan kami sendiri, kami tidak berarti apa-apa. Kami sungguh membutuhkan tangan-Mu yang kuat untuk menuntun kami berjalan setiap hari. Amin.   

Jakarta, 22 Juni 2018 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS