Monthly Archives: October 2018

BERBAGAI CARA/JALAN UNTUK MENUJU KEKUDUSAN

(Bacaan Injil Misa Kudus pada HARI RAYA SEMUA ORANG KUDUS – Kamis, 1 November 2018 

Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang punya Kerajaan Surga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang lemah-lembut, karena mereka akan memiliki bumi. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kehendak Allah, karena akan dipuaskan. Berbahagialah orang yang berbelaskasihan, karena mereka akan beroleh belas-kasihan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya karena melakukan kehendak Allah, karena merekalah yang punya Kerajaan Surga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di surga. (Mat 5:1-12a)  

Bacaan Pertama: Why 7:2-34, 9-14; Mazmur Tanggapan: Mzm 24:1-6; Bacaan Kedua: 1Yoh 3:1-3 

Puji Tuhan! Bersukacitalah kita semua dalam Yesus Kristus! Dalam hikmatnya, Gereja telah menetapkan berbagai hari raya, pesta dan peringatan yang memperkenankan kita datang berkumpul bersama-sama sebagai keluarga dan merayakan siapa kita ini sebagai umat Allah. HARI RAYA SEMUA ORANG KUDUS yang kita rayakan pada tanggal 1 November setiap tahun ini adalah salah satu hari di kala mana kita mengenang mereka yang telah mendahului kita dalam iman.

Para kudus yang kita rayakan pada hari ini tidaklah terbatas pada mereka yang secara resmi telah dikanonisasikan oleh Gereja sebagai para martir dan orang-orang yang sangat suci lainnya. Pada hari ini kita merayakan “orang-orang kudus” yang digambarkan dalam Perjanjian Baru sebagai mereka yang percaya kepada Yesus Kristus dan mengikuti jejak-Nya. Misalnya Santo Paulus menyebut orang-orang Kristiani di Korintus sebagai “mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus” (1Kor 1:2). Demikian pula, dia (Paulus) menamakan umat Kristiani di Efesus sebagai “orang-orang kudus di Efesus, orang-orang percaya dalam Kristus Yesus” (Ef 1:1). Dengan perkataan lain, kita (anda dan saya) merayakan panggilan agung bagi kita semua! Kita semua sesungguhnya diundang oleh-Nya untuk menjadi salah seorang dari 144.000 orang yang disebut dalam Kitab Wahyu (Why 7:4). Tetapi jangan salah, angka 144.000 ini adalah lambang kepenuhan dari semua orang yang dikumpulkan ke dalam kerajaan Allah, jadi bukan angka untuk membatasi.

Dalam sejarahnya yang sudah 2.000 tahun lamanya, Gereja telah menunjukkan bukti-bukti ada begitu banyak umat-Nya yang hidup dalam kasih sejati: sebagai pelayan sesama, sebagai pendoa syafaat dsb. Orang-orang yang tak terbilang banyaknya itu bisa saja seorang Santo Fransiskus dari Assisi, seorang Santa Klara dari Assisi, seorang Santo Antonius dari Padua, seorang Ignatius dari Loyola, seorang Petrus Kanisius, seorang Santa Teresa dari Lisieux, seorang Santa Teresa dari Kalkuta dst., namun bisa juga seorang perempuan tua warga lingkungan kita yang selalu mendoakan orang-orang lain selama berjam-jam setiap harinya. Bisa juga dia adalah seorang “katekis” (tanpa ijazah akademis yang resmi) yang bekerja tanpa bayaran dan tentunya tanpa pamrih serta penuh pengabdian mendidik para katekumen di parokinya. Bisa juga dia adalah seorang biarawati dari sebuah kongregasi  religius yang relatif kecil, yang memberikan diri sepenuhnya bagi orang-orang kusta. Terlalu banyak contohnya untuk disebutkan satu persatu.

Pada “Khotbah di Bukit”, Yesus mengajarkan berbagai cara/jalan untuk menuju kekudusan, yaitu menaruh kepercayaan penuh kepada Allah, memiliki kelemah-lembutan, memiliki rasa lapar dan haus akan kehendak Allah, berbelaskasihan, memiliki hati yang suci,  dan membawa damai. Kita dapat mengalami kehidupan surgawi di atas bumi ini, sementara kita mengikuti jejak Yesus Kristus dari hari ke hari. Mengikuti jejak Kristus seringkali terasa berat dan tidak mudah karena hal itu berarti mengesampingkan hasrat-hasrat pribadi kita sendiri. Namun demikian, manakala Yesus memanggil kita agar mati  terhadap kepentingan diri sendiri, Dia juga memberikan kepada kita kuasa-Nya dan memimpin kita kepada kemenangan-Nya. Percayalah bahwa kita masing-masing juga dapat menjadi orang-orang kudus, karena dia memanggil kita kepada kesucian (baca: Lumen Gentium, Bab V: 39-42).

DOA: Tuhan Yesus. Pada waktu kami dibaptis, Engkau memenuhi diri kami dengan Roh Kudus. Oleh Roh Kudus-Mu ini, ya Tuhan, tolonglah kami agar mau dan mampu mengabdikan hidup kami bagi suatu kehidupan yang menghayati sepenuhnya “Ucapan Bahagia” (Sabda Bahagia) yang kami baca dan renungkan pada hari ini. Kami memuji Engkau, ya Tuhan Yesus. Dengan penuh syukur kami memuliakan nama-Mu senantiasa, karena Engkau telah memanggil kami untuk ikut ambil bagian dalam kehidupan-Mu selama-lamanya. Amin.

Jakarta, 31 Oktober 2018 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

 

 

 

MASUK MELALUI PINTU YANG SEMPIT

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Rabu, 31 Oktober 2018) 

Kemudian Yesus berjalan keliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa sambil mengajar dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem. Lalu ada seseorang yang berkata kepada-Nya, “Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Jawab Yesus kepada orang-orang di situ, “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sempit itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat. Jika tuan rumah telah bangkit dan telah menutup pintu, kamu akan berdiri di luar dan mengetuk-ngetuk pintu sambil berkata, ‘Tuan, bukakanlah pintu bagi kami!’ dan Ia akan menjawab dan berkata kepadamu, ‘Aku tidak tahu dari mana kamu datang.’ Lalu kamu akan berkata: Kami telah makan dan minum di hadapan-Mu dan Engkau  telah mengajar di jalan-jalan kota kami. Tetapi Ia akan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang, enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan! Di sana akan terdapat ratapan dan kertak gigi, ketika kamu melihat Abraham dan Ishak dan Yakub dan semua nabi di  dalam Kerajaan Allah, tetapi kamu sendiri dicampakkan ke luar. Orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. Sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang pertama dan ada orang yang pertama yang akan menjadi orang yang terakhir. (Luk 13:22-30) 

Bacaan Pertama: Ef 6:1-9; Mazmur Tanggapan: Mzm 145:10-14

Yesus tidak pernah “ngalor-ngidul” pada saat Ia menggambarkan penghakiman yang kita semua akan hadapi pada akhir hidup kita. Yesus menggunakan perumpamaan yang jelas guna menolong kita memahami dan mempersiapkan diri untuk peristiwa sangat penting itu. Manakala kita membaca dan mencoba merenungkan tentang ditutupnya “pintu yang sempit” pada hari penghakiman, maka mudahlah bagi kita untuk membayangkan perasaan takut yang menimpa seorang pribadi ketika mendengar Yesus berkata: “Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan!” (Luk 13:27). Yesus berkata bahwa ada orang-orang yang sebenarnya akan mendengar kata-kata-Nya yang “keras” tersebut dan menjadi terkejut karena mereka sebenarnya sudah mengenal diri-Nya dan ajaran-ajaran-Nya (Luk 13:26).

Yesus tidak memoles Injil-Nya agar terasa manis seperti sepotong kembang gula. Dia juga tidak menakut-nakuti para pendengar-Nya dengan konsekuensi-konsekuensi yang menyeramkan, kecuali bagi mereka yang tidak mempedulikan perintah-perintah-Nya. Orang-orang yang menerima sabda-Nya dalam hati mereka akan mengalami keselamatan dari diri-Nya. Oleh karena itu, “Surat kepada orang Ibrani” mengatakan: “… kita harus lebih teliti memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus” (Ibr 2:1). Tanggapan kita haruslah seperti yang diungkapkan oleh pada pendengar khotbah Petrus pada hari Pentakosta Kristiani yang pertama: “Apa yang harus kami perbuat, Saudara-Saudara?”  (Kis 2:37). 

Pertama-tama kita harus merasa pasti dalam hati kita bahwa kita telah sungguh “masuk melalui pintu yang sempit”. Tanpa memperkenankan perasaan “harga diri” mengganggu analisis kita, kita perlu memohon kepada Roh Kudus untuk menunjukkan kepada kita kondisi sesungguhnya diri kita di hadapan Allah. Sekali kita telah mengakui beratnya dosa kita dan kedalaman kebutuhan kita akan Yesus, maka kita dapat dengan aman menaruh pengharapan kita dalam Dia, “Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan supaya dunia diselamatkan melalui Dia” (Yoh 3:17). 

Setelah masuk melalui pintu sempit iman kepada/dalam Kristus, maka kita pun akan aman berada dalam benteng pertahanan Allah, seperti dikatakan Yesus, “Siapa saja yang percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; siapa saja yang tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah” (Yoh 3:18). Dengan percaya kepada-Nya, kita tidak perlu lagi merasa takut akan hari di mana sang pemilik rumah akan menutup pintunya agar kita tidak dapat masuk. Mengapa? Karena kita sudah berada di dalam rumah itu! 

Jadi, tujuan kita bukanlah untuk masuk ke dalam rumah, melainkan untuk tetap berada di dalam rumah. Iblis sangat berkemungkinan akan menyerang kita – dengan rasa ragu-ragu, rasa takut, penolakan, rasa kecil-minder, menjadi objek berbagai dakwaan dan banyak lagi. Iblis mungkin mencoba membujuk serta meyakinkan kita bahwa kita masih berada di luar rumah dan merasa kedinginan. Kekuasaan dan kenikmatan duniawi juga tetap dapat menumpulkan hasrat kita akan kehidupan yang ditawarkan oleh Yesus. Jadi, kita harus mengandalkan diri pada jati diri kita sebagai seorang Kristiani sejati untuk dapat berdiri teguh dalam iman! Jika kita berdiam dalam Kristus, kita tidak perlu merasa takut. Santo Yohanes Penginjil menulis: “Inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: Iman kita” (1Yoh 5:4).

DOA: Tuhan Yesus, Engkau mengatakan bahwa Engkau selalu melakukan kehendak Bapa surgawi. Kami percaya, bahwa kami membutuhkan disiplin-diri guna mengembangkan karakter kami sebagai murid-murid-Mu yang sejati, agar dengan demikian kami pun mampu masuk melalui pintu yang sempit yang akan membawa kami ke dalam Kerajaan Allah. Amin. 

Jakarta, 30 Oktober 2018 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

DENGAN APAKAH AKU AKAN MENGUMPAMAKAN KERAJAAN ALLAH?

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Selasa, 30 Oktober 2018) 

Lalu kata Yesus, “Seumpama apakah hal Kerajaan Allah dan dengan apakah Aku akan mengumpamakannya? Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang diambil dan ditaburkan orang di kebunnya; biji itu tumbuh dan menjadi pohon dan burung-burung bersarang pada cabang-cabangnya.”  Ia berkata lagi, “Dengan apakah Aku akan mengumpamakan Kerajaan Allah? Kerajaan itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu sebanyak empat puluh liter sampai mengembang seluruhnya.” (Luk 13:18-21) 

Bacaan Pertama: Ef 5:21-33; Mazmur Tanggapan: Mzm 128:1-5 

Apabila digunakan oleh seorang guru yang baik, maka perumpamaan-perumpamaan dapat menjadi sarana yang berguna untuk menghasilkan pemikiran dan refleksi.  Melalui gambaran yang kaya namun sederhana, sebuah perumpamaan menantang para pendengarnya untuk memahami sebuah pokok-masalah pada tingkat yang berbeda-beda. Yesus seringkali menggunakan perumpamaan-perumpamaan untuk memperluas pemahaman para murid-Nya tentang kerajaan Allah.

Setelah dalam beberapa bab/fasal Injilnya menggambarkan kerajaan Allah dan arti dari jalan Kristiani, Lukas merangkum pokok-pokok ini dengan “perumpamaan tentang biji sesawi dan ragi”. Perumpamaan singkat ini mengikuti beberapa contoh meningkatnya perlawanan terhadap Yesus, termasuk penolakan orang-orang Samaria (Luk 9:51-53) dan permusuhan kaum Farisi yang semakin meningkat (Luk 11:53). Karena perlawanan ini, Yesus mengundang para murid-Nya untuk memandang kerajaan Allah dari suatu perspektif global: “Kerajaan itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung sebanyak empat puluh liter sampai mengembang seluruhnya” (Luk 13:18-21).

Gambaran ini mengingatkan kita kepada cara sederhana ketika mulai diumumkannya kerajaan Allah oleh seorang tukang kayu dari Nazaret yang tak dikenal, kepada sekelompok orang yang terdiri dari para nelayan dan orang-orang yang “biasa-biasa saja”, malah ada juga anggota gerakan ‘zeloti’ Galilea yang dikenal bergaris-keras. Namun demikian, dari awal yang sederhana-tak-berarti ini, pemerintahan Allah yang bersifat kekal-abadi masuk ke dalam dunia kita yang dibatasi ruang dan waktu. Kerajaan Allah akan berlanjut di dalam dunia ini sampai Yesus Kristus datang kembali dalam kemuliaan-Nya.

Yesus juga meminta agar para murid-Nya menerapkan perumpamaan itu pada suatu tingkat personal. Kalau kita memandang dengan cara seperti ini, maka kita akan melihat bahwa hal-hal paling kecil sekalipun yang kita lakukan untuk membuat diri kita hadir bagi Allah dapat membuat dampak yang besar. Siapa yang pernah menyangka bahwa Santa Frances Xavier Cabrini yang sakit-sakitan, bersama-sama beberapa temannya, akan mendirikan sebuah kongregasi para biarawati (Missionary Sisters of the Sacred Heart) pada tahun 1880, yang kemudian bertumbuh menjadi besar dan banyak sekali menolong orang-orang miskin di rumah-rumah sakit serta panti-panti asuhan mereka di Amerika Serikat dan di seluruh dunia? Santa Fransiska Cabrini ini adalah warga negara Amerika pertama yang dikanonisasikan sebagai orang kudus (1946), hanya beberapa tahun setelah kematiannya di Chicago pada tahun 1917. Dia dilahirkan di Sant’Angelo di Lodi, Lombardy pada tahun 1850 dan dia adalah seorang anggota Ordo Ketiga sekular Santo Fransiskus, sebelum mendirikan kongregasi suster-suster tersebut di atas. Biara pertama mereka pun adalah bekas biara para Saudara Dina. Fransiska Cabrini berimigrasi ke Amerika Serikat dalam usianya yang masih muda. Allah menggunakan iman “biji sesawi” dan “ragi” perempuan sakit-sakitan ini untuk mencapai karya kasih yang begitu besar, indah dan agung. Yesus mengajarkan bahwa kerajaan Allah mulai secara kecil-kecilan dalam hati kita, namun dapat bertumbuh menjadi sesuatu yang dapat mentransformasikan dunia.

DOA: Ya Tuhan dan Allahku, engkau tidak menetapkan batasan-batasan bagaimana kerajaan-Mu akan bertumbuh-kembang. Melalui ketaatanku, semoga datanglah kerajaan-Mu dalam kehidupanku dan dalam diri mereka yang ada di sekelilingku. Amin.

Jakarta, 29 Oktober 2018 

Sdr.F.X. Indrapradja, OFS

YESUS MENYEMBUHKAN SEORANG PEREMPUAN BUNGKUK PADA HARI SABAT

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Senin, 29 Oktober 2018) 

Pada suatu kali Yesus mengajar dalam salah satu rumah ibadat pada hari Sabat. Di situ ada seorang perempuan yang telah delapan belas tahun dirasuk roh sehingga ia sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri tegak lagi. Ketika Yesus melihat perempuan itu, Ia memanggil dia dan berkata kepadanya, “Hai ibu, penyakitmu telah sembuh.” Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga tegaklah perempuan itu, dan memuliakan Allah. Tetapi kepala rumah ibadat gusar karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, lalu ia berkata kepada orang banyak. “Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat.”  Tetapi Tuhan berkata kepadanya, “Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman? Perempuan ini keturunan Abraham dan sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis; bukankah ia harus dilepaskan dari ikatannya itu?”  Waktu ia berkata demikian, semua lawan-Nya merasa malu dan semua orang banyak bersukacita karena segala perbuatan mulia yang telah dilakukan-Nya. (Luk 13:10-17) 

Bacaan Pertama: Ef 4:32-5:8; Mazmur Tanggapan: Mzm 1:1-6 

Dalam penyembuhan perempuan yang bungkuk karena dirasuki roh jahat dan perumpamaan yang menyusulnya, Yesus Kristus mengungkapkan beberapa karakteristik kerajaan-Nya. Yang pertama dan utama, Yesus menunjukkan bahwa kerajaan Allah itu terbuka bagi semua orang tanpa batas. Dalam masyarakat Yahudi pada zaman itu, para perempuan seringkali diperlakukan sebagai warga kelas dua. Namun demikian, lihatlah bagaimana Yesus memperlakukan perempuan bungkuk itu. Yesus menyebutnya sebagai “puteri keturunan Abraham” (Luk 13:16), artinya Yesus menekankan atau menggaris-bawahi nilai/harga perempuan itu sebagai salah seorang umat pilihan Allah.

Dalam Injil Lukas, Yesus ditampilkan sebagai seseorang yang dengan tangan terbuka menyambut baik orang-orang yang telah ditolak oleh masyarakat – pendosa, orang sakit, orang miskin dan lain sebagainya. Kasih dan kerahiman ilahi-Nya (yang telah ditunjukkan dalam penyembuhan perempuan bungkuk itu) tersedia bagi semua orang. Tidak ada pembatasan-pembatasan di mana Dia dapat bekerja, siapa yang dapat disentuh atau dijamah-Nya, dan/atau apa yang dapat dilakukan-Nya.

Sang kepala sinagoga menantang otoritas Kristus untuk menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat. Menurut hukum Yahudi (Kel 20:8-10) hari Sabat harus dipegang kesuciannya, dan bekerja tidak diperkenankan. Di sinilah Yesus menunjuk pada buah pikiran orang Farisi yang keliru itu. Yesus mengatakan, kalau mengurusi hewan peliharaan itu dinilai tidak melanggar hukum hari Sabat, apalagi mengurusi seorang manusia yang sangat membutuhkan pertolongan. Yesus menantang kesempitan pandangan kaum Farisi yang begitu memegang teguh huruf-huruf hukum (artinya yang tersurat), namun luput melihat apa yang tersirat dalam huruf-huruf hukum itu, yaitu “jantung” hukum Taurat itu sendiri, artinya kasih kepada Allah dan sesama. Dengan menyembuhkan perempuan bungkuk itu, Yesus justru menegakkan jantung dari hukum: KASIH.

Satu lagi atribut kerajaan Allah adalah kebebasan dari ikatan dosa dan kejahatan (si jahat). Pada awal karya pelayanan-Nya di depan umum, Yesus mengumumkan: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Luk 4:18-19). Dengan menyembuhkan perempuan bungkuk itu, Yesus sebenarnya memberikan konfirmasi bahwa Roh Kudus ada pada-Nya dan Ia memang sedang melakukan karya Allah.

DOA: Bapa surgawi, Engkau adalah Allah yang mengasihi dan penuh kerahiman. Engkau ingin membawa semua orang kepada keselamatan. Luaskanlah daya penglihatanku terhadap kerajaan-Mu dan mampukanlah aku untuk berbagi dengan orang-orang lain kasih dan keprihatinan-Mu yang bersifat universal. Tolonglah aku membuat komitmen atas hidupku untuk berbagi pesan Injil Yesus Kristus dengan mereka yang ada di sekelilingku, dengan demikian turut memajukan kerajaan-Mu di atas bumi ini. Amin. 

Jakarta, 28 Oktober 2018 [HARI MINGGU BIASA XXX – TAHUN B] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

KUAT-KUASA YANG TERKANDUNG DALAM NAMA YESUS

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA XXX [TAHUN B] – 28 Oktober 2018) 

Lalu tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Yerikho. Ketika Yesus keluar dari Yerikho bersama-sama murid-murid-Nya dan orang banyak yang berbondong-bondong ada seorang pengemis yang buta, bernama Bartimeus, anak Timeus, duduk di pinggir jalan. Ketika didengarnya bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru, “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Banyak orang menegurnya supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru, “Anak Daud, kasihanilah aku!” Yesus berhenti dan berkata, “Panggillah dia!” Mereka memanggil orang buta itu dan berkata kepadanya, “Teguhkanlah hatimu, berdirilah, ia memanggil engkau.” Orang buta itu menanggalkan jubahnya, lalu segera berdiri dan pergi kepada Yesus. Tanya Yesus kepadanya, “Apa yang kaukehendaki Kuperbuat bagimu?”  Jawab orang buta itu, “Rabuni, aku ingin dapat melihat!”  Lalu kata Yesus kepadanya, “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!” Saat itu juga ia dapat melihat, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. (Mrk 10:46-52) 

Bacaan Pertama: Yer 31:7-9; Mazmur Tanggapan: Mzm 126:1-6; Bacaan Kedua: Ibr 5:1-6 

“Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” (Mrk 10:47,48)

Bartimeus yang buta itu menyerukan nama Yesus dengan keras – sampai dua kali – dan pada akhirnya penglihatannya dipulihkan. Memang sungguh luar biasa kuat-kuasa yang ada dalam dalam Yesus! Yesus ini dengan penuh ketaatan kepada kehendak Bapa-Nya menerima kematian di atas kayu salib, dan “itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku, Yesus Kristus adalah Tuhan,’ bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2:6-11).

Inilah NAMA yang dideklarasikan oleh Santo Petrus di hadapan Mahkamah Agama Yahudi: “Tidak ada keselamatan di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis 4:12).

Nama Yesus adalah nama yang paling dicintai oleh orang-orang Kristiani yang sejati. Menurut Santo Bernardus dari Clairvaux [1090-1153], nama Yesus adalah “madu bagi mulut, musik bagi telinga, sebuah seruan kegembiraan dalam hati. Lihatlah dengan terbitnya nama itu setiap awan terpecah dan hari yang cerahpun kembali. Apakah ada orang yang telah jatuh ke dalam dosa, dan lari dengan putus-asa ke arah jaring-jaring maut? Bukankah dengan menyebut nama Kehidupan, maka kehidupan dapat diperbaharui dalam dirinya? (Sermon 15 tentang Kidung-kidung).

Ketika si buta Bartimeus mendengar bahwa Yesus ada di tengah-tengah orang banyak, dia mulai menyerukan nama-Nya: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Lihatlah tanggapan penuh kasih dari Yesus: …… Yesus berhenti dan berkata, “Panggillah dia!” Kemudian orang-orang itu mengatakan kepada Bartimeus: “Teguhkanlah hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau.” Ini adalah sebuah undangan Yesus kepada kita masing-masing untuk menyerukan nama-Nya untuk setiap kebutuhan kita!

Sedikit orang telah menulis dengan demikian indahnya mengenai kuasa penyembuhan yang terkandung dalam Nama Yesus, seperti Santo Bernardus dari Clairvaux. Dalam meditasinya tentang puji-pujian bagi nama yang dikasihi dalam Kidung, Bernardus mengatakan: “Bukan tanpa alasan Roh Kudus mengibaratkan nama Mempelai laki-laki sebagai minyak, ketika Dia menginspirasikan mempelai perempuan untuk mengatakan kepada Mempelai laki-laki: Nama-Mu adalah seperti minyak yang dicurahkan. Karena minyak memberikan terang, memberikan makan, mengurapi. Minyak juga menyalakan api; membaharui tubuh; mengurangi rasa sakit. Minyak adalah terang, makanan, obat. Lihatlah bagaimana nama Mempelai laki-laki yang sejati. Nama itu adalah terang kalau diwartakan; adalah makanan dalam meditasi; balsem dan menyembuhkan kalau dimohonkan bantuannya.”

DOA: Yesus Kristus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku. Terpujilah nama-Mu selalu. Amin.

Jakarta, 27 Oktober 2018 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PERTOBATAN

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXIX – Sabtu, 27 Oktober 2018) 

Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampur Pilatus dengan darah kurban yang mereka persembahkan. Yesus berkata kepada mereka, “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya daripada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? “Tidak!”, kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian. Atau sangkamu kedelapan belas orang yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya daripada kesalahan semua orang lain yang tinggal di Yerusalem? “Tidak”, kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian.”

Kemudian Yesus menyampaikan perumpamaan ini, “Seseorang mempunyai pohon ara yang ditanam di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Lihatlah, sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan sia-sia! Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!” (Luk 13:1-9) 

Bacaan Pertama: Ef 4:7-16; Mazmur Tanggapan: Mzm 122:1-5 

Yesus melanjutkan pengajaran-Nya tentang tema “pertobatan” dan memerintahkan para pendengar-Nya supaya mengindahkan peringatan-Nya tentang urgency dari tugas yang harus mereka lakukan, yaitu melakukan pertobatan sebelum terlambat. Beberapa dari orang banyak yang hadir menceritakan kepada-Nya suatu peristiwa yang mungkin terjadi pada waktu-waktu di sekitar hari raya Paskah, di mana sejumlah orang Galilea dibunuh selagi mereka mempersembahkan kurban.

Tidak ada sumber lain kecuali Injil Lukas yang membuktikan nilai kesejarahan dari peristiwa yang mengejutkan ini. Namun, jika kita sungguh mengetahui betapa bencinya Pilatus terhadap orang-orang Yahudi, dan jika kita sungguh mengetahui catatan tentang intensitas dan bobot perlawanan orang-orang Galilea dalam perjuangan mereka melawan orang-orang Romawi, maka peristiwa itu sangat mungkin merupakan peristiwa yang  memang sungguh terjadi. Pilatus biasanya mengirim pasukannya yang menyaru dengan mengenakan jubah-jubah panjang. Mereka menyelusup ke tengah-tengah umat Yahudi yang sedang berkumpul. Dengan demikian, jika mulai ada tanda-tanda yang mencurigakan, maka massa dapat dibubarkan dengan  menggunakan pentungan. Sejarawan Yosefus memberi kesaksian tentang efisiensi yang penuh keganasan dari para serdadu di bawah komando Pilatus. Memang Yosefus tidak menyebutkan peristiwa yang diceritakan dalam bacaan Injil hari ini, namun pesannya sungguh selaras, sedikitnya tidak bertentangan.

Akan tetapi, dalam hal ini kita pun tidak boleh mengabaikan bahwa orang-orang yang membawa kabar tersebut mungkin saja membuat-buat cerita untuk men-tes tanggapan Yesus terhadap pendudukan negeri mereka oleh Kekaisaran Roma dan mungkin-tidaknya Dia mengambil inisiatif untuk memulai gerakan revolusioner secara besar-besaran. Apa pun motif yang melatar-belakangi tindakan orang-orang tersebut melaporkan peristiwa tersebut kepada Yesus, Ia menggunakan saat itu untuk mengajarkan kepada mereka tentang “pertobatan”.

Yesus kemudian mensyeringkan refleksi-Nya sendiri tentang suatu insiden di mana 18 orang mati ditimpa menara di dekat Siloam. Yesus mengatakan bahwa para korban kecelakaan tersebut tidak lebih buruk daripada orang-orang Galilea lain dalam hal kedosaan. Dengan tegas Yesus menolak pandangan kuno yang menyamakan antara kedosaan dan penderitaan. Bencana dan kecelakaan bukanlah ditimpakan oleh Allah atas diri orang sebagai hukuman atas dosa orang itu. Kalau begitu halnya, maka orang dapat berkesimpulan bahwa orang yang hidup adalah kurang berdosa. Lebih penting lagi, Yesus menolak imaji Allah yang memiliki pandangan khusus seperti itu. Yesus membuat jelas bahwa Allah yang diwartakan-Nya tidak menjalin relasi dengan umat-Nya melalui peristiwa bencana dan kecelakaan, juga Allah tidak membuktikan diri-Nya Allah dengan menyusun “liturgi sadisme” di mana Ia sungguh akan diakui sebagai Allah.

Allah yang diperkenalkan oleh Yesus adalah Allah yang tidak memiliki kharisma untuk menimbulkan kekacau-balauan. Ia adalah Allah yang ingin agar supaya umat-Nya kembali kepada-Nya dan menemukan diri mereka sendiri yang sebenarnya. Yesus mengatakan bahwa setiap orang memiliki keserupaan dasar dengan orang-orang Galilea yang dibunuh oleh Pilatus dan 18 orang yang menjadi korban kecelakaan di dekat Siloam: setiap orang adalah orang berdosa yang perlu/harus melakukan pertobatan. Namun sebaliknya dari orang-orang itu, generasi sekarang ini telah diberitahukan jauh-jauh hari sebelumnya agar supaya dapat mempersiapkan diri dengan baik. Yesus bersabda: “… jika kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian” (Luk 13:5).

Luke 13:6-9.

Sekarang, kita akan menyoroti bagian kedua bacaan Injil ini, yaitu “perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah” (Luk 13:6-9). Pesan dari perumpamaan Yesus ini adalah, bahwa masih ada waktu untuk perubahan. Imaji Allah yang disampaikan oleh Yesus di sini adalah “seorang” Allah yang sabar, yang bersedia atau mau untuk menunggu. Namun apabila Allah memiliki segala waktu di dalam dunia, tidak demikian halnya dengan manusia. Per definisi, waktu membatasi tindak-tanduk manusia, dan Yesus mendesak agar supaya para pendengar-Nya menggunakan waktu yang mereka miliki untuk melakukan pertobatan. Kedosaan dari seseorang yang direncanakan-Nya untuk menjadi seorang manusia baik, sama saja artinya dengan ketidakmampuan untuk berbuah dari sebatang pohon yang diciptakan untuk menghasilkan buah. Yesus menginginkan agar orang-orang sungguh-sungguh berupaya untuk melakukan pertobatan.

DOA: Yesus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku, terimalah pengakuan dosa-dosaku yang selama ini menjadi beban yang menindih diriku. Perkenankanlah aku menjadi seorang murid-Mu yang setia. Amin.

Jakarta, 26 Oktober 2018 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

TANDA-TANDA TERSEBUT TIDAK BERHENTI PADA PERJANJIAN BARU

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXIX – Jumat, 26 Oktober 2018) 

Yesus berkata lagi kepada orang banyak, “Apabila kamu melihat awan naik di sebelah barat, segera kamu berkata: “Akan datang hujan, dan hal itu memang terjadi. Apabila kamu melihat angin selatan bertiup, kamu berkata: Hari akan panas terik, dan hal itu memang terjadi. Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini?

Mengapa engkau juga tidak memutuskan sendiri apa yang benar? Sebab, jikalau engkau dengan lawanmu pergi menghadap pemerintah, berusahalah berdamai dengan dia selama di tengah jalan, supaya jangan engkau diseretnya kepada hakim dan hakim menyerahkan engkau kepada pembantunya dan pembantu itu melemparkan engkau ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Engkau tidak akan akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.” (Luk 12:54-59) 

Bacaan Pertama: Ef 4:1-6; Mazmur Tanggapan: Mzm 24:1-6

Allah membuat banyak “tanda-tanda heran” bagi umat-Nya selagi Dia memimpin mereka menuju “tanah terjanji”. Dia membelah Laut Teberau (Kel 14:15-31), membimbing perjalanan mereka di padang gurun dengan tiang api dan awan (Kel 13:21), bahkan Ia memberi makan mereka secara ajaib dengan manna dan buruh puyuh (baca: Kel 16). Dengan jalan serupa, Yesus juga membuat banyak mukjizat dan tanda heran, semuanya merupakan indikator bahwa Kerajaan Allah sudah ada di tengah mereka.

Terpujilah Allah, karena tanda-tanda tersebut tidak berhenti pada Perjanjian Baru. Dalam setiap zaman, Allah bekerja, dengan penuh kuasa membentangkan rencana penyelamatan-Nya. Sebagaimana orang-orang pada zaman Yesus, kita pun dipanggil untuk membaca tanda-tanda dari tindakan Allah dan kedatangan Kerajaan-Nya di tengah-tengah kita.

Banyak tanda-tanda hari ini menunjuk pada hasrat Allah akan persatuan, tidak hanya dengan umat Kristiani yang terpecah-pecah sejak berabad-abad lalu, melainkan juga dengan kemanusiaan yang terpecah-pecah. Kita dapat melihat, misalnya, beberapa hal yang telah dilakukan oleh almarhum Santo Paus Yohanes Paulus II beberapa tahun menjelang tahun 2000. Beliau memberi persetujuan atas “Deklarasi Bersama tentang Doktrin Pembenaran” (Joint Declaration on the Doctrine of Justification) yang ditandatangani oleh Vatikan dan Federasi Gereja Lutheran Dunia (the World Lutheran Federation) pada bulan Oktober 1999. Sri Paus juga memimpin suatu kebaktian doa ekumenis untuk persatuan umat Kristiani dengan para pemimpin Kristiani di Basilika Santo Paulus Di luar tembok pada bulan Januari 2000. Dalam bulan Februari 2000, beliau melakukan perjalanan ziarah ke Gunung Sinai untuk berdoa bagi umat manusia agar merangkul hukum moral dan kebenaran Allah. Pada bulan Maret tahun yang sama, beliau mendoakan sebuah doa pengakuan dosa di mana beliau memohon pengampunan atas dosa-dosa para warga Gereja di masa lampau dan sekarang. Akhirnya di Yerusalem, Sri Paus menghimbau terwujudnya kerja sama antara umat Yahudi, Kristiani dan Muslim. Semua tindakan Sri Paus ini dan juga banyak lagi tindakan serupa sebenarnya merupakan ungkapan kenabian, tanda-tanda bagi semua umat yang percaya berkaitan dengan hasrat mendalam dari Bapa surgawi untuk terciptanya persatuan umat manusia.

Tanda-tanda ini memang ada dan terjadi di sekeliling kita – bahkan di dalam hati kita masing-masing. Kita sekarang hidup pada masa pencurahan rahmat secara istimewa dari surga. Oleh karena itu, marilah kita dengan tekun melanjutkan berdoa untuk tercapainya persatuan Kristiani, bagi orang-orang Yahudi, dan untuk semua orang yang belum mengenal Allah, semoga mereka mencari Dia dengan segenap hati dan akhirnya menemukan-Nya.  Marilah kita senantiasa membuka mata kita terbuka bagi tanda-tanda dan menyambut gerakan-gerakan Yesus melalui Roh-Nya di dalam dunia.

DOA: Roh Kudus, bukalah mata kami agar mampu melihat apa yang Engkau sedang lakukan di tengah-tengah kami. Berikanlah kepada kami visi yang segar, pengharapan yang segar dan sukacita yang segar dalam membawa Kabar Baik kepada orang-orang lain. Amin.

Jakarta, 25 Oktober 2018 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

BUKAN DAMAI, MELAINKAN PERTENTANGAN

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXIX – Kamis, 25 Oktober 2018) 

“Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapa Aku harapkan, api itu telah menyala! Aku harus dibaptis dengan suatu baptisan, dan betapa susah hati-Ku, sebelum hal itu terlaksana! Kamu menyangka bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan. Karena mulai sekarang akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya.”  (Luk 12:49-53) 

Bacaan Pertama: Ef 3:14-21; Mazmur Tanggapan: Mzm 33:1-2,4-5,11-12,18-19 

Sadar atau tidak sadar, kita manusia adalah makhluk-makhluk yang terikat pada adat-kebiasaan. Kita menyukai rutinitas yang sudah familiar dan seringkali mencari keamanan dari hal-hal yang kita dapat kendalikan. Misalnya refren yang biasa kita dengar: “Pokoknya, damai tenteram!” Akan tetapi Yesus mengatakan: “Kamu menyangka bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan” (Luk 12:51). Kadang-kadang kata-kata Yesus memang sulit untuk dipahami. Injil-Nya bukanlah sekadar suatu pesan damai dan sukacita, melainkan pesan mengenai perpecahan dan perjuangan juga. Dia datang ke tengah umat manusia untuk memisahkan kegelapan dari terang, namun kecenderungan pribadi kita untuk berdosa menolak pemisahan sedemikian.

Sifat dari salib Kristus-lah yang akan membuat kita mampu untuk memisahkan kedagingan dan roh. Semakin penuh kita menyerahkan diri kepada kerja Kristus membersihkan kita – walaupun terasa sulit – semakin besar pula warisan yang kita terima daripada-Nya pada akhir zaman. Dengan demikian, semakin besar pula sukacita dan damai sejahtera kita dalam kehidupan ini.

Yesus Kristus, sang Raja Damai, ingin agar kita memahami bahwa damai-sejahtera-Nya akan memenuhi diri kita apabila kita memilih diri-Nya dan jalan-Nya, bukannya jalan-jalan atau cara-cara dunia yang ujung-ujungnya berakibat negatif bagi keselamatan jiwa kita. Kemuridan/pemuridan Kristiani mengandung biaya yang tidak sedikit, karena dapat mengakibatkan perpecahan dalam keluarga. Akan tetapi, meski dalam situasi yang paling sulit dan penuh pencobaan pun, Yesus memerintahkan kita – seperti juga ketika Dia memberdayakan kita – untuk mengasihi musuh-musuh kita dan mendoakan mereka yang menganiaya kita (Mat 5:44). Ini adalah pilihan yang dapat kita buat di tengah-tengah konflik-konflik keluarga. Sebagai akibatnya, berkat-berkat ilahi akan mengalir dengan deras ketika kita mengingat belas kasih Allah atas diri kita masing-masing dan menempatkan iman kita dalam kehadiran Roh-Nya di dalam diri kita.

Yesus mengutus Roh Kudus – api cintakasih Allah – untuk memurnikan kita dan mencerahkan pikiran kita bagi kebenaran-kebenaran Kerajaan-Nya. Sementara kita terus setia dalam doa-doa harian kita dan pembacaan serta permenungan sabda Allah dalam Kitab Suci, dan selagi kita dengan setia pula berpartisipasi dalam liturgi-liturgi (terutama dalam perayaan Ekaristi) dan karya-karya pelayanan Gereja, maka Roh Kudus-Nya akan senantiasa bersama kita: Dia membimbing, menuntun dan memberdayakan kita dengan tak henti-hentinya. Roh Kudus ini akan memperkuat dan membimbing kita melalui setiap konflik dan perjuangan kita. Yesus meyakinkan kita: “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” (Yoh 16:33).

DOA: Yesus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku. Tuhan, berikanlah kepadaku sebuah hati seperti hati-Mu, yang senantiasa bersedia melakukan kehendak Bapa. Penuhilah pikiran dan hatiku dengan kebenaran-Mu sehingga dengan demikian aku akan mengetahui bilamana diriku dimurnikan oleh api cintakasih-Mu. Engkau memang pantas untuk dikasihi, dipuji disembah dan dimuliakan, sekarang dan selama-lamanya. Amin.

Jakarta, 24 Oktober 2018 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

RAHASIA PANGGILAN ORANG-ORANG BUKAN YAHUDI

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXIX – Rabu, 24 Oktober 2018

Memang kamu telah mendengar tentang penyelenggaraan anugerah Allah, yang dipercayakan kepadaku karena kamu, yaitu bagaimana rahasia itu diberitahukan kepadaku melalui wahyu, seperti yang telah kutulis di atas dengan singkat. Apabila kamu membacanya, kamu dapat mengetahui pengertianku tentang rahasia Kristus, yang pada zaman orang-orang dahulu tidak diberitahukan kepada anak-anak manusia, tetapi sekarang dinyatakan di dalam Roh kepada rasul-rasul dan nabi-nabi-Nya yang kudus, yaitu bahwa orang-orang bukan Yahudi, karena Injil, turut menjadi ahli-ahli waris dan anggota-anggota tubuh dan peserta dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus. Dari Injil itu aku telah menjadi pelayannya menurut pemberian anugerah Allah, yang diberikan kepadaku sesuai dengan pengerjaan kuasa-Nya. Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah diberikan anugerah ini, untuk memberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi kekayaan Kristus, yang tidak terduga itu, dan untuk membuat semua orang melihat rencana rahasia yang telah berabad-abad tersembunyi dalam Allah yang menciptakan segala sesuatu, supaya sekarang melalui jemaat diberitahukan berbagai ragam hikmat Allah kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di surga, sesuai dengan maksud abadi, yang telah dilaksanakan-Nya dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan melalui iman kita kepada-Nya. (Ef 3:2-12) 

Mazmur Tanggapan:  Yes 12:2-6; Bacaan Injil: Luk 12:39-48

Hati Paulus tergetar untuk memberitakan perwahyuan Allah, bahwa semua orang adalah satu dalam Kristus. Kita diperdamaikan dengan Allah dan manusia satu sama lain melalui kematian dan kebangkitan Yesus. Kita semua adalah para pewaris, anggota-anggota dari satu Tubuh, dan masing-masing ikut ambil bagian dalam janji-janji Allah yang diberikan dalam nama Yesus Kristus. Bersama-sama kita menjadi Gereja. Sebagai Gereja kita dipanggil dan diberdayakan agar mampu mencerminkan hikmat dan kebenaran Allah yang bersifat kekal-abadi – bahkan kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di surga. Yesus telah memberikan kepada kita kemampuan untuk berdiri teguh setiap hari dan menang atas dosa dan Iblis.

Dalam Yesus, Gereja – secara keseluruhan maupun masing-masing umat percaya sebagai anggotanya – diberdayakan sehingga akhirnya secara total mampu mengalahkan semua kejahatan. Paulus menulis, “Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka” (Kol 2:15). Paulus menginginkan semua anggota Gereja memahami secara mendalam kuasa yang diberikan Yesus kepada mereka untuk berurusan dengan kejahatan, dan “di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan melalui iman kita kepada-Nya” (Ef 3:12).

Kita harus menyadari bahwa kita semua sekarang sedang berada di tengah-tengah suatu pertempuran spiritual atau perang rohani. Santo Petrus mengingatkan seperti berikut: “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya” (1Ptr 5:8). Iblis memang ingin mematahkan serta mengalahkan serta menghancurkan iman dan pengharapan kita. Iblis ingin meyakinkan kita  bahwa dia mempunyai kuasa yang lebih besar, godaan-godaannya dapat menjadi kuat dan serius. Iblis ingin ingin menyebabkan kita menjadi takut dan gemetar di hadapannya. Namun Yesus bersabda kepada para murid-Nya (termasuk kita tentunya): “Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa atas segala kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu” (Luk 10:19).

Marilah kita menjawab panggilan kita dan  mendorong ke belakang segala kegelapan dunia yang disebabkan oleh si Jahat. Bagaimana? Tidak melalui kekuatan kita sendiri, melainkan melalui akses kita kepada takhta Allah. Setiap hari kita dapat datang ke hadapan hadirat Allah melalui doa-doa dan pembacaan serta permenungan sabda Allah dalam Kitab Suci. Sepanjang hari kita dapat berdiri kokoh dalam iman dan mohon kuat-kuasa Yesus. Selagi kita melakukannya, Allah akan mencurahkan semua rahmat-Nya yang kita butuhkan, tidak hanya untuk mengalahkan musuh, melainkan juga untuk maju terus dalam medan pertempuran guna memperluas Gereja – untuk membangun kerajaan-Nya.

DOA: Bapa surgawi, Allah yang Mahakasih dan Mahabijaksana. Hari ini aku bergembira dalam kasih dan hikmat-Mu. Terima kasih, ya Allah, untuk rencana-Mu guna membawa segalanya bersama dalam Yesus Kristus, Putera-Mu terkasih. Terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu juga karena Engkau memberdayakanku agar dapat berkemenangan atas segala kejahatan. Amin.

Jakarta, 23 Oktober 2018

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

DENGAN PINGGANG TETAP TERIKAT DAN PELITA TETAP MENYALA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXIX – Selasa, 23 Oktober 2018)

Keuskupan TNI-POLRI Pesta S. Yohanes dr Kapestrano, Imam – Pelindung Para Pastor/Perawat Rohani Angkatan Bersenjata

Keluarga Fransiskan Kapusin (OFMCap. & OSCCap.): Peringatan S Yohanes dr Kapestrano, Imam

Ordo Santa Ursula (OSU): Peringatan Para Martir Ursulin dr Valenciennes 

“Hendaklah pinggangmu tetap terikat dan pelitamu tetap menyala. Hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetuk pintu, segera dibuka pintu baginya. Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka. Apabila ia datang pada tengah malam atau pada dini hari dan mendapati mereka berbuat demikian, maka berbahagialah mereka.” (Luk 12:35-38) 

Bacaan Pertama: Ef 2:12-22; Mazmur Tanggapan: Mzm 85:9-14 

Apakah anda siap? Apakah anda mempunyai minyak dalam jumlah yang cukup sehingga pelitamu tetap menyala? Orang-orang pada zaman Yesus sangat mengetahui apa artinya untuk selalu mengambil sikap waspada, selalu berjaga-jaga. Para penjaga kota dan ronda malam harus selalu berjaga-jaga, siap untuk menghadapi bahaya macam apa pun yang datang mengancam. 

Memang kita berada dalam zaman yang sangat berbeda. Dalam kehidupan perkotaan besar, banyak tugas berjaga-jaga dan menjaga “properti” dan keamanan rumah-tangga sudah diberikan kepada para “profesional” seperti satpam, hansip dan lain sejenisnya. Namun sebagai umat beriman kita dipangggil, malah dituntut, untuk menjaga berbagai warisan yang kita peroleh dalam Yesus Kristus. Musuh-musuh kita adalah (1) nilai-nilai keduniawian yang menitikberatkan kenikmatan badani (konsumerisme, hedonisme, materialisme dan lain-lainnya); (2) warisan yang kita terima sebagai cucu-cucu Adam (kadang-kadang kita sebut sebagai fallen nature kita sebagai manusia), yaitu kecenderungan untuk memilih hal-hal yang disebut dalam butir (1) dalam hidup kita; dan (3) Iblis dan roh-roh jahat pengikutnya, yang terus-menerus menggoda kita agar menyimpang dari ‘jalan lurus’ Allah.

Untuk hal yang disebut dalam butir (3) di atas, Kitab Suci mengingatkan kita: “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu bahwa semua saudara seimanmu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama” (1Ptr 5:8-9). Iblis dan roh-roh jahat pengikutnya terus mencari peluang untuk menjungkir-balikkan posisi kita yang penuh kepercayaan kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Berbagai tuduhan/dakwaan si Iblis ke dalam batin kita menyebabkan timbulnya keragu-raguan akan martabat kita sebagai anak-anak Allah yang terkasih.

Si Jahat dan pasukannya terus berupaya untuk mengaburkan memori kita akan karya-indah Allah dalam hidup kita pada waktu-waktu sebelumnya. Mereka mau meyakinkan kita bahwa Yesus Kristus dalam diri kita samasekali bukanlah harapan kemuliaan kita. Di hadapan ancaman-ancaman sedemikian, Yesus meminta kita untuk berjaga-jaga. Dia mengingatkan kita untuk bersiap-siap akan kedatangan-Nya untuk kedua kali ke dunia, tetapi juga untuk berjaga-jaga setiap waktu manakala Dia datang kepada kita dalam hidup kita sehari-hari untuk memberi pelayanan rahmat dan hikmat-Nya bagi kita. Kewaspadaan ini akan terus membuat kita terbuka untuk menyambut Yesus Kristus, kapan saja Dia datang.

Janji Injil adalah, bahwa selagi kita tetap waspada memusatkan perhatian akan kehadiran Roh, musuh-musuh kita akan kehilangan kendali atas diri kita. Bahkan badai kehidupan akan menjadi peluang berharga bagi kita untuk melihat bagaimana Yesus berjuang bagi kita. Tuhan Yesus menanti-nantikan kesempatan untuk melayani kita. Oleh karena itu, baiklah kita menyerahkan segala beban dan kepedihan kita agar dibuat-Nya menjadi sukacita penuh bahagia (Luk 12:38).

Saudari dan Saudaraku, tetaplah waspada dan ingatlah selalu bahwa anda mempunyai Yesus Kristus yang mengasihi anda dan Dia menginginkan agar anda mengalami kemenangan-Nya dan mencicipi sukacita sejati pada waktu Dia datang kembali kelak.

DOA: Tuhan Yesus, Engkau adalah segalanya bagiku. Engkau adalah mutiaraku yang sangat berharga. Tolonglah aku agar dapat mengambil keputusan hari ini untuk menjaga harta kekayaan kehidupan yang telah Kautaruh dalam hatiku. Aku akan menjaga agar pelitaku terus bernyala, namun hal ini hanya akan menjadi kenyataan kalau Engkau memenuhi diriku dengan minyak Roh-Mu. Amin.

Jakarta, 23 Oktober 2018 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS