Monthly Archives: March 2024

PENGALAMAN IMAN ANDA AKAN KRISTUS TIDAK BOLEH ANDA SIMPAN SENDIRI

PENGALAMAN IMAN ANDA AKAN KRISTUS TIDAK BOLEH ANDA SIMPAN SENDIRI

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI SENIN DALAM OKTAF PASKAH – Senin, 1 April 2024)

Mereka segera pergi dari kubur itu, dengan takut dan dengan sukacita yang besar dan berlari cepat-cepat untuk memberitahukannya kepada murid-murid Yesus. Tiba-tiba Yesus menjumpai mereka dan berkata, “Salam bagimu.” Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya. Lalu kata Yesus kepada mereka, “Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku.”

Sementara mereka di tengah jalan, datanglah beberapa orang dari penjaga itu ke kota dan memberitahukan segala yang terjadi itu kepada imam-imam kepala. Sesudah berunding dengan tua-tua, mereka mengambil keputusan lalu memberikan sejumlah besar uang kepada serdadu-serdadu itu dan berkata, “Kamu harus mengatakan bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur. Apabila hal ini terdengar oleh gubernur, kami akan berbicara dengan dia, sehingga kamu tidak beroleh kesulitan apa-apa.” Mereka menerima uang itu dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Cerita ini tersebar di antara orang Yahudi sampai sekarang. (Mat 28:8-15)

Bacaan Pertama: Kis 2:14,22-32; Mazmur Tanggapan: Mzm 16:1-2a,5-7,8-11

Walaupun perayaan Paskah kita barangkali mengambil tempat di dalam gereja yang penuh sesak, bukan demikianlah Paskah yang dimulai berabad-abad lalu. Setiap hal yang kita peringati dan hormati pada Hari Raya Paskah kemarin dimulai dengan dua orang murid perempuan yang berlari-lari dari kubur/makam yang kosong guna menceritakan kepada sahabat-sahabat mereka bahwa Yesus telah dibangkitkan. Instruksi-instruksi malaikat kepada Maria Magdalena dan temannya yang bernama Maria juga begitu penting artinya,  bahwa Yesus sendiri ketika menampakkan diri kepada mereka, mengulangi apa yang dikatakan sang malaikat: “Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku” (Mat 28:10).

Apa jadinya jika kedua perempuan ini menyimpan informasi ini bagi mereka sendiri saja? Renungkanlah perjumpaan pribadi anda dengan Kristus. Bukankah ada pribadi atau pribadi-pribadi lain yang memainkan peran juga dalam memperkenalkan anda kepada-Nya? Apa jadinya jika mereka tidak mengatakan apa-apa. Paus Paulus VI dalam Imbauan Apostolik-nya yang berjudul Evangelii Nuntiandi (Mewartakan Injil) – “Karya Pewartaan Injil dalam Jaman Modern” (8 Desember1975), pada dasarnya mengajukan pertanyaan yang sama: “Dalam jangka jauh, masih adakah jalan lain untuk menyampaikan Injil daripada menyampaikan kepada orang lain pengalaman iman seseorang? (Evangelii Nuntiandi, 46).

Tentu kita perlu mempunyai pengalaman pribadi itu sebelum kita dapat meneruskannya/menyampaikannya kepada orang-orang lain. Namun demikian, walaupun orang di sekeliling kita sungguh melihat bahwa kita berbeda, mereka tidak selalu bertanya “Mengapa anda selalu penuh damai?” Seperti dikatakan oleh Petrus, kita senantiasa harus siap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sedemikian. Dalam salah satu suratnya, Petrus menulis: “Kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungjawaban kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungjawaban dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat” (1Ptr 3:15).

Pernahkan anda mengalami perjumpaan secara pribadi dengan Kristus? Kalau demikian halnya, berlarilah seperti dilakukan oleh Maria Magdalena dan Maria yang lain, dan ceritakanlah kepada dunia tentang Dia. Kenyataan bahwa masih ada orang-orang yang menyangkal kebangkitan Yesus Kristus, seperti Imam Kepala pada minggu pagi di hari Paskah, samasekali tidak perlu membuat kita merasa takut. Sebelum Yesus memberi perintah kepada Maria Magdalena dan kawannya, Dia berkata kepada mereka: “Jangan takut” (Mat 28:10). Jika kita meluangkan waktu untuk mengakrabkan diri dengan sabda Allah dan merenungkan signifikansi dari kubur yang kosong, dan apabila kita mengalami kasih-Nya dalam doa dan sakramen-sakramen, maka kita dapat melangkah keluar ke tengah-tengah dunia untuk mewartakan Injil-Nya.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, kami memuji-muji-Mu karena Engkau telah memberikan kepada kami kabar baik yang paling besar dan agung, yaitu pesan hidup baru sekarang dan hidup kekal dengan-Mu untuk selama-lamanya. Berikanlah keberanian dan semangat berjuang kepada kami agar kami dapat men-sharing-kan pesan-Mu dengan setiap orang yang kami jumpai. Amin.

Jakarta, 31 Maret 2024 [HARI RAYA PASKAH KEBANGKITAN TUHAN]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

BERPESTA DENGAN ROTI YANG TIDAK BERAGI

BERPESTA DENGAN ROTI YANG TIDAK BERAGI

(Bacaan Kedua Misa Kudus, HARI RAYA PASKAH KEBANGKITAN TUHAN – Minggu, 31 Maret 2024)

Tidak tahukah kamu bahwa sedikit ragi membuat seluruh adonan mengembang? Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebagaimana kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita, yaitu Kristus, juga telah disembelih. Karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran. (1Kor 5:6b-8)

Bacaan Pertama: Kis 10:34a,37-43; Mazmur Tanggapan: Mzm 118:1-2,16ab-17,22-23; Bacaan Kedua  (alternatif): Kol 3:1-4; Bacaan Injil: Yoh 20:1-9

Betapa “exciting” kiranya apabila kita dapat mengembalikan sejarah dan hadir pada pagi hari Paskah yang pertama, ketika para rasul sampai ke kubur Yesus. Kita dapat ikut merasa terkejut dan heran seperti para rasul ketika mereka menyadari bahwa jenazah Yesus tidak dipindahkan oleh siapa pun, melainkan telah dibangkitkan oleh Bapa surgawi. Kita dapat mengalami juga sukacita para rasul selagi realitas-realitas indah mengendap dalam hati dan pikiran mereka – betapa Yesus mengasihi mereka; bagaimana Allah telah merencanakan segalanya sejak sediakala guna menebus kita oleh salib-Nya; bagaimana Iblis yang mengharapkan kematian-Nya sebagai kemenangannya malah pada kenyataannya telah dikalahkan oleh kematian-Nya. Kita dapat bersukacita karena semakin jelaslah bahwa di dalam Kristus setiap orang dapat diangkat dari dosa dan maut dan dibawa ke dalam Kerajaan Allah.

“Hari Raya Paskah Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus” adalah hari sukacita tertinggi dalam Gereja. Hari ini adalah hari kemenangan berjaya – hari dikalahkannya Iblis, dosa dan maut. Dalam Kristus, segala kegelapan yang selama ini telah memisahkan kita dari Allah telah dihancurkan. Surga dan bumi dipersatukan; ciptaan dan sang Pencipta kembali bersama; kutukan atas manusia telah dibatalkan; kita telah diperdamaikan dengan Allah.

Paulus menasihati jemaat di Korintus untuk merayakan kebangkitan Yesus, “bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran” (1Kor 5:8). Penggunaan imaji/gambaran “ragi” memang cocok untuk menggambarkan kehidupan-lama yang penuh dosa yang telah dihancurkan oleh Yesus. Seperti ragi, dosa cepat atau lambat akan merusak seluruh pribadi kita, yang menyebabkan kita menjadi angkuh …… sombong dlsb. Dosa begitu merembes dalam diri kita sehingga hanya Yesus – dengan kepenuhan kuasa Allah – yang dapat membuang dosa itu dari diri kita.

Pada hari ini kita semua bersukacita karena Yesus telah mati terhadap dosa dan sekarang telah bangkit ke dalam hidup baru. Yesus adalah “roti yang tidak beragi” dari Perjanjian Baru, dan dalam Dia, kita dibebaskan dari ragi kehidupan lama. Sekarang, dengan kuat-kuasa Roh Kudus, kita dapat menyerahkan hidup kita kepada-Nya dan dibebaskan dari kehidupan-lama yang dipenuhi dosa. Kristus telah menang-berjaya, dan dalam Dia kita adalah para pemenang! Marilah pada hari yang agung ini kita bersukacita dalam Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita! SELAMAT PASKAH !!!

DOA: Bapa surgawi, Allah yang Mahakuasa, Mahaperkasa  dan Maharahim. Pandanglah seluruh Gereja-Mu dengan penuh belas kasih. Bawalah keselamatan kekal kepada umat manusia, agar dunia dapat melihat “yang jatuh” dibangkitkan, “yang tua” dibuat baru, dan segala sesuatu dibawa kepada kesempurnaan, melalui Tuhan Yesus Kristus. Amin.

Jakarta, 30 Maret 2024 [TRI HARI SUCI PASKAH: SABTU SUCI]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

MENYEBERANGI LAUT TEBERAU

MENYEBERANGI LAUT TEBERAU

(Bacaan Ketiga Misa Kudus, TRI HARI SUCI PASKAH: VIGILI PASKAH: Sabtu, 30 Maret 2024)

Berfirmanlah TUHAN (YHWH) kepada Musa: “Mengapakah engkau berseru-seru demikian kepada-Ku? Katakanlah kepada orang Israel, supaya mereka berangkat. Dan engkau, angkatlah tongkatmu dan ulurkanlah tanganmu ke atas laut dan belahlah airnya, sehingga orang Israel akan berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering. Tetapi sungguh Aku akan mengeraskan hati orang Mesir, sehingga mereka menyusul orang Israel, dan terhadap Firaun dan seluruh pasukannya, keretanya dan orangnya yang berkuda, Aku akan memperlihatkan kemuliaan-Ku terhadap Firaun, keretanya dan orangnya yang berkuda.”

Kemudian bergeraklah Malaikat Allah, yang tadinya berjalan di depan tentara Israel, lalu berjalan di belakang mereka; dan tiang awan itu bergerak dari depan mereka, lalu berdiri di belakang mereka. Demikianlah tiang itu berdiri di antara tentara orang Israel; dan oleh karena awan itu menimbulkan kegelapan, maka malam itu lewat, sehingga yang satu tidak dapat mendekati yang lain, semalam-malaman itu.

Lalu Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, dan semalam-malaman itu YHWH menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu. Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang dikiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka.

Orang Mesir mengejar dan menyusul mereka – segala kuda Firaun, keretanya dan orangnya yang berkuda – sampai ke tengah-tengah laut. Dan pada waktu jaga pagi, YHWH yang di dalam tiang api dan awan itu memandang kepada tentara orang Mesir itu. Ia membuat roda keretanya berjalan miring dan maju dengan berat, sehingga orang Mesir berkat: “Marilah kita lari meninggalkan orang Israel, sebab YHWH-lah yang berperang untuk mereka melawan Mesir.”

Berfirmanlah YHWH kepada Musa: “Ulurkanlah tanganmu ke atas laut, supaya air berbalik meliputi orang Mesir, meliputi kereta mereka dan orang-orang mereka yang berkuda.” Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, maka menjelang pagi berbaliklah air laut ke tempatnya, sedang orang Mesir lari menuju air itu; demikianlah YHWH mencampakkan orang Mesir ke tengah-tengah laut. Berbaliklah segala air itu, lalu menutupi kereta dan orang berkuda dari seluruh pasukan Firaun, yang telah menyusul orang Israel itu ke laut; seorang pun tidak ada yang tinggal dari mereka. Tetapi orang Israel berjalan di tempat kering dari tengah-tengah laut, sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka. Demikianlah pada hari itu YHWH menyelamatkan orang Israel dari tangan orang Mesir. Dan orang Israel melihat orang Mesir mati terhantar di pantai laut. Ketika dilihat oleh orang Israel, betapa besarnya perbuatan yang dilakukan YHWH terhadap orang Mesir, maka takutlah bangsa itu kepada YHWH dan mereka percaya kepada YHWH dan kepada Musa, hamba-Nya itu.

Pada waktu itu Musa bersama-sama dengan orang Israel menyanyikan nyanyian ini bagi ini bagi YHWH yang berbunyi: “Baiklah aku menyanyi bagi YHWH, sebagai Ia tinggi luhur, kuda dan penunggangnya dilemparkan-Nya ke dalam laut.” (Kel 14:15-15:1)

Bacaan-bacaan Kitab Suci lainnya tidak disebutkan di sini karena jumlahnya banyak.

Bacaan dari Kitab Keluaran ini hanyalah salah satu bacaan dari banyak bacaan Kitab Suci yang dibacakan pada Misa Kudus Malam Paskah. Bacaan ini menggambarkan kesetiaan Allah kepada umat Israel. Orang-orang Yahudi ini mencoba untuk menyelamatkan diri dari perbudakan di Mesir dan pergi menuju Tanah Terjanji, namun musuh-musuh mereka mengejar mereka dan musuh-musuh itu ada tepat di belakang mereka. Dalam ketakutan mereka, orang-orang Israel sebelumnya menyampaikan keluhan mereka kepada Musa kondisi mereka akan lebih baik apabila tetap tinggal di tanah Mesir. Akan tetapi Musa mengatakan kepada mereka untuk tidak takut: “YHWH akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja” (Kel 14:14).

Air yang dipisah/dibelah oleh kuat-kuasa YHWH-Allah lewat tangan Musa memberi jalan hidup kepada orang-orang Israel, namun menjadi jalan kematian bagi musuh-musuh-Nya. Dengan menyeberangi Laut Teberau, orang-orang Israel bebas dari kekuasaan musuh-musuh mereka. Penyeberangan Laut Teberau adalah lambang Sakramen Baptis yang membebaskan seorang pribadi manusia dari kekuasaan dosa dan menempatkan dia bersama dengan Israel baru, Gereja – umat Allah, menempuh perjalanan menuju Tanah Terjanji surgawi.

Penyeberangan Laut Teberau adalah peristiwa yang tak terlupakan dalam sejarah bangsa Yahudi. Banyak tanda-tanda besar yang diberikan oleh YHWH di Mesir dan di padang gurun, untuk menghimpun umat-Nya menjadi satu bangsa. Tidak ada sesuatu pun yang mengesankan, karena begitu menentukan, seperti penyeberangan Laut Teberau, yang menjadi kemenangan total dan pembebasan dari perbudakan. Begitu pula dalam kehidupan umat Kristiani tak ada satu peristiwa pun yang begitu menentukan seperti Sakramen Baptis. Di sini jelas letak garis pemisah antara mati dan hidup, antara lama dan baru, antara dosa dan rahmat.

Lewat pembaptisan, seorang pribadi manusia mulai terhitung sebagai umat Allah dan menerima Roh baru, seperti dikatakan-Nya lewat mulut nabi Yehezkiel: “Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat” (Yeh 36:26). Lewat pembaptisan seorang pribadi manusia dimampukan untuk menepati perintah-perintah Allah, tidak hanya karena terpaksa, melainkan dari keyakinan hati-baru, yang dipusatkan pada peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus. Kepadanya akan diberi makan manna-Ekaristi, Anak Domba yang disembelih, minum dari karang-padas Kristus, darah yang dicurahkan dari tubuh-Nya di kayu salib.

Dengan pembaptisan seorang pribadi manusia masuk dalam perjalanan umat Israel, umat Allah yang melakukan perjalanan ziarah menuju Tanah Terjanji. Semua dipanggil dalam satu tubuh, semua dipanggil menuju kekudusan menurut jalan masing-masing dalam biara, dalam keluarga, dengan tugas yang berbeda-beda, namun semua untuk membangun dunia dalam Kerajaan Kristus. Kita semua berkewajiban untuk berjuang dan merasul atas dasar panggilan masing-masing sebagai umat Allah: pembawa terang baru, hidup baru dan Roh baru, yang tidak pernah boleh padam lagi, tetapi sebagai kekuatan harus nyata dapat disumbangkan sebagai pengabdian umat Kristiani.

DOA: Bapa surgawi, perkenankanlah kami menaruh kepercayaan pada kasih-Mu dan kerahiman-Mu. Terangilah kegelapan hati kami senantiasa. Demi Yesus Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. Amin.

Jakarta, 30 Maret 2024 [Pagi: HARI SABTU SUCI]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

AKU HAUS!

AKU HAUS!

(Bacaan Injil pada Upacara Sengsara Tuhan [sesudah siang hari] – TRI HARI SUCI PASKAH: JUMAT AGUNG, 29 Maret 2024)

Dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, istri Klopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya, “Ibu, inilah anakmu!”  Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya, “Inilah ibumu!”  Sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.

Sesudah itu, karena Yesus tahu bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia – supaya digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci – , “Aku haus!” Di situ ada suatu bejana penuh anggur asam. Lalu mereka melilitkan suatu spons, yang telah dicelupkan dalam anggur asam, pada sebatang hisop lalu mengulurkannya ke mulut Yesus. Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia, “Sudah selesai.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-nya. (Yoh 19:25-30; versi singkat)

Bacaan Pertama: Yes 52:13-53:12; Mazmur Tanggapan: Mzm 31:2,6,12-13,15-17,25; Bacaan Kedua: Ibr 4:14-16;5:7-9; Bacaan Injil: Yoh 18:1-19:42

Yohanes Penginjil memberi gambaran yang berbeda dalam Injilnya ketimbang ketiga Injil sinoptik (Matius, Markus dan Lukas) terkait detik-detik terakhir dari hidup Yesus di dunia. Dalam ketiga Injil sinoptik Yesus tidak berseru “Aku haus!” dan juga tidak tercatat bahwa Yesus meminum “anggur asam” yang disodorkan ke mulut-Nya (lihat Mat 27:34; Mrk 15:23; Luk 23:36). Sebaliknya, dalam Injil Yohanes digambarkan bahwa Yesus menyadari bahwa saat kematian-Nya sudah dekat, oleh karena itu Dia berseru: “Aku haus!” Menurut Yohanes, seruan Yesus ini adalah untuk menggenapi yang tertulis dalam Kitab Suci (Yoh 19:28). Mereka melilitkan suatu spons, yang telah dicelupkan dalam anggur asam, pada sebatang hisop lalu mengulurkannya ke mulut Yesus (Yoh 19:29). Lalu Injil Yohanes mencatat yang berikut ini: “Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia, “Sudah selesai.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya” (Yoh 19:30).

Jelaslah bahwa dalam teks Injil Yohanes, rasa haus Yesus memiliki makna mendalam. Injil ini mengkaitkan kata-kata “Aku haus” dengan penggenapan yang tertulis dalam Kitab Suci. Kiranya ini mengacu kepada teks yang berbicara tentang anggur asam – “… mereka memberi aku makan racun, dan pada waktu aku haus, mereka memberi aku minum anggur asam” (Mzm 69:22) dan Mzm 22:16 yang menggambarkan rasa haus dari “orang benar yang menderita” – “kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku.” Dua petikan Mazmur ini memainkan suatu peranan kunci dalam tradisi sengsara Yesus dan episode pemberian anggur asam kepada Yesus yang tersalib tanpa ragu lagi terkait dengan mazmur-mazmur lain yang terdapat dalam keempat kitab Injil (Mzm 22:2; 22:8; 22:19; 31:6; 109:25).

Dengan seruan-Nya: “Aku haus!” dan meminum anggur asam, Yesus “membuat lengkap” Kitab Suci. Dalam ketiga Injil Sinoptik, pemberian anggur asam (cuka) dimaksudkan untuk mengolok-olok Yesus yang sudah sekarat, namun dalam Injil Yohanes kiranya hal ini mengacu kepada meminum cawan dalam Yoh 18:11. Pada saat-saat penangkapan Yesus di taman Getsemani, Yesus menegur keras Petrus dan memerintahkan kepadanya untuk menyarungkan kembali pedangnya. Yesus tidak akan mundur dari misi yang diberikan Allah Bapa kepada-Nya: “Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku?” (Yoh 18:11).

Dalam menyelesaikan atau membuat lengkap karya Bapa – menyerahkan hidup-Nya sendiri karena kasih-Nya kepada dunia dan kemudian mengembalikan peninggian bagi Allah – ini adalah “makanan” yang akan dimakan oleh Yesus (Yoh 4:34) dan cawan yang Ia akan minum (Yoh 18:11). Dalam gambaran Yohanes, inilah kekuatan pendorong dari misi Yesus. Dengan demikian seruan “Aku haus!” dari atas kayu salib di Golgota tidak lagi merupakan suatu seruan akibat penderitaan seperti dikira orang-orang yang ada di tempat itu, melainkan tindakan final dari sebuah komitmen. Yesus merasa haus akan Allah dan Ia haus karena kasih-Nya kepada “milik-Nya di dunia ini”.

Tindakan ini “membuat lengkap” semua pekerjaan yang dijanjikan Allah dalam Kitab Suci karena ini adalah tindakan penebusan definitif yang telah ditandakan sebelumnya dalam semua tindakan Allah untuk Israel. Di sini kita diingatkan kepada sebagian dari prolog Injil Yohanes yang berbunyi: “… hukum Taurat diberikan melalui Musa, tetapi anugerah dan kebenaran datang melalui Yesus Kristus” (Yoh 1:17).

Seruan “Aku haus!” adalah suatu tindakan bebas dari Yesus, suatu penegasan kembali – di depan maut – kebebasan-Nya yang lengkap dan komitmen-Nya yang tak tergoyahkan terhadap misi yang dipercayakan Allah Bapa kepada-Nya. Yesus merasa haus karena hasrat-Nya yang mendalam untuk meminum cawan yang diberikan kepada-Nya – cawan yang akan membuat lengkap pekerjaan yang telah diberikan kepada-Nya, pekerjaan untuk mengasihi milik-Nya di dunia sampai pada titik akhir. Darah kematian-Nya akan membawa pembebasan yang telah ditandakan sebelumnya dengan pembebasan bangsa Israel dari perbudakan Mesir.

Jadi, rasa haus yang radikal dari Yesus membuat lengkap semua janji suci di Kitab Suci  dan membawa misi Yesus ke puncaknya. Kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Yesus, yang harmonis secara sempurna dengan nada keseluruhan kisah sengsara dalam Injil Yohanes, adalah “Sudah selesai” (Yoh 19:30). Ungkapan “sudah selesai” ini juga sudah muncul dalam Yoh 19:28). Hal ini dapat diartikan bahwa hidup Yesus di dunia sudah mencapai tujuannya. Dia telah menyelesaikan pekerjaan-Nya dan kembali kepada Allah. Saat kematian-Nya digambarkan dengan cara yang cocok dengan nada penyelesaian suatu tugas secara tuntas: Yesus “menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya” (Yoh 19:30). Frase “menyerahkan nyawa-Nya” mengacu kepada saat kematian-Nya dan fokusnya adalah kembalinya Yesus kepada Bapa-Nya.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, Engkau sungguh Tuhan dan Juruselamat kami. Dengan berseru dari atas kayu salib: “Aku haus!” dan “Sudah selesai”, kami percaya bahwa hidup-Mu di tengah dunia sudah mencapai tujuan. Engkau telah mencurahkan darah-Mu untuk mengampuni dosa-dosa kami dan menyediakan bagi kami suatu hidup baru. Dengan penuh rasa syukur kami menerima karunia darah-Mu dan kuasa untuk mengatasi godaan dan mengampuni orang-orang yang bersalah kepada kami. Amin.

Jakarta, 29 Maret 2024 [Hari Jumat Agung – pada pagi hari]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

YESUS MELAYANI PARA MURID-NYA LAYAKNYA SEORANG HAMBA

YESUS MELAYANI PARA MURID-NYA LAYAKNYA SEORANG HAMBA

(Bacaan Injil Misa Kudus, TRI HARI SUCI PASKAH: KAMIS PUTIH – 28 Maret 2024)

Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu bahwa saat-Nya sudah tiba untuk pergi dari dunia ini kepada Bapa. Ia mengasihi orang-orang milik-Nya yang di dunia ini, dan Ia mengasihi mereka sampai pada kesudahannya. Ketika mereka sedang makan bersama, Iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas Iskariot, anak Simon, untuk mengkhianati Dia. Yesus  tahu bahwa Bapa telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan bahwa Ia datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah baskom dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu. Lalu sampailah Ia kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepada-Nya, “Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?” Jawab Yesus kepadanya, “Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak.” Kata Petrus kepada-Nya, “Engkau tidak akan pernah membasuh kakiku sampai selama-lamanya.” Jawab Yesus, “Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku.” Kata Simon Petrus kepada-Nya, “Tuhan, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku!” Kata Yesus kepadanya, “Siapa saja yang telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua.” Sebab Ia tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia. Karena itu Ia berkata, “Tidak semua kamu bersih.”

Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempat-Nya. Lalu Ia berkata kepada mereka, “Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu? Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau aku, Tuhan dan Gurumu, membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. (Yoh 13:1-15)

Bacaan Pertama: Kel 12:1-8.11-14; Mazmur Tanggapan: Mzm 116:12-13,15-16bc,17-18; Bacaan Kedua: 1Kor 11:23-26

Pada hari ini dimulailah Triduum (Tri Hari Suci) besar Paskah, tiga hari di mana kita menghidupkan kembali – dengan iman dan lewat liturgi – drama penyelamatan kita. Hari ini teristimewa adalah suatu hari yang dipenuhi dengan simbol-simbol dan tanda-tanda kenabian yang berbicara banyak sekali tentang kerahiman dan kasih Allah yang mengalir ke dalam hidup kita.

Dalam narasinya mengenai peristiwa pembasuhan kaki para murid oleh Yesus, Yohanes Penginjil memberikan kepada kita gambaran dari keseluruhan pesan Injil. Putera Allah yang mahasempurna, mahamurni dan mahakudus, tidak hanya menjadi seorang manusia, melainkan juga mengambil peranan sebagai seorang hamba agar dengan demikian Ia dapat membersihkan dan menyegarkan kita kembali. Dia merendahkan diri-Nya agar kita dapat diangkat. Ia mengambil posisi paling rendah – sampai titik kematian sebagai penjahat – agar dengan demikian kita dapat menjadi pewaris-pewaris Kerajaan Surga. Madah pujian yang mana atau macam apa yang dapat melukiskan kasih sedemikian? Bagaimana kita dapat membayar kembali utang seperti itu?

Seakan-akan pembasuhan kaki para murid-Nya tidak mencukupi, Yesus lalu mengambil satu langkah lebih jauh dengan menawarkan tubuh-Nya dan darah-Nya sendiri sebagai makanan dan minuman kepada mereka. Tindakan pembasuhan kaki para murid oleh Yesus secara profetis menunjuk kepada pengorbanan-karena-kasih yang akan diperbuat-Nya bagi kita. Tentang pemberian tubuh dan darah-Nya sendiri, di sini Yesus sebenarnya mengundang kita untuk berpartisipasi dalam penebusan kita. Dengan mengatakan, “Ambil dan makanlah, ambil dan minumlah,” Yesus sesungguhnya memanggil kita untuk meninggalkan dosa dan memperkenankan hidup-Nya menjadi hidup kita. Apakah kita akan mencicipi kebaikan-Nya, ataukah kita akan tetap “ngotot” mempertahankan kemandirian kita yang salah, yaitu mengandalkan pada kekuatan/sumber-daya yang kita miliki dalam mengurus hidup kita, dan tetap terisolasi dari kasih-Nya hari demi hari?

Hari Kamis Putih adalah hari yang baik bagi kita untuk mengingat kembali pesan Injil yang sangat mendasar: “Yesus tahu bahwa Bapa telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan bahwa Ia datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah”, maka di atas kayu salib Dia mempersembahkan hidup-Nya sebagai kurban pendamaian bagi kita. Yesus mengalami suatu kematian yang sebenarnya pantas bagi kita, manusia berdosa. Kematian-Nya mengalahkan kodrat kita yang cenderung berdosa dan membuat mungkin bagi kita untuk bangkit bersama Dia kepada suatu hidup baru. Masalahnya adalah apakah kita mengakui dan menerima kenyataan bahwa Yesus memberikan hidup-Nya untuk kita, anda dan saya? Apakah kita telah memperkenankan Dia membasuh kaki-kaki kita – untuk membebas-merdekakan diri kita dari dosa dan mengubah hati kita?

DOA: Yesus, Engkaulah Tuhan dan Juruselamatku. Tidak terbayangkanlah bagaimana Engkau merendahkan diri-Mu guna membasuh kaki-kakiku dan juga mempersembahkan diri-Mu sebagai kurban penebusan atas dosa-dosaku. Bersihkanlah hatiku dari segala hal yang menghalangi masuknya aliran kasih-Mu ke dalam hatiku itu. Dimuliakanlah nama-Mu selalu, ya Tuhan. Amin.

Jakarta, 27 Maret 2024 [HARI RABU DALAM PEKAN SUCI]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

KONFLIK ANTARA DAGING DAN ROH YANG ADA DALAM DIRI SETIAP ORANG

KONFLIK ANTARA DAGING DAN ROH YANG ADA DALAM DIRI SETIAP ORANG

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI RABU DALAM PEKAN SUCI, 27 Maret 2024)

Kemudian pergilah seorang dari kedua belas murid itu, yang bernama Yudas Iskariot, kepada imam-imam kepala. Ia berkata, “Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?” Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya. Mulai saat itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus.

Pada hari pertama dari hari raya Roti tidak Beragi datanglah murid-murid Yesus kepada-Nya dan berkata, “Di mana Engkau kehendaki kami mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?” Jawab Yesus, “Pergilah ke kota kepada si Anu dan katakan kepadanya: Pesan Guru: Waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku.” Lalu murid-murid-Nya melakukan seperti yang ditugaskan Yesus kepada mereka dan mempersiapkan Paskah.

Setelah hari malam Yesus duduk makan bersama-sama dengan keduabelas murid itu. Ketika mereka sedang makan, Ia berkata, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, salah seorang dari antara kamu akan menyerahkan Aku.” Lalu dengan hati yang sangat sedih berkatalah mereka seorang demi seorang kepada-Nya, “Bukan aku, ya Tuhan?” Ia menjawab, “Dia yang  bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam mangkuk ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan. Yudas, yang hendak menyerahkan Dia itu berkata, “Bukan aku, ya Rabi?” Kata Yesus kepadanya, “Engkau telah mengatakannya.” (Mat 26:14-25)

Bacaan Pertama: Yes 50:4-9a; Mazmur Antar-bacaan: Mzm 69:8-10, 21bcd-22,31,33-34

Mengapa Yudas mengkhianati Yesus? Kita dapat menemukan jawaban terhadap pertanyaan ini terletak dalam konflik antara “daging” dan “roh” yang ada dalam diri setiap orang. Kehidupan Yudas Iskariot dikemudikan oleh dorongan dalam dirinya yang begitu kuat untuk memuliakan-diri sendiri (Inggris: a strong sense of self-glorification) dan hal ini memungkinkan kedagingannya bergerak  bebas ke sana ke mari.

Hasrat-hasrat kedagingan Yudas (dan para murid lainnya) bertentangan secara tajam dengan hasrat perempuan yang datang ketika Yesus berada dalam rumah Simon si kusta di Betania; dia yang mengurapi Yesus dengan minyak wangi yang mahal (Mat 26:6-7). Dari sudut pandang yang rasional, reaksi mendongkolkan dari Yudas (dan para murid lainnya) terhadap pengurapan perempuan itu atas diri Yesus kiranya mengandung kebenaran juga. Uang sejumlah 300 dinar dari hasil penjualan minyak narwastu yang mahal itu memang dapat menolong banyak orang yang membutuhkan (Mat 26:9). Akan tetapi, sebenarnya “orang miskin” bukanlah keprihatinan si Yudas; dia hanyalah seorang “koruptor” yang munafik.

Hal ini terungkap dalam Injil Yohanes yang mencatat peristiwa serupa, namun terjadi di rumah Lazarus di Betania dan perempuan itu adalah Maria, salah seorang saudara perempuan dari Lazarus (lihat Yoh 12:6). Menurut Yesus perempuan itu justru “telah melakukan perbuatan baik” pada-Nya (Mat 26:10). Dia  sungguh mencari Allah dan dalam rohnya dia melihat Yesus sebagai Pribadi yang datang untuk memberikan kehidupan bagi dunia. Ungkapan cinta-kasih dan syukurnya sungguh memuliakan Yesus, teristimewa sebagai persiapan penguburan-Nya (Mat 26:12; Mrk 14:8).

Di taman Getsemani, Yesus menasihati Petrus: “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang berniat  baik, tetapi tabiat manusia lemah” (Mat 26:41). Yudas tidak dapat bertahan dalam menghadapi dan menanggung “saat-saat pencobaan” karena dia tidak pernah mencari Allah, untuk mengenal-Nya dalam roh. Karena tidak mampu melihat rencana Allah yang lebih besar, nanti kita akan melihat bahwa Yudas menjadi putus-asa dan menggantung dirinya sendiri (Mat 27:3-5).

Akan tetapi, Petrus berhasil bertahan pada “saat-sat pencobaan”. Seperti juga halnya dengan Yudas, dia mengalami kegalauan karena telah mengkhianati Yesus (Mat 26:75), namun – tidak seperti Yudas – Petrus juga terbuka bagi Roh Kudus. Pada hari Pentakosta, Petrus dipenuhi dengan Roh Kudus dan dalam rohnya memahami keindahan dari rencana penyelamatan Allah. Kemudian dia bertindak atas dasar pengalaman ini dan mulai mewartakan Injil dengan penuh kuat-kuasa (Kis 2:14-36).

Semakin kita melangkah maju untuk memperoleh penerangan atas roh kita dengan kebenaran-kebenaran ilahi, semakin banyak pula kita akan dituntun oleh Roh Kudus dan semakin sedikit pula kita akan hidup dalam daging. Dengan taat menekuni resolusi-resolusi kita untuk masa Prapaskah, kita bekerja-sama dengan rahmat allah dan mulai untuk hidup dalam roh secara lebih mendalam.

DOA: Datanglah, ya Roh Kudus. Ajarlah kami untuk membuka diri bagi kehadiran Allah. Tolonglah kami untuk membuang segala cara kedagingan dan hidup dalam roh ketika kami memeluk rencana Allah yang penuh kasih bagi kami semua dalam Kristus. Amin.

Jakarta, 26 Maret 2024 [HARI SELASA DALAM PEKAN SUCI]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

DUA CARA PENDEKATAN YANG BERBEDA

 DUA CARA PENDEKATAN YANG BERBEDA

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI SELASA DALAM PEKAN SUCI – 26 Maret 2024)

Setelah Yesus berkata demikian Ia sangat terharu, lalu bersaksi, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, salah seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.” Murid-murid itu memandang seorang kepada yang lain, mereka ragu-ragu siapa yang dimaksudkan-Nya. Salah seorang di antara murid Yesus, yaitu murid yang dikasihi-Nya, bersandar di dekat-Nya, di sebelah kanan-Nya. Kepada murid itu Simon Petrus memberi isyarat dan berkata, “Tanyalah siapa yang dimaksudkan-Nya!” Lalu murid yang duduk dekat Yesus berpaling dan berkata kepada-Nya, “Tuhan, siapakah itu?” Jawab Yesus, “Dialah yang kepadanya aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya.” Sesudah berkata demikian Ia mencelupkan roti itu, lalu mengambil dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot. Sesudah Yudas menerima roti itu, ia kerasukan Iblis. Lalu Yesus berkata kepadanya, “Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera.” Tetapi tidak ada seorang pun dari antara mereka yang duduk makan itu mengerti mengapa Yesus mengatakan itu kepada Yudas. Karena Yudas memegang kas, ada yang menyangka bahwa Yesus menyuruh dia membeli apa-apa yang perlu untuk perayaan itu, atau memberi apa-apa kepada orang miskin. Setelah menerima roti itu, Yudas segera pergi. Pada waktu itu hari sudah malam.

Sesudah Yudas pergi, berkatalah Yesus, “Sekarang Anak Manusia dimuliakan dan Allah dimuliakan di dalam Dia. Jikalau Allah dimuliakan di dalam Dia, Allah akan memuliakan Dia juga di dalam diri-Nya, dan akan memuliakan Dia dengan segera. Hai anak-anak-Ku, hanya seketika saja lagi Aku ada bersama kamu. Kamu akan mencari Aku, dan seperti yang telah Kukatakan kepada orang-orang Yahudi: Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang, demikian pula sekarang Aku mengatakannya kepada kamu juga.

Simon Petrus berkata kepada Yesus, “Tuhan, ke manakah Engkau pergi?” Jawab Yesus, “Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang, tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku.” Kata Petrus kepada-Nya, “Tuhan, mengapa aku tidak dapat mengikuti Engkau sekarang? Aku akan memberikan nyawaku bagi-Mu!” Jawab Yesus, “Nyawamu akan kauberikan kepada-Ku? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.” (Yoh 13:21-33,36-38)

Bacaan Pertama: Yes 49:1-6; Mazmur Tanggapan: Mzm 71:1-4a,5-6ab,15,17

Petrus selalu cepat dalam memberikan tanggapan terhadap pernyataan, permintaan,  maupun pertanyaan Yesus. Petrus adalah rasul pertama yang secara publik-terbuka mengakui bahwa Yesus adalah sang Mesias, dan dia adalah orang pertama yang mendeklarasikan kesediaannya untuk mati (memberikan nyawanya) bagi Yesus (Mat 16:16; Yoh 13:37). Namun ketika iman dan keberanian Petrus diuji, dia malah menyangkal Yesus – tidak sekali, melainkan tiga kali! Kekuatan yang dipikirnya dimiliki olehnya dengan cepat menyerah kepada rasa takut. Untunglah, kegagalan Petrus membawa dirinya kepada pertobatan dan suatu kesadaran-diri mendalam betapa dia membutuhkan pertolongan dan rahmat dari Allah.

Seorang rasul lainnya, – murid yang dikasihi Yesus (Yoh 21:20) – tidak membuat klaim sedemikian. Ia hanya berada dekat dengan Yesus; bersandar di dekat-Nya pada perjamuan terakhir dan berdiri di dekat salib-Nya pada hari Jumat Agung (Yoh 13:23; 19:26). Ia mendapatkan kekuatan dan keberanian yang diperlukannya dengan berada dekat seseorang yang setia mengasihi-Nya. Nah, sekarang siapa dari dua orang itu (Petrus dan Yohanes) menggambarkan pendekatan yang kita lakukan? Apakah kita (anda dan saya) lebih mirip Petrus, yang mengandalkan kekuatan kita sendiri namun gagal pada saat godaan menyerang? Atau apakah kita seperti murid yang dikasihi Yesus, menggantungkan diri kepada-Nya guna memberikan kepada kita kekuatan untuk menghadapi tantangan dan godaan apa yang ada di hadapan kita?

Tidak ada seorang pun dari kita yang sendiri cukup kuat atau cukup setia untuk menenangkan badai kehidupan yang melanda hidup kita. Kita semua membutuhkan dukungan dan kekuatan yang dapat diberikan oleh Yesus. Kita semua perlu untuk mengalami kemenangan-Nya atas rasa takut dan dosa. Kita semua perlu mengetahui dan mengenal kemenangan Yesus atas pencobaan-pencobaan Iblis untuk membuat kita merasa putus asa, seperti yang dialami Yudas Iskariot, atau melarikan diri dari salib-Nya, seperti yang dilakukan Petrus. Hanya rahmat-Nya yang dapat menolong kita menerima keterbatasan-keterbatasan kita dan meyakinkan kita akan kebutuhan kita akan kasih ilahi dan belas kasih-Nya.

Kesaksian dari “murid yang dikasihi Yesus” menunjukkan bahwa pengalaman akan kasih Allah akan memampukan kita tidak hanya untuk bertekun dalam iman, melainkan juga untuk menanggung berbagai beban kehidupan.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, ketika aku terjatuh Engkau mengangkatku dan memberikan dukungan-Mu. Tolonglah aku agar senantiasa menggantungkan diri sepenuhnya pada kekuatan-Mu dan untuk menaruh kepercayaan pada kasih-Mu. Terpujilah nama-Mu selalu, ya Tuhan Yesus, sekarang dan selama-lamanya. Amin.

Jakarta,  25 Maret 2024 [HARI SENIN DALAM PEKAN SUCI]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

NYANYIAN HAMBA YHWH YANG PERTAMA

NYANYIAN HAMBA YHWH YANG PERTAMA

(Bacaan Pertama Misa Kudus, HARI SENIN DALAM PEKAN SUCI – 24 Maret 2024)

Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa. Ia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum. Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai, sampai ia menegakkan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya.

Beginilah firman Allah, TUHAN (YHWH), yang menciptakan langit dan membentangkannya, yang menghamparkan bumi dengan segala yang tumbuh di atasnya, yang memberikan nafas kepada umat manusia yang mendudukinya dan nyawa kepada mereka yang hidup di atasnya: “Aku ini, YHWH, telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa, untuk membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat tahanan dan mengeluarkan orang-orang yang duduk dalam gelap dari rumah penjara. (Yes 42:1-7)

Mazmur Tanggapan: Mzm 27:1-3,13-14; Bacaan Injil: Yoh 12:1-11

Barangkali lebih daripada bacaan-bacaan Perjanjian Lama lainnya, bacaan-bacaan tentang nyanyian-nyanyian “Hamba TUHAN (YHWH) yang menderita” memberikan kepada kita gambaran sekilas tentang kepribadian Yesus yang jarang terjadi itu. Pada waktu bacaan-bacaan tersebut untuk pertama kali ditulis, “hamba” diidentifikasikan dengan Israel, yang tertindas dan dalam pembuangan, namun mengantisipasi suatu kepulangan yang penuh dengan kemenangan. Akan tetapi, Gereja membacanya juga sebagai nubuat-nubuat tentang Yesus, hamba Allah yang sempurna.

Dalam “nyanyian Hamba YHWH” yang pertama ini, kita melihat Mesias berkomitmen untuk menegakkan keadilan Allah dalam dunia (Yes 42:3-4). Ini bukanlah tugas yang kecil dan mudah untuk dilakukan, namun Yesus menanggapi panggilan-Nya tidak dengan kemurkaan atau balas dendam yang bersifat destruktif, melainkan dengan kesabaran, kesetiaan, dan kelemah-lembutan.

Ketika menghadapi dosa manusia, Yesus tidak pernah menjadi pudar dan tidak akan dibuat patah terkulai (Yes 42:4) oleh para lawannya – bahkan oleh ketidakpercayaan para murid-Nya. Yesus hanya terus saja mengampuni dan menyembuhkan. Yesus tidak pernah mengintervensi kehendak bebas yang telah dianugerahkan kepada setiap pribadi manusia. Yesus tidak pernah memaksa atau memanipulasi siapa pun. Sebaliknya, Yesus menggunakan masa hidup-Nya untuk mewartakan Kerajaan Allah dan menyerukan pertobatan, menyembuhkan orang-orang sakit, mengusir roh-roh jahat yang merasuki orang-orang, mengajar, dan mengampuni dosa-dosa manusia, sampai saat Ia sendiri mengorbankan diri-Nya di atas kayu salib.

Yesus senantiasa memegang kendali. Yesus yang tidak pernah gentar dalam melaksanakan misi-Nya ketika berhadapan dengan ketidakpercayaan, kemarahan, bahkan penyangkalan oleh para sahabat-Nya yang terdekat. Yesus inilah yang terus menawarkan kepada kita kasih dan pengampunan-Nya. Rahasia-rahasia kita yang paling gelap pun tidak dapat mengejutkan Yesus, bahkan dosa-dosa kita yang paling “heboh” tidak akan membuat-Nya mundur. Yesus tidak akan menuduh-nuduh atau mengutuk. Seperti dinubuatkan oleh Yesaya, Dia akan mengampuni mereka yang berdosa: “Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba” (Yes 1:18).

Sebagaimana telah dilakukan-Nya sekitar 2.000 tahun lalu, hari ini pun Yesus masih menawarkan pengampunan dan kebebasan. Dalam hal ini janganlah kita melupakan apa yang dikatakan oleh penulis “Surat kepada orang Ibrani”: “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” (Ibr 13:8).

Saudari-Saudara yang terkasih, dalam Pekan Suci ini, marilah kita berketetapan hati untuk menyelesaikan atau katakanlah “membereskan” rekening-rekening utang kita dengan Allah Bapa. Seandainya kita (anda dan saya) sudah cukup lama tidak masuk ke dalam ruang pengakuan, marilah kita gunakan saat-saat rahmat ini guna memperoleh belas kasih Allah. Oleh karena itu marilah kita datang kepada-Nya dan menegakkan keadilan dalam hati kita masing-masing.

Seperti sang ayah dalam “perumpamaan anak yang hilang”, saya yakin bahwa Dia akan berlari guna menyambut anda dan saya. Setelah itu dengan sayup-sayup kita akan mendengar suara Yesus Kristus: “… akan ada sukacita di surga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih daripada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan”  (Luk 15:7).

DOA: Tuhan Yesus Kristus, aku menyesali dosa-dosaku. Dengan penuh kepercayaan atas kasih-Mu, aku mohon pengampunan dan belas kasih-Mu. Datanglah, ya Tuhanku, dan tegakkanlah keadilan dan damai-Mu dalam diriku. Amin.

Jakarta, 24 Maret 2024 [HARI MINGGU PALMA MENGENANGKAN SENGSARA TUHAN TAHUN B]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

HOSANA DI TEMPAT YANG MAHA TINGGI!

HOSANA DI TEMPAT YANG MAHA TINGGI!

(Bacaan Perarakan pada HARI MINGGU PALMA MENGENANGKAN SENGSARA TUHAN [Tahun B],  24 Maret 2024)

Ketika Yesus dan murid-murid-Nya telah mendekati Yerusalem, dekat Betfage dan Betania yang terletak di Bukit Zaitun, Yesus menyuruh dua orang murid-Nya dengan pesan, “Pergilah ke desa yang di depanmu itu. Pada waktu kamu masuk di situ, kamu akan segera menemukan seekor keledai muda tertambat, yang belum pernah ditunggangi orang. Lepaskan keledai itu dan bawalah ke mari. Jika ada orang mengatakan kepadamu: Mengapa kamu lakukan itu, jawablah: Tuhan memerlukannya. Ia akan segera mengembalikannya ke sini.” Mereka pun pergi, dan menemukan seekor keledai muda tertambat di depan pintu di luar, di pinggir jalan, lalu melepaskannya. Beberapa orang yang berdiri di situ berkata kepada mereka, “Apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu lepaskan keledai itu?” Lalu mereka menjawab seperti yang sudah dikatakan Yesus, maka orang-orang itu membiarkan mereka mengambilnya. Lalu mereka membawa keledai muda itu kepada Yesus, dan mengalasinya dengan pakaian mereka, kemudian Yesus naik ke atasnya. Banyak orang yang menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang menyebarkan ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari ladang. Orang-orang yang berjalan di depan dan mereka yang mengikuti dari belakang berseru, “Hosana! Terpujilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Terpujilah Kerajaan yang datang, Kerajaan bapak kita Daud, hosana di tempat yang maha tinggi!” (Mrk 11:1-10)

Dalam merenungkan bacaan Injil karangan Markus ini, kita sungguh harus berhati-hati, karena ada hal-hal yang berbeda dengan cerita tentang peristiwa yang sama seperti ditemukan dalam kitab-kitab Injil lainnya (Mat 21:1-17; Luk 19:28-48; Yoh 12:12-19). Ada kesan bahwa ini bukanlah prosesi masuk ke kota Yerusalem dengan penuh kemenangan (lihat Mrk 11:11), juga tidak ada indikasi penduduk Yerusalem pergi ke luar untuk mengambil bagian dalam prosesi itu. Kelihatannya orang-orang yang terlibat adalah para pengikut Yesus sendiri. Mereka tidak memanggil Yesus dengan kata “raja”, tetapi mengacu pada kedatangan kerajaan Daud untuk terakhir kali (Mrk 11:10). Bahkan ranting-ranting dan daun palma tidak disebut-sebut sama sekali. Dibandingkan dengan versi Matius, di sini Markus tidak mau menonjolkan reaksi dari orang banyak atas kedatangan “raja” mereka….. karena Markus tidak ingin pembaca Injilnya melupakan bahwa Yesus adalah Dia yang telah dipimpin masuk ke kota Yerusalem untuk menyelamatkan mereka dengan cara yang sangat tidak-biasa dilakukan oleh seorang raja, yaitu lewat mati di kayu salib.

Meskipun kedua desa yang disebutkan – Betfage dan Betania – secara khusus tidak memiliki signifikansi (terletak kurang lebih 2½  KM jauhnya dari jalan ke Yerusalem), acuan pada Bukit Zaitun memiliki signifikansi, karena ada satu tradisi yang didasarkan pada Kitab Zakharia (Za 14:4), bahwa Mesias akan menampakkan diri untuk terakhir kalinya di sana. Hal ini, ditambah dengan acuan secara eksplisit pada seekor “keledai muda” (yang mengingatkan kita pada Za 9:9) menunjukkan, bahwa Markus melihat adanya signifikansi mesianis dalam cerita ini. Bagi Markus, memang ini adalah kemunculan Mesias, namun khas Markus, ….. kemunculan Mesias dalam cara dan bentuk sedemikian tidak sungguh-sungguh dapat dipahami, bahkan oleh mereka yang melihatnya.

Arahan-arahan Yesus kepada para murid-Nya, dimaksudkan untuk menunjukkan kuat-kuasa kenabian Yesus, kalau tidak demikian maka hal ini menunjukkan bahwa Yesus lebih mengenal kawasan ini daripada narasi Markus sendiri mampu membimbing kita untuk percaya. Apa pun yang kita pilih, kesannya jelas bahwa peristiwa ini bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Peristiwa itu terjadi sesuai dengan rencana, suatu tema yang terus menerus ditekankan oleh Markus sehubungan dengan sengsara Yesus (misalnya  nubuatan tentang sengsara-Nya secara berulang-ulang).

Penggambaran banyak orang yang menghamparkan pakaian mereka di jalan dan menyebarkan ranting-ranting hidjau mau mempermaklumkan bahwa Yesus adalah Raja (lihat 2Raj 9:13), seperti juga bagaimana Dia naik di atas seekor keledai muda yang tidak pernah ditunggangi sebelumnya. Namun Ia tidak datang sebagai seorang pahlawan militer yang menunggang seekor kuda perang, tetapi seekor keledai muda, sebagai bentara damai-sejahtera Allah (lihat Za 9:9-10). Orang-orang yang berseru diambil dari Mzm 118:25-26, ayat-ayat Kitab Suci yang dibacakan oleh para peziarah hari raya keagamaan dalam doa-doa di pagi hari. Tetapi sekali lagi, dalam perspektif Markus “Hosana” (Ibrani: “Tolonglah kami!”, lihat Mzm 118:25) yang ditujukan kepada Yesus memiliki “nada tambahan” yang ironis. Yesus akan melakukan hal itu, tetapi dengan cara yang akan menyebabkan orang-orang yang sekarang merayakan kedatangan-Nya ke Yerusalem, meninggalkan Dia dan melarikan diri (Mrk 14:50) justru pada saat di mana peristiwa-peristiwa yang memungkinkan pertolongan itu  (kematian Yesus; lihat 10:45) mulai terbentang  Dengan demikian cerita ini melanjutkan narasi Markus mengenai “karir” Yesus yang datang sebagai Mesias dengan cara-Nya yang khas/khusus, yang sebelum sengsara-Nya memang tidak dapat sepenuhnya dipahami.

Dengan demikian, bukan sesuatu yang kebetulan kalau ada dua bacaan Injil dalam liturgi Hari Minggu Palma, pertama guna merayakan kedatangan penuh kemenangan Yesus (Mrk 11:1-10) untuk Tahun B), disusul dengan pembacaan kisah sengsara (Mrk 14:1-15:47). Memang menggembirakan dan menyegarkan untuk bersorak-sorai bagi sebuah tim pemenang, akan tetapi apakah kita sungguh para pengikut Kristus yang tangguh, yang menyatukan diri dengan Dia, bahkan dalam saat-saat penuh frustrasi dan kegagalan?

DOA: Tuhan Yesus Kristus, aku ingin mengenal Dikau dan kuasa Kebangkitan-Mu secara lebih mendalam lagi. Aku juga mau mengambil bagian dalam sengsara-Mu, supaya akhirnya aku dapat memperoleh kebangkitan dari antara orang mati (Flp 3:10-11). Terpujilah nama-Mu selalu ya Yesus, Tuhan dan Juruselamat manusia. Amin.

Jakarta, 23 Maret 2024 [Pfak S. Turibius dr Mogrovejo, Uskup]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PERSEPAKATAN UNTUK MEMBUNUH YESUS

PERSEPAKATAN UNTUK MEMBUNUH YESUS

 (Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Prapaskah – Sabtu, 23 Maret 2024)

Pfak S. Turibius dr Mogrovejo, Uskup

Banyak di antara orang-orang Yahudi yang datang melawat Maria dan yang menyaksikan sendiri apa yang telah dibuat Yesus, percaya kepada-Nya. Tetapi beberapa di antara mereka pergi kepada orang-orang Farisi dan menceritakan kepada mereka, apa yang telah dibuat Yesus itu. Lalu imam-imam kepala dan orang-orang Farisi memanggil Mahkamah Agama untuk berkumpul dan mereka berkata, “Apa yang harus kita lakukan? Sebab Orang itu membuat banyak mukjizat. Apabila kita biarkan Dia, maka semua orang akan percaya kepada-Nya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita serta bangsa kita. Tetapi salah seorang di antara mereka, yaitu Kayafas, Imam Besar pada tahun itu, berkata kepada mereka, “Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu tidak insaf bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita daripada seluruh bangsa kita ini binasa.” Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada tahun itu ia  bernubuat bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai. Mulai hari itu mereka sepakat untuk membunuh Dia.

Karena itu Yesus tidak tampil lagi di depan umum di antara orang-orang Yahudi, tetapi Ia berangkat dari situ ke daerah dekat padang gurun, ke sebuah kota yang bernama Efraim, dan di situ Ia tinggal bersama-sama murid-murid-Nya.

Pada  waktu itu hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat dan banyak orang dari negeri itu berangkat ke Yerusalem untuk menyucikan diri sebelum Paskah itu. Mereka mencari Yesus dan sambil berdiri di dalam Bait Allah, mereka berkata seorang kepada yang lain, “Bagaimana pendapatmu? Aka datang jugakah Ia ke pesta?” (Yoh 11:45-56)

Bacaan Pertama: Yeh 37:21-28; Mazmur Tanggapan: Yer 31:10-12ab,13

“Apa yang harus kita lakukan? Sebab Orang itu membuat banyak mukjizat.” (Yoh 11:47)

Sungguh sulit bagi kita untuk bersikap masa bodoh untuk waktu yang cukup lama apabila kita berada dalam kehadiran Allah. Kita (anda dan saya) harus – mau tidak mau – membuat pilihan, apakah menerima Dia atau menolak Dia, mengikut Dia atau meninggalkan Dia. Dengan demikian, apakah yang mengherankan, apakah yang harus membuat kita terkejut apabila melihat Yesus semakin terjerat dalam konflik yang semakin meningkat dengan para pemuka agama Yahudi sehubungan dengan klaim-Nya, tidak hanya bahwa Dia adalah sang Mesias, namun juga bahwa Dia setara dengan Allah?

Ketika berita tentang Yesus membangkitkan Lazarus yang sudah dimakamkan selama tiga hari itu menyebar dengan demikian cepat dari Betania ke Yerusalem, maka kota itu menjadi gempar/heboh. Para pemuka agama Yahudi menyadari bahwa mereka tidak lagi dapat tinggal diam. Dengan demikian, gara-gara rasa takut dan kecemburuan, mereka mengambil keputusan untuk “menghabiskan” Yesus sekali dan selama-lamanya. Apabila mereka memperkenankan Yesus untuk melanjutkan membuat berbagai mukjizat dan tanda heran, mereka pikir tentunya seluruh Israel akan membuat Yesus menjadi raja mereka. Hal sedemikian tentunya akan menggiring seluruh bangsa Israel ke dalam situasi konflik dengan pasukan pendudukan Romawi. Oleh karena itu kelihatannya perlulah bagi mereka untuk menghentikan Yesus sebelum terlambat.

Yesus bukanlah seorang “bonek” yang senang mencari-cari bahaya, tetapi Dia juga tidak akan melarikan diri situasi berbahaya bilamana ketaatan kepada Bapa-Nya menuntut-Nya untuk berdiri teguh. Semua hal telah mencapai suatu titik kriis, dan Yesus memutuskan untuk mengundurkan diri untuk sementara waktu sampai tibanya perayaan Paskah. Pada saat itulah Dia akan memasuki kota Yerusalem untuk menghadapi para lawan-Nya secara langsung dan menyelesaikan misi Bapa-Nya pada kayu salib di Kalvari.

Besok adalah HARI MINGGU PALMA MENGENANGKAN SENGSARA TUHAN, awal dari Pekan Suci. Selama Pekan Suci ini kita akan melihat/mendengar dosa dan kegelapan pada titiknya yang paling buruk selagi Yesus menyiapkan diri untuk memasuki konfliknya yang final dengan dosa dan kegelapan tersebut. Pada Pekan Suci ini pula kita juga akan melihat Yesus mengubah kekalahan menjadi kemenangan selagi Dia dengan sukarela dan penuh keikhlasan memanggul salib-Nya guna mengalahkan dosa dan maut, demi penebusan kita manusia.

Pada Pekan terakhir masa Prapaskah ini, marilah kita tidak melupakan pesan Prapaskah: Rahmat dan pertolongan Allah akan tetap ada walaupun dalam momen-momen paling gelap dari tragedi, dosa dan keputusasaan. Sepanjang perjalanan kita dengan Tuhan, kita dapat mengharapkan bagian kita sehubungan dengan tantangan-tantangan dan oposisi. Untuk berdiri teguh demi kebenaran, membela hak-hak azasi manusia, berpegang teguh pada hukum dan nilai-nilai moral, tidak membuat tafsiran yang mengada-ada atas pesan Injil – semua ini membutuhkan keberanian. Kabar baiknya adalah, bahwa Allah tidak akan membiarkan kita untuk menghadapi sendiri tantangan-tantangan ini. Dia memberikan kepada kita kekuatan-Nya dan keberanian-Nya sendiri agar kita mengikut Dia dengan setia dan memberikan kesaksian  tentang kebenaran dengan berani.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, berikanlah kepadaku sukacita dan ketetapan hati selagi aku berupaya untuk mengikuti-Mu sebagai seorang murid yang setia. Terima kasih, ya Tuhan. Terpujilah nama-Mu selama-lamanya. Amin.

Jakarta, 22 Maret 2024

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS