Category Archives: 19-11 RENUNGAN HARIAN NOVEMBER 2019

ANDREAS: SALAH SEORANG MURID YESUS YANG PERTAMA

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Pesta Santo Andreas, Rasul – Jumat, 30 November 2019) 

Jika engkau mengaku dengan dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka engkau akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan. Karena Kitab Suci berkata, “Siapa saja yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.” Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Tuhan yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang dan murah hati kepada semua orang yang berseru kepada-Nya. Sebab, “siapa saja yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.”

Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia? Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: “Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!”

Tetapi tidak semua orang telah menerima kabar baik itu. Yesaya sendiri berkata, “Tuhan, siapakah yang percaya kepada pemberitaan kami?” Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus. Tetapi aku bertanya: Apakah mereka tidak mendengarnya? Justru mereka telah mendengarnya, “Suara mereka sampai ke seluruh dunia dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi.” (Rm 10:9-18) 

Mazmur Tanggapan: Mzm 19:2-5; Bacaan Injil: Mat 4:18-22  

Pada hari ini kita merayakan Pesta Santo Andreas, Rasul dan saudara  dari Santo Petrus. Ia adalah salah seorang dari kedua belas rasul Kristus. Bahkan selagi masih bekerja sebagai seorang nelayan, Andreas sudah mempunyai kerinduan akan Allah. Dia bergabung sebagai salah seorang murid Yohanes Pembaptis, kemudian gurunya itu mengarahkan Andreas untuk bergabung dengan sang Guru, yaitu Yesus. Andreas menjadi dua orang murid pertama dari Yesus. Kisah bagaimana Andreas mengikuti Yesus yang dipaparkan oleh Yohanes sungguh indah (lihat Yoh 1:35-42). Bersama seorang murid lain, Andreas hanya tinggal satu hari saja dengan Yesus, namun hatinya langsung merasa mantap dan dia pun yakin bahwa Yesus adalah Kristus. Langsung saja dia menemui Simon Petrus, saudaranya, dan berkata kepadanya: “Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus)”. Ia pun membawa Simon Petrus kepada Yesus (lihat Yoh 1:42).

Dari Injil Yohanes itu kita melihat, bahwa Andreas menanggapi panggilan Allah dengan penuh semangat. Dengan cepat dia men-sharing-kan kabar baik yang sudah diterimanya kepada orang-orang lain, dimulai dengan saudara laki-lakinya sendiri, Simon Petrus. Pertemuan Andreas dengan Yesus baru saja terjadi dan untuk waktu yang cukup singkat, namun kita melihat bahwa dia sudah dipenuhi dengan semangat apostolik. Hal ini terbukti setelah hari Pentakosta Kristiani yang pertama: Andreas mengabdikan hidupnya untuk mewartakan Injil kepada orang-orang yang belum pernah mendengar tentang Injil itu.

Andreas menyaksikan Yesus menyembuhkan orang-orang sakit, mengalahkan roh-roh jahat dengan kata-kata-Nya yang penuh kuasa, dan Dia juga mengampuni dosa-dosa. Dia melihat Yesus melakukan mukjizat penggandaan roti dan ikan, membangkitan Lazarus yang sudah mati beberapa hari, dan banyak lagi mukjizat dan tanda heran yang dibuat oleh-Nya. Akhirnya Andreas bertemu dengan Yesus yang sudah bangkit dari alam maut, berdiri di hadapannya – hidup oleh kuasa Roh Kudus. Roh Kudus inilah – yang setelah hari Pentakosta Kristiani yang pertama – yang membuat hatinya berkobar-kobar sehingga tidak dapat ditahan lagi. Didorong sangat oleh Roh Kudus itu, Andreas melakukan perjalanan misinya ke tempat-tempat yang jauh untuk mewartakan bahwa “Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat semua orang”. Dia melakukan pewartaan Injil di Rusia bagian selatan dan sepanjang pantai Laut Hitam dan di Byzantium (Istambul sekarang). Seturut “Amanat Agung” (Great Commission) dari Yesus sendiri (lihat Mat 28:19-20), Santo Andreas yakin sekali bahwa apa yang telah dilakukan Yesus di Galilia, Yerusalem dan tempat-tempat lain di Israel semasa hidup-Nya, harus juga dilakukan oleh para rasul/murid-Nya di/ke seluruh dunia oleh kuasa Roh Kudus.

Andreas tahu bahwa evangelisasi bukanlah sekadar meyakinkan orang-orang tentang kebenaran berbagai proposisi teologis, melainkan juga menyatakan kemuliaan Kristus lewat tindakan penyembuhan atas orang-orang sakit, pelepasan orang-orang yang dirasuki/dipengaruhi roh-roh jahat, mengampuni musuh-musuh kita, mengasihi setiap orang dengan kasih Kristus sendiri, dlsb. Oleh karena itu marilah kita menanggapi panggilan Allah bagi kita masing-masing, sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Andreas dalam hidupnya, dan marilah kita memberitakan sabda Allah kepada dunia di sekeliling kita.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, manifestasikanlah kemuliaan-Mu dalam hidupku. Aku percaya bahwa kebangkitan-Mu adalah suatu kenyataan dan Engkau pun telah memberi amanat kepadaku untuk menjadi seorang bentara Injil-Mu. Oleh Roh Kudus-Mu, berdayakanlah aku sebagaimana Engkau telah memberdayakan Santo Andreas, untuk mewartakan kepada orang-orang yang kujumpai tentang kemerdekaan sejati sebagai anak-anak Bapa surgawi yang sungguh mereka butuhkan. Amin.

Jakarta, 29 November 2019 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

LANGIT DAN BUMI AKAN BERLALU, TETAPI PERKATAAN-KU TIDAK AKAN BERLALU

(Bacaan Injil Misa,  Hari Biasa Pekan Biasa XXXIV – Jumat, 29 November 2019)

Keluarga besar Fransiskan: Pesta Semua Orang Kudus Tarekat 

Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini kepada mereka, “Perhatikanlah pohon ara atau pohon apa saja. Apabila kamu melihat pohon-pohon itu sudah bertunas, kamu tahu dengan sendirinya bahwa musim panas sudah dekat. Demikian juga, jika kamu melihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Orang-orang zaman ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya terjadi. Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.” (Luk 21:29-33) 

Bacaan Pertama: Dan 7:2-14; Mazmur Tanggapan: Dan 3:75-81

Semakin dekat saatnya bagi Yesus untuk mempersembahkan hidup-Nya demi keselamatan dunia. Dia hampir menyelesaikan kerja pelayanan-Nya, kematian dan kebangkitan-Nya sudah di depan mata dan hal ini menandakan “peresmian” (inaugurasi) Kerajaan Allah serta kelahiran Gereja. Meskipun menghadapi penolakan, penganiayaan dan oposisi,  Yesus memproklamasikan dengan penuh keyakinan bahwa keselamatan kita sudah dekat. Sementara kita menantikan Yesus datang kembali, kita – sebagai Gereja – harus bertumbuh dalam kedewasaan  dalam kuasa Roh Kudus.

POHON ARA - 1Yesus ingin agar kita memiliki keyakinan penuh, selagi menantikan kedatangan-Nya untuk kedua kalinya. Kita akan mengalami oposisi dan penganiayaan, akan tetapi seperti Yesus telah berjaya, kita pun akan berjaya, kalau kita percaya pada firman-Nya. Kita tidak perlu merasa gundah atau ciut-hati di kala kita mengalami kesengsaraan atau kemalangan. Sebaliknya, kalau kesulitan-kesulitan bertumbuh dalam intensitas, maka semua itu harus dilihat sebagai indikasi-indikasi positif bahwa perwujudan final dan penuh kemuliaan dari keselamatan kita sudah semakin dekat. Yesus mengumpamakan semua itu sebagai pohon ara yang kalau sudah bertunas menjamin bahwa musim panas sudah dekat.

Setiap hari kita menghadapi pilihan-pilihan. Kita dapat mempertimbangkan apa yang telah dilakukan Yesus untuk menebus dan menyembuhkan kita. Kita menaruh kepercayaan pada firman-Nya untuk manifestasi kemuliaan-Nya secara penuh pada saat kedatangan-Nya untuk kedua kali. Atau, kita dapat melihat penderitaan kita di dunia dan dengan cepat menjadi takut dan khawatir. Apabila kita datang menghadap Tuhan dalam doa dan memperkenankan firman-Nya yang memberi pengharapan dan dorongan untuk menyentuh hati kita dan mengarahkan pemikiran-pemikiran kita, maka kita akan diangkat dan dipenuhi dengan sukacita dan damai-sejahtera, dan memampukan kita untuk melihat lebih daripada sekadar keadaan kita sendiri. Firman-Nya menggerakkan batin kita dan kita dapat percaya bahwa dalam Dia semua hal adalah mungkin.

Pada zaman modern ini banyak orang Kristiani masih menderita di bawah rezim-rezim atheis dan totaliter. Terkadang situasi sedemikian memberi kesan bahwa kuasa kegelapan telah menang dan berjaya. Namun munculnya kembali Kristianitas di Eropa Timur misalnya, membuktikan bahwa masih berlakunya kata-kata Yesus bahwa Dia akan melindungi Gereja-Nya. Pada zaman ini orang-orang Kristiani adalah saksi-saksi hidup atas ucapan Yesus ini: “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Luk 21:33).

DOA: Tuhan Yesus, ajarlah kami kuasa dan kebenaran firman-Mu. Biarlah firman-Mu menjadi batu karang dan benteng di tengah-tengah keributan kehidupan. Biarlah firman-Mu menjadi pelita bagi langkah kami, sehingga kami dapat menantikan kedatangan-Mu dengan pengharapan penuh sukacita. Amin. 

Jakarta, 28 November 2019 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

ANAK MANUSIA DATANG DALAM KEMULIAAN-NYA

2ndcoming2

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXXIV – Kamis, 28 November 2019)

OFM/OFMConv.: Peringatan Wajib S. Yakobus dr Marka, Imam 

“Apabila kamu melihat Yerusalem dikepung oleh tentara-tentara, ketahuilah bahwa keruntuhannya sudah dekat. Pada waktu itu orang-orang yang berada di Yudea harus melarikan diri ke pegunungan, dan orang-orang yang berada di dalam kota harus mengungsi, dan orang-orang yang berada di pedusunan jangan masuk lagi ke dalam kota, sebab itulah masa pembalasan ketika semua yang telah tertulis akan digenapi. Celakalah ibu-ibu yang sedang hamil atau menyusukan bayi pada masa itu! Sebab akan datang kesusahan yang dahsyat atas seluruh negeri dan murka atas bangsa ini, dan mereka akan tewas oleh mata pedang dan dibawa sebagai tawanan ke segala bangsa, dan Yerusalem akan diinjak-injak oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, sampai genaplah zaman bangsa-bangsa itu.”

“Akan ada tanda-tanda pada matahari dan bulan dan bintang-bintang, dan di bumi bangsa-bangsa akan takut dan bingung menghadapi deru dan gelora laut. Orang akan mati ketakutan karena kecemasan berhubung dengan segala apa yang menimpa bumi ini, sebab kuasa-kuasa langit akan guncang. Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah kepalamu, sebab pembebasanmu sudah dekat.”  (Luk 21:20-28)

 

Bacaan Pertama: Dan 6:12-28; Mazmur Tanggapan: Dan 3:68-74

 

“Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah kepalamu, sebab pembebasanmu sudah dekat.”  (Luk 21:28)

 

Bagaimana Yesus dapat mengharapkan kita untuk memberi tanggapan terhadap pergolakan di akhir zaman dengan penuh keyakinan dan pengharapan? Dalam menghadapi penderitaan, peperangan, dan berbagai bencana alam yang digambarkan oleh Yesus, penarikan/pengunduran diri dengan penuh yang diliputi ketakutan kelihatannya merupakan suatu reaksi yang lebih cocok! Bagaimana pun juga, di manakah adanya pengharapan dalam segala kesusahan yang dinubuatkan oleh-Nya?

Yesus mengatakan kepada kita bahwa kita dapat mempunyai pengharapan pada waktu kita melihat tanda-tanda akhir ini karena tanda-tanda tersebut juga merupakan tanda-tanda dari penebusan yang telah lama kita nanti-nantikan. Kita akan melihat “Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya” (Luk 21:27)! Kita dapat yakin dan mempunyai pengharapan, karena kita tahu kita aman dalam Kristus. Darah-Nya adalah perlindungan kita terhadap si Jahat, dan Roh Kudus-Nya adalah down payment kita untuk tempat kita di surga kelak.

 

Kita harus mengetahui kebenaran ini sedalam-dalamnya sehingga hidup kita tidak dapat digoncangkan oleh berbagai gejolak yang berlangsung pada akhir zaman. Setiap hari Allah memberikan kepada kita kesempatan-kesempatan untuk “bereksperimen” dengan iman kita, situasi-situasi di mana kita dapat memegang sabda Allah seperti apa adanya dan memperhatikan Dia mengerjakan keajaiban-keajaiban bagi kita. Misalnya iman kita mengatakan, bahwa baptisan kita ke dalam Kristus telah membebaskan kita dari keterikatan pada dosa. Ketika godaan-godaan datang, kepada kita diberi kesempatan untuk datang ke kaki salib Yesus di Kalvari dan mempersatukan diri kita dengan Sang Tersalib sambil berkata “tidak” terhadap godaan-godaan tersebut. Apabila kita tidak tahu bagaimana seharusnya bereaksi dalam suatu situasi tertentu, kita dapat mencoba untuk memandang hal-hal yang kita hadapi dari perspektif surgawi dan memperkenankan Roh Kudus memberikan bimbingan serta hikmat-Nya kepada kita. Semakin sering kita melakukan praktek-praktek seperti ini, semakin yakin dan berpengharapan pula kita jadinya, apa pun situasi yang kita hadapi.

 

Pada saat Yesus datang kembali kelak, setiap hal akan diserahkan kepada-Nya sebagai Tuhan. Dalam doa-doa kita pada hari ini, marilah kita merenungkan karunia keselamatan yang telah kita terima dalam Kristus. Kita dapat memohon kepada Roh Kudus agar Ia meningkatkan kerinduan kita masing-masing untuk memandang Yesus muka-ketemu-muka. Semakin “aman” kita dalam rangkulan belas kasihan Allah, semakin keras pula kita akan berseru, “Datanglah, Tuhan Yesus!” (Why 22:20).

 

DOA: Bapa surgawi, Allah yang Mahabesar, Khalik langit dan bumi! Aku berterima kasih penuh syukur kepada-Mu untuk karunia keselamatan yang Kauanugerahkan kepadaku. Apa yang tidak dapat kulakukan sendiri bagi diriku, telah dilakukan oleh Putera-Mu terkasih, Yesus Kristus. Buanglah segala rasa takut dan kekhawatiran yang masih ada dalam diriku. Tidak ada keyakinan dan pengharapan lebih besar yang kumiliki daripada fakta bahwa aku tersalib bersama Yesus dan akan bangkit bersama Dia pula. Amin.

Jakarta, 27 November 2019

 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PANGGILAN KEPADA KEKUDUSAN

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXXIV – Rabu, 27 November 2019]

Keluarga Fransiskan Conventual: Pesta S. Fransiskus-Antonius Pasani, Imam 

“Tetapi sebelum semuanya itu kamu akan ditangkap dan dianiaya; kamu akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan kamu akan dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh karena nama-Ku. Hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi. Sebab itu tetapkanlah di dalam hatimu, supaya kamu jangan memikirkan lebih dahulu pembelaanmu. Sebab Aku sendiri akan memberikan kepadamu kata-kata hikmat, sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu. Kamu akan diserahkan juga oleh orang tuamu, saudara-saudaramu, kaum keluargamu dan sahabat-sahabatmu dan beberapa orang di antara kamu akan dibunuh dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku. Tetapi tidak sehelai pun dari rambut kepalamu akan hilang. Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh kehidupan.” (Luk 21:12-19) 

Bacaan Pertama: Dan 5:1-6,13-14,16-17,23-28; Mazmur Tanggapan: Dan 3:62-67

Masih ingatkah Saudari dan Saudara betapa ramainya nubuatan-nubuatan tentang akhir zaman pada saat-saat menjelang tahun 2000? Prediksi-prediksi tentang perubahan besar yang akan terjadi menimbulkan reaksi-reaksi yang beraneka ragam, dari excitement, rasa takut, bahkan sampai tidak peduli sama sekali, … Don’t worry. Be happy!  

Orang-orang di Yerusalem yang mendengar nubuatan-nubuatan Yesus tentang akhir zaman, penghancuran kota Yerusalem, dan pengejaran serta penganiayaan yang akan menimpa para murid-Nya barangkali bereaksi lebih-lebih dengan rasa takut daripada excitement. Memang tidak salahlah begitu! Pada tahun 70, pemberontakan orang-orang Yahudi yang gagal melawan pemerintahan Roma mengakibatkan kematian beribu-ribu orang yang tidak bersalah, kelaparan yang berskala luas, dan penghancuran Bait Suci. Hanya setelah Ia menggambarkan segala kesengsaraan yang akan menimpa, Yesus mengingatkan para pengikut-Nya bahwa bahkan sebelum peristiwa-peristiwa mengerikan itu terjadi, mereka akan menderita karena pengejaran dan penganiayaan.

Jadi, di manakah “kabar baiknya” kalau di sana-sini yang ada hanyalah bencana, kesedihan, penganiayaan dlsb.? Di sinilah pentingnya sabda Yesus: Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh kehidupan” (Luk 21:19). Yang dapat dilakukan oleh manusia – bertekun – akan membawa berkat yang jauh lebih melampaui kemampuan-kemampuan manusiawi kita: keselamatan penuh dan hidup kekal di hadapan hadirat Allah Yang Mahakuasa.

Sebagaimana orang-orang Yahudi pada abad pertama, kita – umat Kristiani yang hidup dalam milenium ketiga – tidak dijanjikan suatu kehidupan yang nyaman-menyenangkan. Sebaliknya, Yesus menawarkan kepada kita sesuatu yang lebih besar. Ia berjanji untuk membawa mereka yang tetap setia kepada-Nya kembali pulang dengan aman ke Kerajaan-Nya yang tidak dapat dihancurkan oleh kekuatan jahat manapun. Namun untuk itu kita dituntut untuk bertekun. Katekismus Gereja Katolik (KGK) mengatakan: “Jadi jelaslah bagi semua, bahwa semua orang Kristiani, dari status atau jajaran apa pun dipanggil kepada kepenuhan hidup Kristiani dan kesempurnaan cintakasih” (Lumen Gentium 40). Semua orang dipanggil kepada kekudusan: Karena itu haruslah kamu sempurna, seperti Bapa-Mu yang di surga adalah sempurna” (Mat 5:48). “Untuk memperoleh kesempurnaan itu hendaklah kaum beriman mengerahkan tenaga yang mereka terima menurut ukuran yang dikaruniakan oleh Kristus, supaya …… mereka melaksanakan kehendak Bapa dalam segalanya, mereka dengan segenap jiwa membaktikan diri kepada kemuliaan Allah dan pengabdian terhadap sesama. Begitulah kesucian umat Allah akan bertumbuh dan menghasilkan buah berlimpah, seperti dalam sejarah Gereja telah terbukti dengan cemerlang melalui hidup sekian banyak orang kudus” (Lumen Gentium 40) (KGK, 2013).

Panggilan Allah kepada kekudusan sungguh bukan hal yang main-main. Untuk itu kita akan melangkah di jalan yang benar dengan tetap menaruh kepercayaan kepada Dia yang begitu mengasihi kita sehingga rela mati untuk kita semua. Marilah kita dengan penuh perhatian mendengarkan nasihat-nasihat yang diberikan oleh Roh Kudus dan melatih mata kita agar mampu melihat “hadiah” berupa Yerusalem surgawi yang sedang menantikan kita.

DOA: Tuhan Yesus, melalui badai-badai yang mengamuk di dalam kehidupan ini, aku ingin berpegang teguh pada janji-janji-Mu tentang kehidupan kekal, Dengan pertolongan Roh Kudus-Mu, aku berjanji untuk mengikuti-Mu ke mana saja Engkau memimpin aku. Terpujilah nama-Mu yang kudus, sekarang dan selama-lamanya. Amin.

Jakarta, 26 November 2019 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

SESUNGGUHNYA KITA TIDAK PERNAH TAHU PERIHAL KEDATANGAN HARI ISTIMEWA ITU

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXXIV – Selasa, 26 November 2019)

Keluarga Besar Fransiskan: Peringatan S. Leonardus de Porto Mauritio, Biarawan

Ketika beberapa orang berbicara tentang Bait Allah, betapa bangunan itu dihiasi dengan batu yang indah-indah dan dengan berbagai-bagai barang persembahan, berkatalah Yesus, “Apa yang kamu lihat di situ – akan datang harinya ketika tidak ada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan.”

Lalu mereka bertanya kepada Yesus, “Guru, kapan itu akan terjadi? Apa tandanya, kalau itu akan terjadi?” Jawab-Nya, “Waspadalah, supaya kamu jangan disesatkan. Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: ‘Akulah Dia,’ dan: ‘Saatnya sudah dekat.’ Janganlah kamu mengikuti mereka. Apabila kamu mendengar tentang peperangan dan pemberontakan, janganlah kamu takut. Sebab semuanya itu harus terjadi dahulu, tetapi itu tidak berarti kesudahannya akan datang segera.”

Ia berkata kepada mereka, “Bangsa akan bangkit melawan bangsa dan kerajaan melawan kerajaan, dan akan terjadi gempa bumi yang dahsyat dan di berbagai tempat akan ada penyakit sampar dan kelaparan, dan akan terjadi juga hal-hal yang menakutkan dan tanda-tanda yang dahsyat dari langit. (Luk 21:5-11)

Bacaan Pertama: Dan 2:31-45; Mazmur Tanggapan: Dan 3:57-61

Sampai berapa sering kita memikirkan tentang akhir zaman? Seringkalikah? Yang penting untuk kita imani sebagai orang Kristiani adalah, bahwa  kita sesungguhnya tidak pernah tahu kapan datangnya hari “istimewa” itu. Mengapa istimewa? Bagi kita akhir zaman adalah kedatangan Yesus ke dalam dunia untuk kedua kalinya, tetapi kali ini dalam kemuliaan dan keagungan. Jadi, tidak ada yang perlu ditakuti, kalau kita tetap setia dalam iman Kristiani kita.

Pertanyaan yang perlu kita jawab adalah: Apakah kita memiliki hasrat sejati untuk menyambut kedatangan kembali Yesus ini dan percaya bahwa kedatangan-Nya ini berarti penyelesaian rencana Bapa surgawi? Memang mudah bagi kita untuk luput melihat gambar yang lebih besar, yaitu puncak rencana Allah itu sendiri. Kita bisa saja terjebak dalam rutinitas sehari-hari kita, di lingkungan kerja kita,  lingkungan keluarga kita, segala kesukaran serta kesulitan kita, dan kemudian lupa bahwa pada suatu hari Yesus akan datang kembali dalam kemuliaan-Nya. Oleh karena itu marilah kita setiap hari menanti-nantikan kedatangan-Nya dengan penuh harapan dan kesetiaan.

Prediksi tentang akhir zaman yang dikemukakan oleh Yesus dalam bacaan hari ini memiliki dua tingkatan pemahaman. Pada tingkatan yang pertama, Yesus bernubuat tentang penghancuran Yerusalem dan Bait Allah di sana oleh pasukan Romawi pada tahun 70. Hal ini serupa dengan nubuatan nabi Yeremia yang menyatakan bahwa Bait Salomo akan dihancurkan karena ketidaksetiaan umat kepada Allah (Yer 7). Ini terjadi pada tahun 586 SM, ketika orang-orang Babel memporak-porandakan Yerusalem. Pada tingkatan yang kedua, Yesus berbicara mengenai akhir dunia: “Apabila kamu mendengar tentang peperangan dan pemberontakan, janganlah kamu takut. Sebab semuanya itu harus terjadi dahulu, tetapi itu tidak berarti kesudahannya akan datang segera” (Luk 21:9).

Yesus tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para murid-Nya tentang kapan akhir zaman itu akan terjadi. Ia hanya mengatakan, bahwa peperangan dan berbagai bencana akan terjadi lebih dahulu sebelum hari H itu. Kita sendiri tidak mengetahui kapan akhir zaman itu, harinya maupun jamnya. Kita pun tidak dapat mencegah terjadinya berbagai peristiwa yang harus terjadi sebelumnya, karena semua merupakan bagian dari rencana Allah, bukan rencana manusia yang mana pun.

Yang kita dapat lakukan hanyalah satu, yaitu untuk tetap setia kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Kalau kita tetap kokoh dalam iman kita, maka kata-kata yang diucapkan Yesus dalam bacaan hari ini merupakan kata-kata yang memberi pengharapan bagi kita semua. Hal ini disebabkan karena kedatangan kembali Yesus dan peristiwa-peristiwa yang harus mendahuluinya adalah bagian dari rencana-kekal Allah sendiri. Mereka yang tetap setia kepada Yesus dan percaya kepada-Nya dengan sepenuh hati akan mengalami kehidupan kekal bilamana Dia datang, sebuah kehidupan penuh sukacita yang jauh melampaui apa yang kita ketahui sepanjang keberadaan kita di dunia ini. Akan tetapi …… bagi mereka yang tidak percaya, kata-kata Yesus adalah sesuatu yang menyedihkan, bahkan menakutkan. Marilah kita berdoa agar kita akan tetap setia kepada Yesus sementara kita menantikan kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan. Amin, datanglah, Tuhan Yesus! (Why 22:20).

DOA: Bapa surgawi, kami menaruh kepercayaan pada rencana-Mu, bahwa Yesus Kristus akan kembali dalam kemuliaan-Nya. Tolonglah kami agar tetap setia kepada-Nya, tanpa dipengaruhi secara negatif oleh apa saja yang terjadi dengan diri kami dan di sekeliling kami. Curahkanlah rahmat-Mu ke dalam dunia sehingga semua orang akan siap juga untuk menyambut kedatangan Yesus pada waktu kedatangan-Nya kembali kelak. Amin. 

Jakarta, 25 November 2019 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

MEMBERI DARI KEKURANGANNYA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXXIV – Senin, 25 November 2019)

Peringatan Fakultatif S. Katarina dr Aleksandria, Perawan Martir

OSF Sibolga: Pesta Beata Elisabet dr Reute, Pelindung Kongregasi  Perawan 

Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua uang tembaga, ke dalam peti itu. Lalu Ia berkata, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan seluruh nafkah yang dimilikinya.” (Luk 21:1-4) 

Bacaan Pertama: Dan 1:1-6,8-20; Mazmur Tanggapan: Dan 3:52-56 

persembahan-janda-miskin-2Kemurahan hati janda miskin itu dibuktikan tidak dalam jumlah nominal uang yang dipersembahkannya – yang memang sangat kecil -, melainkan berapa banyak yang tetap dipegangnya bagi dirinya sendiri – tidak ada samasekali! Janda miskin itu memberikan segala yang dimilikinya. Orang-orang karya mampu memberi persembahan yang jauh lebih besar untuk perbendaharaan Bait Allah, akan tetapi persembahan mereka itu berasal dari kelimpahan harta kekayaan mereka. Mereka memberikan apa yang mereka tidak butuhkan! Mereka memiliki lebih dari cukup untuk dibagikan, sementara sang janda miskin memiliki kurang dari yang dibutuhkan untuk menyambung hidup, namun ia siap mempersembahkan segala yang dimilikinya.

Memang terasa ironis jikalau orang-orang miskinlah yang sering sangat bermurah-hati. Dalam kemiskinan yang mereka derita, mereka belajar dari “tangan pertama” betapa Tuhan itu sungguh mahapemurah dalam penyelenggaraan-Nya. Hal ini membebaskan mereka dari rasa prihatin berlebihan sehubungan dengan kemiskinan mereka. Dengan rasa percaya yang dipenuhi iman bahwa Allah akan memperhatikan dan memelihara mereka, maka mereka bermurah hati terhadap orang-orang di sekeliling mereka, berbela rasa  dan ringan tangan dalam memberi.

Santa Bunda Teresa dari Kalkuta suka bercerita tentang sebuah keluarga miskin yang dikunjunginya. Pasutri dalam keluarga itu mempunyai delapan orang anak, dan mereka ternyata belum makan selama beberapa hari. Bunda Teresa dapat melihat rasa lapar yang sangat pada wajah-wajah anggota keluarga itu ketika dia datang dengan sejumlah makanan. Ketika dia memberikan makanan kepada ibu rumah, perempuan itu membagi makanan itu menjadi dua  bagian dan pergi keluar sambil membawa satu bagian. Ketika dia kembali, Bunda Teresa bertanya ke mana si ibu pergi tadi? Si ibu menjawab, “Ke tetanggaku – mereka juga lapar.”

Hal yang serupa saya saksikan sendiri pada tahun 1999 ketika saya – sebagai anggota Badan Pengurus LAI – ditugaskan menemani Pendeta Sembiring mengunjungi para pengungsi Timtim di Timor Barat. Ketika baru saja tiba di salah satu pusat penampungan mereka yang serba minim itu, seorang Ibu Pendeta yang menemani para pengungsi memberi kata sambutannya dengan panjang lebar. Kebetulan sekali saya membawa sebungkus kecil biskuit yang dimaksudkan untuk camilan sepanjang perjalanan jauh dalam truk dengan beberapa orang mahasiswa dari kota Kupang. Di tengah kata sambutan (khotbah?) Ibu Pendeta, pandangan mata saya terhenti pada seorang ibu yang sedang menyusui bayinya. Hati saya tergerak untuk jalan perlahan mendekatinya dan memberikan “sisa” biskuit saya kepadanya dan perlahan-lahan saya pun kembali ke tempat saya semula. Adegan selanjutnya membuat saya tidak fokus lagi pada pidato sang Ibu Pendeta dan sungguh menjadi terharu. Ibu yang sedang menyusui anaknya itu membuka bungkusan yang sudah tidak utuh itu, mengambil biskuitnya yang pertama, membelahnya dan memberikannya kepada seorang ibu yang berdiri di sampingnya, yang membelahnya lagi untuk diberikan kepada seorang ibu lainnya. Biskuit kedua, biskuit ketiga dst. juga diperlakukan secara sama, sehingga banyak ibu di tempat itu menikmati secuil biskuit, di tengah-tengah berlangsungnya pidato sambutan sang Ibu Pendeta. Terlintas dalam pikiran dan hatiku, apakah hal yang seperti inilah yang disebut “pesta agape”? Tak sadar air mata saya berlinang di wajahku.

Beberapa hari sebelumnya saya memberikan semacam pengarahan tentang makna “persaudaraan sejati” dalam kapitel OFS regio Jawa, yang mengambil tempat di Klaten, Jawa Tengah. Ternyata “persaudaraan sejati” justru hadir nyata di tengah keadaan yang serba berkekurangan, serba miskin dan bersahaja. Bukankah ini yang dikehendaki Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita, yaitu suatu persaudaraan yang sejati? Bukankah ada tertulis dalam Kitab Suci: “Siapa yang mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudara seimannya” (1Yoh 4:21)? Saya berterima kasih penuh syukur kepada Allah karena Roh Kudus memberikan konfirmasi-Nya secara tepat-waktu kepada saya. Pengalaman singkat-padat-mengharukan ini tidak berlangsung lama. Belakangan saya menceritakan pengalaman saya ini kepada Pak Pendeta Sembiring.

Orang-orang miskin memahami ketergantungan mereka kepada Tuhan Allah, demikian pula mereka yang “miskin dalam roh” (istilah ini menurut saya lebih tepat daripada “miskin di hadapan Allah”; lihat Mat 5:3). Yesus memberkati mereka yang mengetahui dan menyadari betapa mereka sangat membutuhkan-Nya, mereka yang menyadari bahwa tanpa Allah, mereka menjadi tanpa pengharapan dan tanpa pegangan. Menyadari kehampaan diri mereka dan kemurahan-hati Yesus, mereka pun penuh gairah untuk menyeringkan Injil dengan orang-orang lain, menawarkan kepada mereka kasih yang sama dan kenyamanan yang telah mereka terima dari Tuhan Yesus.

Yesus sangat mengasihi orang-orang yang mempunyai hati seperti hati-Nya sendiri dan berbelas kasihan kepada orang-orang miskin, baik secara materiil maupun spiritual. Semoga mata (hati) kita masing-masing terbuka pada hari ini sehingga kita dapat melihat betapa miskin kita sebenarnya! Selagi kita melakukannya, kita akan keluar juga dan dengan kemurahan hati menjangkau orang-orang yang membutuhkan, mengenal dan mengalami berkat yang dialami oleh sang janda miskin dalam bacaan Injil hari ini.

DOA: Tuhan Yesus, dengan bela rasa-Mu yang begitu mendalam curahkanlah kasih-Mu kepada para saudari-saudara kami yang miskin-papa dan diabaikan. Buatlah hatiku seperti hati-Mu yang kudus agar mampu menghibur mereka yang tak diperhatikan. Perkenankanlah aku menjadi perpanjangan tangan-tanganMu selagi aku berupaya menjangkau saudari-saudaraku yang membutuhkan. Amin.

Jakarta, 24 November 2019 [HARI RAYA TUHAN KITA YESUS KRISTUS RAJA SEMESTA ALAM] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFSI

KRISTUS SANG RAJA

(Bacaan Kedua Misa Kudus, HARI RAYA TUHAN KITA YESUS KRISTUS RAJA SEMESTA ALAM [TAHUN C] – Minggu, 24 November 2019 

… dan mengucap syukur dengan sukacita kepada Bapa, yang melayakkan kamu untuk mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang kudus di dalam terang. Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang terkasih; di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa.

Dialah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di surga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu menyatu di dalam Dia. Dialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Dialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Dialah yang lebih utama dalam segala sesuatu. Kareana seluruh kepenuhan Allah berkenan tinggal di dalam Dia, dan melalui Dialah Allah memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di surga, sesudah Ia mengadakan pendamaian dengan darah salib Kristus. (Kol 1:12-20) 

Bacaan Pertama: 2Sam 5:1-3; Mazmur Tanggapan: Mzm 122:1-5; Bacaan Injil: Luk 23:35-43 

Sejarah dipenuhi dengan raja-raja yang jatuh dari takhta mereka. Pemerintahan mereka dicirikan dengan keserakahan dan curahan darah para korban  ketidakadilan. Mereka  membangun istana-istana yang mewah, sementara rakyat mereka hidup dalam kemiskinan. Mereka mengisolasi diri dari rakyat mereka sendiri dengan mendirikan tembok-tembok yang kokoh-tinggi dan menyewa tukang-tukang pukul atau pasukan bayaran khusus demi keamanan diri mereka (Ingat raja Louis XVI [+1793] dari Perancis dan ratunya yang bernama Marie Antoinette menjelang meletusnya Revolusi Perancis tahun 1789-1799). Raja-raja seperti ini juga menghadapi negara-negara tetangga yang tidak bersahabat dengan sikap dan perilaku yang brutal.

Apabila hal seperti ini yang kita harapkan dari seorang raja, maka janganlah terkejut apabila sulit bagi kita untuk bersembah sujud di hadapan takhta Yesus Kristus. Yesus tidak memegang jabatan politis. Ia juga bukan seorang panglima tertinggi dari sepasukan besar tentara. Namun demikian, Ia adalah Raja segala raja! Dia tidak menampilkan diri sebagai seorang diktator yang menginjak-injak kebebas-merdekaan kita serta menuntut ketaatan buta dari kita. Dia tidak menggunakan kekuatan atau memanfaatkan rasa-bersalah kita guna mempertahankan pemerintahan-Nya ….., karena semua itu tidaklah perlu dilakukan-Nya.

Pada Perjamuan Terakhir, Yesus menyatakan rencana-Nya untuk “mengambil alih” dunia ini. Senjata pemusnah massal manakah yang dimiliki-Nya untuk melaksanakan rencana-Nya tersebut? Berbeda dengan Hannibal, berbeda dengan Alexander Agung, berbeda dengan Hitler, Stalin dlsb., senjata yang dimiliki Yesus adalah “kasih”. Semuanya kelihatan tidak signifikan dan tanpa daya-kekuatan, namun lihatlah sejarah Gereja. Kasih ilahi telah mengalahkan berjuta-juta orang, merestorasikan jutaan orang, dan memberikan inspirasi kepada  jutaan orang pula. Gereja telah menopang orang-orang kudus yang tidak terhitung jumlahnya dan telah mempertobatkan para pendosa yang juga tak terbilang banyaknya. Kasih mengubah sejarah!

Apabila dibandingkan dengan para raja yang jatuh dan telah menodai landskap sejarah, maka martabat Kristus sebagai Raja berbeda, bukan dalam intensitasnya melainkan dalam jenisnya. Yesus adalah seorang Raja yang bersenjata kasih dan keutamaan, bukan bedil, meriam atau pedang. Yesus tidak memakai mahkota yang dipenuhi dengan intan-permata, melainkan mahkota dari duri. Dia memberkati orang-orang yang menganiaya diri-Nya dan berdoa untuk mereka yang memperlakukan diri-Nya dengan tidak adil dan kejam. Seperti diajarkan-Nya sendiri (Mat 5:39), Yesus memberi pipi yang satu lagi ketika satu pipinya ditampar.

Sekarang marilah kita bertanya kepada diri kita masing-masing: Apakah aku seorang pengikut setia dari Kristus sang Raja? Apakah aku mengikuti jejak-Nya dengan menaburkan benih cintakasih kepada orang-orang di sekelilingku? Pekan depan kita akan mulai tahun liturgi yang baru. Oleh karena itu, hari ini adalah hari yang sangat baik untuk memulai segalanya secara baru. Apa pun yang telah kita lakukan dan pengalaman macam apa pun yang telah kita lalui, Kristus akan menyambut kita masuk ke dalam Kerajaan-Nya. Marilah kita memandang dan memperlakukan Dia sebagai sang Raja.

DOA: Yesus Kristus, Raja langit dan bumi, aku mengasihi Engkau, dan aku ingin lebih mengasihi Engkau lagi setiap hari. Engkau adalah hasrat hatiku yang terdalam. Aku mempersembahkan diriku kepada-Mu hari ini. Datanglah, ya Rajaku, dan buatlah aku menjadi seorang pribadi seturut rencana-Mu sendiri. Amin.

Jakarta, 23 November 2019 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

BAGIAN AKHIR BUKU TENTANG KEHIDUPAN SESEORANG

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXXIII – Sabtu, 23 November 2019

Peringatan Fakultatif S. Klemens I, Paus Martir

Peringatan Fakultatif S. Kolumbanus, Abas

Kemudian datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki yang tidak mengakui adanya kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya, “Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seseorang yang mempunyai saudara laki-laki, mati, sedangkan istrinya masih ada, tetapi ia tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan istrinya itu dan memberi keturunan bagi saudaranya itu. Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan lalu mati dengan tidak meninggalkan anak. Lalu perempuan itu dikawini oleh yang kedua, dan oleh yang ketiga dan demikianlah berturut-turut oleh ketujuh saudara itu, merekanya semuanya mati tanpa meninggalkan anak. Akhirnya perempuan itu pun mati. Bagaimana sekarang dengan perempuan itu, siapakah di antara orang-orang itu yang menjadi suaminya pada hari kebangkitan? Sebab ketujuhnya telah beristrikan dia.” Jawab Yesus kepada mereka, “Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan, tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. Mereka tidak dapat mati lagi, sebab mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan. Tentang bangkitnya orang-orang mati, Musa telah memberitahukannya dalam cerita tentang semak duri, di mana ia menyebut sebagai Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup.” Mendengar itu beberapa ahli Taurat berkata, “Guru, jawab-Mu itu tepat sekali.” Sebab mereka tidak berani lagi menanyakan apa-apa kepada Yesus. (Luk 20:27-40) 

Bacaan Pertama: 1Mak 6:1-13; Mazmur Tanggapan: Mzm 9:1-4,6,16b,19

Apakah anda merupakan jenis pribadi yang membeli sebuah buku cerita dan membaca buku itu mulai dengan bab terakhir? Apakah anda adalah jenis pembaca yang berkata, “Saya tidak pernah membaca seluruh isi sebuah buku apabila saya tidak menyukai akhirnya?” Jika demikian halnya, maka ada orang-orang yang mengkritisi anda untuk hal tersebut, namun bagaimana pun juga anda dapat dikatakan cukup bijak.

Yesus kiranya mengatakan kepada kita masing-masing, “Janganlah membuka buku tentang kehidupanmu sebelum merencanakan akhir buku tersebut.”

Marilah kita perhatikan bagaimana Yesus menanggapi cerita dan pertanyaan menjebak dari kaum Saduki yang tidak percaya akan kebangkitan badan itu. Orang-orang Saduki itu seakan mengatakan: “Tuan, kami akan menjebak-Mu. Engkau berbicara mengenai kebangkitan. Oke, namun bagaimana dengan tradisi tua untuk seorang perempuan yang tidak/belum memperoleh anak untuk kawin kembali dengan adik laki-laki dari suaminya bilamana suaminya meninggal dunia?” Ini dikenal sebagai Hukum Levirat! Katakanlah perempuan itu harus kawin dengan tujuh laki-laki bersaudara, maka siapakah suaminya dalam hal kebangkitan?

Yesus seakan menjawab, “Masalahnya dengan kamu semua adalah bahwa kamu tidak memahami akhir buku yang kamu baca. Kamu tidak percaya pada happy-ending dari kehidupan, karena pemikiranmu tentang apa artinya kehidupan itu tidak pernah jernih. Namun Aku menjamin, bahwa apakah kamu memahaminya atau tidak, kebangkitan itu adalah riil. Pada kenyataannya, akhir buku yang penuh kemuliaan itulah yang memberikan arti kepada bagian-bagian lainnya. Tanpa kemenangan itu – kemuliaan kebangkitan – apakah ada kebaikan dalam hal penderitaan sengsara dan kematian? Bukankah bab terakhir merupakan bagian yang paling penting dari cerita kehidupanmu? Bukankah hal itu yang membuat perbedaan bagaimana kamu menghayati hidup dalam cerita bab-bab selebihnya?” Sekian puluh tahun kemudian, Santo Paulus menulis kepada jemaat di Korintus: “Bilamana diberitakan bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan bahwa tidak ada kebangkitan orang mati? Seandainya tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu” (1Kor 15:12-14).

Marilah kita sadari sepenuhnya, bahwa kita bergabung dengan Yesus Kristus dalam kebangkitan-Nya hanya apabila kita bergabung dengan Yesus dalam segala hal lainnya yang dialami-Nya. Kalau begitu halnya, maka semua penderitaan dan kesedihan dan kesulitan hidup yang kita alami menjadi masuk akal. Tidak hanya itu, semua itu mempunyai makna yang besar-agung, mulia dan berkemenangan. Santo Paulus menulis kepada jemaat di Roma, “Jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya” (Rm 6:5).

Seorang Kristiani yang mengetahui akhir buku tentang kehidupannya dapat hidup berkemenangan bersama Yesus …… mengalahkan Iblis dan roh-roh jahatnya …… dan menjalani hidup sedemikian setiap hari.

DOA: Tuhan Yesus, ingatkanlah aku seringkali tentang apa dan bagaimana gambaran yang ada dalam bab terakhir buku tentang hidupku. Semoga dengan demikian aku dapat merencanakan bagian-bagian lain dari hidupku agar dapat sesuai dengan rencana-Mu atas diriku. Amin.

Jakarta 22 November 2019 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

RUMAH DOA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan Wajib S. Sesilia, Perawan Martir – Jumat, 22 November 2019)

Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ, kata-Nya kepada mereka, “Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.”

Tiap-tiap hari Ia mengajar di dalam Bait Allah. Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat serta orang-orang terkemuka dari bangsa itu berusaha untuk membinasakan Dia, tetapi mereka tidak tahu, bagaimana harus melakukannya, sebab semua orang terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia. (Luk 19:45-48) 

Bacaan Pertama: 1Mak 4:36-37,52-59; Mazmur Tanggapan: 1Taw 29:12 

Hanya beberapa jam setelah memasuki kota suci Yerusalem, Yesus masuk ke Bait Allah dan mulai mengusir para penukar uang (istilah kerennya zaman sekarang: money changers) dan pedagang, dan mulai mengajar dan melayani orang-orang di tempat itu. Yesus menyadari sepenuhnya bahwa Bait Allah adalah tempat kediaman yang suci bagi Allah, pusat kegiatan agama semua orang Yahudi. Di mana saja orang-orang Yahudi bertempat tinggal, mereka akan menyebut Bait Allah di Yerusalem sebagai “rumah” mereka. Dengan demikian, tindakan drastis Yesus yang memporak-porandakan para pedagang di situ dan mengatakan bahwa Bait Allah itu sebagai Rumah-Nya sungguh mengandung risiko besar, apalagi para musuh-Nya terus saja mengikuti-Nya agar dapat menemukan kesalahan-Nya, bila perlu dengan menjebak-Nya. Mengapa begitu drastis? Karena Yesus tidak tahan lagi melihat Bait Allah dibuat kotor!

Sebagaimana Yesus membersihkan Bait-Nya, Allah juga rindu untuk mengusir kegelapan dan dosa yang ada dalam hati kita masing-masing. Ia rindu untuk berdiam dalam diri kita secara penuh dan Ia merasa sedih melihat diri kita yang begitu terikat dalam kedosaan. Ia mengetahui benar, bahwa semakin dalam kita mengenal-Nya, hati kita pun dapat lebih dalam lagi “dirasuki” (diresapi) oleh kehadiran-Nya dan dengan demikian kita pun dapat menjadi duta-duta ke tengah sebuah dunia yang terluka ini.

Saudari dan Saudaraku, percayakah anda bahwa Allah sungguh ingin berdiam dalam diri anda? Bahwasanya Dia ingin memerintah atas diri anda dengan kelemah-lembutan seorang gembala baik, keadilan seorang raja yang adil, dan dengan hikmat-kebijaksanaan seorang Bapa yang sempurna? Allah sangat mengetahui bagaimana kita telah memperkenankan dosa mengakibatkan polusi dalam hati kita. Dia mengetahui benar bagaimana kita mengabaikan kehadiran-Nya di dalam gereja-gereja kita. Namun demikian, tanpa mengenal lelah dan tanpa syarat Ia terus “mengejar” kita agar berbalik kepada-Nya. Allah sungguh rindu untuk membersihkan kita menjadi pribadi-pribadi yang baru, apabila kita mau berbalik kepada-Nya dengan hati yang bertobat. Oleh dorongan-dorongan Roh-Nya, Yesus selalu meminta kita untuk meninggalkan kedosaan kita dan berpaling kepada-Nya guna mendapatkan bimbingan dan kekuatan.

Baiklah kita ingat bahwa setiap dan masing-masing kita adalah tempat kediaman yang suci bagi Allah. Ingatlah juga dan hormatilah kehadiran sakramental Yesus dalam Gereja kita. Dia selalu berada bersama kita dengan segala kuasa, kekudusan, kasih dan keadilan-Nya. Dia selalu menarik kita kepada diri-Nya, minta kepada kita untuk bergabung dengan diri-Nya dalam pekerjaan-Nya membersihkan pikiran dan hati kita. Kita dapat mengalami kehadiran Allah setiap hari. Akan tetapi, kehadiran-Nya itu hanya akan datang kepada kita selagi kita mengundang Yesus untuk memurnikan diri kita. Jika kita melakukannya, Roh Kudus akan membentuk diri kita lebih dan lebih lagi menjadi sebuah tempat kediaman kudus bagi Allah.

DOA: Yesus Kristus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku! Sebagaimana Engkau telah mengusir para penukar uang dan pedagang dari Bait Allah di Yerusalem kala itu, datanglah untuk mengusir dosa-dosa yang ada di dalam diriku. Murnikanlah Gereja-Mu. Buatlah diriku agar menjadi tempat kediaman yang pantas bagi Roh Kudus-Mu. Amin. 

Jakarta, 21 November 2019 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

NUBUATAN YESUS TENTANG KEJATUHAN KOTA YERUSALEM

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan SP. Maria Dipersembahkan kepada Allah – Kamis, 21 November 2019)

Ketika Ia telah mendekati dan melihat kota itu, Yesus menangisinya, kata-Nya: “Alangkah baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, ketika musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan. Mereka akan membinasakan engkau beserta dengan penduduk yang ada padamu, dan mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat ketika Allah datang untuk menyelamatkan engkau.” (Luk 19:41-44)

Bacaan Pertama: 1Mak 2:15-29; Mazmur Tanggapan: Mzm 50:1-2,5-614-15

Ada sementara orang yang ketika membaca nubuatan Yesus tentang kejatuhan kota Yerusalem, langsung membuat pengandaian bahwa Allah telah mengutuk orang-orang Yahudi karena tidak mengakui-Nya sebagai Mesias. Konsili Vatikan II (1962-1965), dalam ‘Pernyataan Nostra Aetate tentang Hubungan Gereja dengan Agama-agama bukan Kristiani’ (28 Oktober 1965), memberikan indikasi  bahwa pengandaian yang saya munculkan di atas adalah kesimpulan yang salah. Beginilah ajaran Konsili Vatikan II: “Walaupun Gereja itu Umat Allah yang baru, namun hendaknya orang-orang Yahudi jangan digambarkan seolah-olah dibuang oleh Allah atau terkutuk seakan-akan itu dapat disimpulkan dari Kitab Suci” (Nostra Aetate, 4). Pandangan ini bersumberkan pada kepercayaan Gereja bahwa misi Yesus datang ke dunia adalah “unifikasi” dan “rekonsiliasi”. Yesus menderita di kayu salib guna pemulihan dosa-dosa kita. Melalui penderitaan sengsara dan kematian-Nya, Dia menebus kita semua dari kedosaan kita. Sebenarnya pada waktu Injil Lukas tersusun, nubuatan di atas sudah menjadi kenyataan. Pada tahun 70M, bala tentara Romawi pimpinan Titus praktis telah membumi-hanguskan kota suci ini, sebuah kota indah yang dilihat Yesus pada hari itu dan ditangisi-Nya.

Melalui kematian-Nya di kayu salib Yesus mematahkan kuasa dosa, namun efek-efek dari dosa-dosa kita secara individu tetap ada pada diri kita masing-masing. Hal inilah yang membuat kita menderita, sebagai konsekuensi kedosaan kita. Manakala seseorang mencaci-maki pasangan hidupnya atau anak-anaknya (lebih parah lagi kalau KDRT), menganggap remeh saudari-saudaranya dalam hal agama, atau memboroskan harta-kekayaan dan/atau penghasilannya untuk hal-hal konsumtif yang berlebihan (istilah ilmu ekonomi: conspicuous consumption) dan lain sebagainya, maka dia akan menghadapi dan mengalami serangkaian konsekuensi: misalnya perpecahan dalam rumah tangganya, tidak/kurang adanya respek anak-anak terhadap dirinya sebagai orangtua, perpecahan dalam komunitas, menjadi tidak/kurang peka terhadap masalah kaum miskin, dan seterusnya. Rabi-rabi zaman dahulu memandang Yerusalem sebagai pusat alam semesta. Di lain pihak, bagi kita “Yerusalem baru” adalah tubuh Kristus, dengan demikian tindakan-tindakan menyimpang kita dan ketidak-percayaan kita dapat menghancurkan kedamaian “Yerusalem baru” itu.

Kalau kita sampai tidak mengetahui saat kedatangan Allah (lihat Luk 19:44), yang bagi kita sebenarnya terjadi setiap hari lewat belaskasih-Nya (paling nyata dalam Ekaristi), dalam doa-doa dan juga pembacaan dan permenungan firman Allah dalam Kitab Suci, maka kita menghancurkan hidup “Yerusalem baru” yang telah dibangun Allah dalam diri kita masing-masing ketika Dia membuat diri kita sebagai bait Roh Kudus-Nya. Saat kedatangan Allah kiranya seperti saat bertemunya dua orang kekasih, antara Allah dan umat manusia, pribadi lepas pribadi. Saat pertemuan yang unik dan teramat penting karena penuh mengandung makna.  Jangan sampai Dia mengatakan kepada kita seperti kepada Yerusalem: “Jerusalem, you missed the appointment!”

Saat kedatangan Allah memang seperti appointment, “janjian-ketemu” untuk sesuatu yang penting. Suatu appointment penting dipenuhi dalam dunia bisnis. Apa kata dunia kalau seandainya anda “missed the appointment” dengan seseorang yang sangat penting bagi perusahaan anda? Banyak hal yang dapat menyebabkan appointment kita dengan Allah tak dipenuhi, sengaja maupun tak sengaja. Bisa karena kebutaan spiritual ataupun karena terlalu sibuk dengan pernak-pernik duniawi. Di sini kita berbicara mengenai dosa-dosa kita. Melalui dosa-dosa kita, kita sebenarnya telah memporak-porandakan dunia yang diciptakan Allah dalam kekudusan-Nya.

Allah berfirman: “Beranakcuculah yang banyak,… Kamu Kutugaskan mengurus ikan-ikan, burung-burung, dan …” (Kej 1:28). Apakah yang terjadi? Manusia memang bertambah banyak, tetapi bukan mengurusi lingkungan hidupnya sebagai pengurus (steward) yang bertanggung-jawab, melainkan merusaknya dengan semena-mena. Allah berfirman: “Kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu” (Ul 30:19). Apakah yang sesungguhnya terjadi? Sejumlah besar manusia di dunia justru memilih kematian! Pernyataan ini didukung dengan berbagai data statistik tentang aborsi, korban narkoba dan seterusnya).

Kita harus mengimani Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi kita, Dia yang telah mencurahkan darah-Nya yang mahamulia, darah yang memiliki kuat-kuasa jauh melebihi kuasa-dosa manusia yang manapun. Hanya dengan demikianlah manusia dapat kelak kembali ke firdaus di mana Allah telah menumbuhkan “pohon kehidupan” (Kej 2:9; 3:24). Hanya dengan mengatakan “ya” kepada Allah dalam hal-hal khusus kehidupan kita, maka kita dapat melakukan restorasi Yerusalem hati kita. Sebagai para pendosa kita semua telah menyalibkan Yesus. Semoga kita sekarang mengalami kebangkitan-Nya dalam kehidupan rohani kita.

DOA: Roh Kudus, buatlah aku agar mau dan mampu mengimani Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadiku, agar dapat mengalami kebangkitan-Nya dalam kehidupan rohaniku. Amin.

Jakarta, 20 November 2019 

Sdr. F.X. Indrapradja OFS