Daily Archives: September 17, 2018

SEMUA ORANG ITU KETAKUTAN DAN MEREKA MEMULIAKAN ALLAH

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXIV – Selasa, 18 September 2018)

Keluarga Besar Fransiskan: Peringatan/Pesta S. Yosef dr Copertino, Imam 

Segera setelah itu Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-murid-Nya pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertai-Nya berbondong-bondong. Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu. Ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya, “jangan menangis!” Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata, “Hai anak muda, aku berkata kepadamu, bangkitlah!” Orang itu pun bangun dan duduk serta mulai berkata-kata, lalu Yesus menyerahkannya kepada ibunya. Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata, “Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,” dan “Allah telah datang untuk menyelamatkan umat-Nya.” Lalu tersebarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya. (Luk 7:11-17) 

Bacaan Pertama: 1Kor 12:12-14,27-31a; Mazmur Tanggapan: Mzm 100:2-5 

“Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah.” (Luk 7:16)

Dalam artian tertentu, reaksi orang-orang terhadap apa yang mereka lihat terjadi atas diri anak muda dari Nain ini sepenuhnya dapat dipahami. Tidakkah anda akan merasa “ngeri” apabila menyaksikan seorang mati hidup kembali, dia duduk dan mulai berbicara? Akan tetapi, tentunya “ketakutan” yang digambarkan oleh Lukas di sini tidaklah seperti yang kita bayangkan terjadi dengan seseorang yang sedang begitu asyik larut dijerat oleh film horor yang sedang ditontonnya.

Yang ingin digambarkan oleh Lukas adalah reaksi orang-orang itu atas mukjizat yang terjadi: mereka begitu terkesima dan takjub atas kuat-kuasa Allah yang bekerja dalam kehidupan seorang pribadi – suatu rasa takjub yang menggerakkan mereka untuk memuliakan Allah dan menjadi percaya kepada Yesus: “Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,” dan “Allah telah datang untuk menyelamatkan umat-Nya” (Luk 7:16).

Sebaliknya, banyak orang Farisi tidak bereaksi terhadap mukjizat-mukjizat Yesus secara positif. Tidak ada luapan rasa takjub atau iman yang lebih mendalam. Sejumlah orang Farisi barangkali menyaksikan lebih banyak mukjizat Yesus daripada orang-orang di Nain pada hari itu. Akan tetapi, karena kecurigaan dan kecemburuan mereka, karya ilahi yang ditunjukkan oleh Yesus malah dituding sebagai karya Iblis. Langkah keliru mereka sampai begitu jauh sampai-sampai menuduh Yesus dirasuki oleh Iblis dan mengusir roh-roh jahat dengan menggunakan kuasa Beelzebul, penghulu/pemimpin setan (lihat Luk 11:14-26).

Sekarang marilah kita bertanya kepada diri kita masing-masing. Bagaimana reaksiku terhadap mukjizat-mukjizat  yang terjadi pada masa kini? Bagaimana aku memberi tanggapan bilamana aku mendengar bahwa seseorang telah disembuhkan secara mengherankan dari penyakitnya yang berat, secara dramatis dan tidak dapat dijelaskan dengan akal-budi – setelah menghadiri sebuah Misa Penyembuhan? Apa yang kupikirkan ketika aku mendengar tentang penampakan-penampakan Bunda Maria? Apakah aku memandangnya tidak lebih dari takhyul, atau aku melakukan “investigasi” dengan rendah hati dalam doa? Apakah aku memperkenankan adanya kemungkinan bahwa sesuatu yang ajaib telah terjadi?

Allah masih bekerja pada hari ini dengan melakukan berbagai mukjizat dan tanda heran yang dimaksudkan untuk memimpin orang-orang untuk melakukan pertobatan dan percaya kepada-Nya. Penulis ‘Surat kepada Orang Ibrani’ mengatakan: “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” (Ibr 13:8). Apabila Yesus membuat mukjizat di Nain dan di tempat-tempat lain sekitar 2.000 tahun lalu, maka pada saat ini pun Dia masih membuat mukjizat yang sama menakjubkannya. Ia menyembuhkan orang-orang dari penyakit kanker, HIV dan kebutaan.

Manakala anda mendengar tentang hal-hal seperti itu, janganlah menjadi takut. Janganlah mencoba mencari jawaban yang sepenuhnya berdasarkan akal-budi dan pelajaran-pelajaran yang diperoleh di kelas-kelas teologi. Mukjizat itu memang ada!!! Yang penting adalah, bahwa kita harus membuka hati kita lebar-lebar bagi Roh-Nya untuk bekerja dalam diri kita. Kita harus meluangkan waktu untuk menyimak apa yang kita dengar itu dalam suasana doa yang penuh keheningan. Kita bertanya: Apa buah yang dihasilkan? Apakah hasilnya merupakan suatu peningkatan iman akan Allah dalam diri orang-orang yang memperoleh berkat Tuhan itu? Apakah kesembuhan yang dialami seseorang membuat kasih-Nya kepada Yesus dan sabda-Nya menjadi lebih dalam? Marilah kita mohon kepada Allah agar membuat diri kita terbuka bagi hal-hal yang bersifat supernatural. Selagi kita melakukannya, Dia akan memberikan kepada kita setiap karunia dan berkat indah yang kita perlukan, sehingga kita pun dapat bersukacita atas karya-Nya di dunia ini.

DOA: Roh Kudus, tolonglah aku agar senantiasa terbuka bagi karya-Mu di dunia pada masa kini juga. Berikanlah kepadaku mata iman agar mampu melihat mukjizat-mukjizat yang Kaulakukan. Tolonglah aku agar mampu memberikan tanggapan dengan penuh ketakjuban yang murni datang dari hatiku. Amin.

Jakarta, 17 September 2018 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS